Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. Layani Aku Ya

Lutut Kiana kembali terasa lemas, ketika ia mengetahui semua kenyataan pahit yang baru saja menimpanya tersebut. Dunia dan masa depan indah yang selama ini ia impikan untuk dibinanya bersama Lucas, kini hanya akan menjadi bara api di dalam pernikahannya.

Ada rasa penyesalan yang begitu besar di dalam hatinya, karena dengan tak sengaja ia telah mengkhianati suaminya sendiri. Bahkan yang lebih parah lagi, Kiana sudah menyerahkan kegadisannya kepada kembaran suaminya sendiri.

"Ya Tuhan," lirih Kiana dengan gerakan bibir yang bahkan tak mengeluarkan suara.

Tanpa terasa, buliran kristal bening mulai berjatuhan begitu saja menerpa wajah cantiknya. Suasana hati yang begitu menyakitkan, perlahan mulai merayap menuju ke pelupuk mata, kemudian menyalurkan kesedihan itu melalui bulir-bulir bening yang menggenang dan jatuh begitu saja dari pelupuk matanya.

Kiana merasa bahwa dirinya sudah benar-benar hancur saat ini. Kesucian yang selama ini selalu ia jaga dengan susah payah, karena hanya ingin ia persembahkan untuk suaminya nanti, tapi kini semuanya hancur begitu saja. Mahkotanya telah hilang, dan bukan suaminya yang mendapatkan hak istimewa tersebut. Melainkan kembaran suaminya, yang sempat Kiana duga sebagai Lucas, suaminya.

"Kiana, Sayang. Kenapa kamu diam? Apa kamu nggak mau kenalan sama kakak ipar kamu?" Lucas berkata dengan tersenyum manis pada sang istri.

Tubuh Kiana tersentak kaget dengan ucapan suaminya barusan. Sebenarnya ia begitu enggan untuk berkenalan dengan sosok pria bernama Leon tersebut, tetapi apa boleh buat. Sebab tak ingin membuat Lucas merasa curiga, maka mau tak mau Kiana pun harus mendekat kepada Leon untuk mengulurkan tangannya.

"Kiana," ucap Kiana dengan wajah datar, sembari menyebutkan namanya.

"Aku Leon, kakak kembarnya Lucas." Leon menjabat tangan Kiana erat, dengan senyum menyeringai di wajahnya.

Kiana merasa sekujur tubuhnya gemetar ketakutan dengan tatapan Leon yang begitu menyeramkan terhadapnya. Buru-buru ia menarik tangannya yang tengah digenggam erat oleh Leon. Setelah itu, Kiana menghambur kembali ke samping Lucas yang sedang berdiri tak jauh dari mereka berdua.

Sedangkan Leon tampak sedang tersenyum kepada Lucas, sambil sesekali mencuri pandang ke arah Kiana yang masih terlihat ketakutan. Kiana yang merasa tengah diperhatikan, lekas berpaling dan menyembunyikan wajah di belakang punggung sang suami.

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?" tanya Leon yang sesekali melirik pada Kiana.

"Syukurlah semuanya berjalan dengan lancar. Bagaimana dengan bisnismu? Aku yakin, sebagai seorang presdir, tentu kau sangatlah sibuk." Lucas tertawa kecil di sela-sela percakapannya dengan saudara kembarnya.

"Ya begitulah. Aku benar-benar sangat sibuk, tapi aku senang karena bisa datang kemari. Ya, walaupun aku juga sedikit menyesal, karena melewatkan acara pernikahanmu." Raut wajah Leon terlihat penuh sesal.

"No problem, Leon. Itu bukan masalah. Aku senang kau datang," balas Lucas seraya menepuk bahu saudara kembarnya itu.

Kedua pria tersebut masih nampak asyik berbincang-bincang, tanpa pernah mereka tahu bahwa sedari tadi ada Kiana yang terus mendengarkan percakapan mereka dengan menahan rasa sesak di dadanya. Gadis itu berusaha menahan rasa panas yang menjalari wajahnya sampai pada pelupuk mata. Tanpa bisa ia cegah, air mata keluar begitu saja dari netra indahnya yang bening memukau.

Namun, Kiana tak mau menunjukkan tangisnya itu di hadapan sang suami. Ia memilih untuk menangis dalam diam, terlebih saat berulang kali Kiana melihat Leon yang melirik ke arahnya. Sontak saja hal itu membuat Kiana merasa tak nyaman dan buru-buru menyeka air matanya. Gadis itu pun lalu mengalihkan tatapannya ke sembarang arah, sambil mengerjapkan kedua matanya, dengan maksud supaya air matanya tak lagi berderai.

Tatapan kosong Kiana tertuju ke sudut lain rumah mewah itu. Hidupnya terasa hampa saat ini. Bayangan kekecewaan Lucas ketika mengetahui bahwa istrinya sudah tak lagi suci, selalu terbayang di pelupuk mata Kiana. Sungguh, ia merasa tak sanggup lagi membayangkan betapa kecewa dan marahnya Lucas saat mengetahui hal itu.

"Sayang, kenapa kamu diam aja dari tadi? Apa kamu lelah, karena mata kamu sembab begitu? Lebih baik kita istirahat aja ya." Lucas meraih bahu Kiana, dan merengkuh ke dalam dekapannya.

Kiana terperanjat ketika merasakan sentuhan tangan kekar Lucas di bahunya. Seketika semua lamunannya pun buyar. Kiana menatap Lucas yang terlihat begitu perhatian kepadanya. Dipaksakannya bibir manisnya itu untuk mengulas sebuah senyuman.

"Hmm, iya. Aku lelah," angguk Kiana berbohong.

"Ya udah. Kalau begitu kita istirahat ya." Lucas kembali berkata, sembari mengerlingkan sebelah mata dengan nakal kepada istrinya.

Awalnya Kiana merasa ragu untuk masuk ke dalam kamar bersama dengan suaminya, karena ia yakin bahwa Lucas pasti akan menagih jatah malam pertamanya. Sedangkan saat ini Kiana sama sekali tak berniat untuk melakukan hal itu dengan suaminya, karena ia merasa masih belum siap jika Lucas mengetahui yang sebenarnya. Namun, karena Lucas terus saja memaksanya, maka akhirnya Kiana pun menurut dan melangkah meninggalkan Leon yang sedari tadi tetap mencuri pandang kepadanya.

Dengan sedikit memaksakan langkahnya, Kiana pun akhirnya mengikuti sang suami untuk masuk ke dalam kamar mereka.

Sesampainya di dalam kamar, Kiana bergegas melepaskan tautan jemarinya dari jemari Lucas. Ia melenggang pergi begitu saja menuju ke sisi ranjang. Namun, tiba-tiba Lucas sudah merengkuh pinggang ramping sang istri, hingga merapatkan tubuh ramping itu dengan tubuhnya.

"Sayang, kamu mau kemana? Kita akan melakukannya kan?" tanya Lucas dengan tatapan sayu penuh harap.

Kiana merasa sangat gugup dan cemas, ketika tubuhnya sedang berada dalam dekapan suaminya seperti sekarang ini. Sesuatu yang sebelumnya tak pernah ia rasakan, sebab sejak dulu Kiana selalu merasa tenang dan bahagia di saat Lucas memeluknya seperti ini. Namun, kali ini semua terasa berbeda. Hanya ada rasa takut dan kekhawatiran yang saat ini bersemayam di hati Kiana.

"Mmm, Lucas, sebaiknya kamu mandi dulu sana. Baju kamu basah kuyup, jadi cepatlah membersihkan diri." Kiana melepaskan pelukan Lucas dari tubuhnya dengan sedikit paksa.

Gadis itu bahkan sedikit mendorong tubuh suaminya menuju ke kamar mandi. Lucas yang penurut itu pun mau tak mau harus mematuhi perintah dari istri yang sangat dicintainya tersebut.

"Hmm, baiklah. Aku mandi sekarang," sahutnya yang segera berlalu menuju ke kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, Lucas keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan sehelai handuk yang melilit bagian bawah tubuhnya mulai dari pinggang. Tubuh kekar berotot miliknya terpampang sempurna, dan semakin membuatnya terlihat menawan dengan tubuh dan rambut yang masih tampak dipenuhi dengan bulir-bulir air.

Dengan langkah santai, Lucas berjalan menghampiri Kiana yang sedang duduk di tepian ranjang. Wajah gadis itu tampak resah, dan hal tersebut juga terlihat dari sikapnya yang gelisah dan beberapa kali menggigit kuku jarinya sembari berdecak kesal.

"Kiana, kamu kenapa, Sayang?" Lucas menepuk bahu Kiana dengan lembut dan perlahan.

Merasakan sentuhan di bahunya, bersamaan dengan suara bariton memanggil namanya, sontak membuat Kiana menghentikan aktivitasnya. Ia terdiam selama beberapa saat, seraya berusaha untuk mengatur degup jantungnya yang sedari tadi tak kunjung stabil.

"Eh, Lucas. Kamu udah selesai?" Kiana berbalik badan dan mencoba untuk tersenyum manis.

"Udah dong, Sayang. Sekarang aku udah siap."

Lucas memeluk Kiana dari belakang, dan menciumi tengkuk serta punggung sang istri. Entah kenapa tiba-tiba bulu kuduk Kiana meremang ketika Lucas menciuminya seperti itu. Bahkan ia merasa sangat gelisah, saat mencium feromon yang menyeruak dari tubuh suaminya itu.

"Sayang, kita akan melakukan kewajiban itu sekarang kan?" Lucas kembali bertanya, dengan menciumi cuping telinga Kiana.

Kiana terkesiap mendengar pertanyaan yang juga merupakan permintaan dari Lucas tersebut. Untuk saat ini, ia hanya bisa terdiam dan tak tahu harus berkata apa. Sebab ia merasa sangat yakin, kalau Lucas pasti akan sangat murka jika mengetahui bahwa istrinya itu sudah tak perawan lagi.

"Lucas, aku … aku …"

Dengan susah payah Kiana melepaskan tubuhnya dari pelukan Lucas, kemudian berjalan menjauh dan duduk di tepian ranjang. Melihat tingkah istrinya yang tak seperti biasanya, membuat Lucas merasa keheranan dan penuh tanda tanya.

Pria tampan itu kemudian berjalan mendekati Kiana dan duduk di sebelahnya. Diusapnya puncak kepala sang istri dengan lembut, kemudian mengecup kening serta puncak rambut Kiana tersebut.

"Ada apa, Sayang? Apa aku nggak boleh meminta hak ini dari kamu?" tanya Lucas lagi, yang sepertinya memang sudah tak tahan untuk melakukan ritual mereka sebagai pengantin baru.

Lagi-lagi Kiana harus berusaha mati-matian menahan air matanya supaya tak lolos begitu saja. Ia tak ingin Lucas mengetahui jika dirinya tengah menangis saat ini, karena pria itu pasti akan bertanya apa yang menjadi penyebab air matanya berderai begitu saja.

"Kiana Sayang, kita akan melakukannya kan," bujuk Lucas sekali lagi.

Tiba-tiba saja Kiana melepaskan tangan Lucas yang sedang merengkuh tubuhnya, kemudian berdiri begitu saja dan berjalan agak menjauh hingga menciptakan jarak di antara keduanya.

"Maaf, Lucas. Aku lelah. Kita akan melakukannya lain kali."

Usai berkata demikian, Kiana bergegas naik ke atas ranjang dan mulai menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Setelah itu, ia pun segera memejamkan mata dengan posisi tidur menyamping membelakangi tempat tidur suaminya.

Lucas merasa sangat kecewa karena mendapat penolakan seperti ini dari istrinya sendiri. Kali ini ia benar-benar merasa sangat aneh dengan sikap Kiana, sebab tak biasanya gadis itu akan bersikap acuh terhadapnya.

"Kiana, ada apa sebenarnya?" Lucas memicingkan kedua mata, karena tiba-tiba timbul semburat kecurigaan di dalam hatinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel