Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kematian Elena.

Senyuman tipis itu berubah menjadi tawa rendah bergema di seluruh ruangan, tawa yang membuat batu-batu dinding berdetak halus dan membuat udara menjadi dingin seolah maut baru saja masuk.

Sosok itu melangkah keluar sepenuhnya dari prasasti, mematahkan sisa-sisa batu yang menahannya selama ribuan tahun. Tubuhnya menjulang, kulitnya pucat berkilau seperti mamer dan mata emasnya berputar memandang semua yang ada di ruangan. Ular-ular di kepalanya bergerak gelisah, mendesis kearah para pendeta Vatikan.

Para pendeta muda terperangah melihat sosok yang selama mereka kira hanya sebuah kisa dongeng semata, sedangkan Gabriel segera mengangkat salib yang dia bawa sambil membacakan doa pengusiran dengan suara lantang.

" Princeps gloriosissime caelestis militiae, sancte Michael Archangele, defende nos in proelio adversus principatus et potestates, adversus mundi rectores tenebrarum harum, contra spiritualia nequitiae,in caelestibus.

Deprecare Deum pacis, ut conterat Satanam sub pedibus nostris,ne ultra valeat captivos tenere homines, et Ecclesiae nocere.

Offer nostras preces in conspectu Altissimi, ut cito anticipent nos misericordiae Domini, et apprehendas draconem, serpentem antiquum, qui est diabolus et Satanas,et ligatum mittas in abyssum, ut non seducat amplius gentes..... "

Cahaya salib suci terpancar terang, namun begitu menyentuh aura sang raja kegelapan, cahaya itu bergetar.... Lalu meredup seperti cahaya lilin yang hampir padam tertiup badai.

Suara Gabriel bergetar dengan pandangan mata yang kabut tertutupi demi yang menghalangi, Arga mengambil sebatang besi yang berada di dekatnya. " Lindungi lingkarannya ! Jangan biarkan mereka menginjak simbol darah ! " Teriaknya.

Sambil melangkah mendekati Gabriel, mengayunkan batang besi tepat ke kepala Gabriel, akan tetapi dengan sigapnya Daniel menangkis dengan tangan kanan dan tangan kirinya mendorong tubuh Arga hingga membuatnya mundur beberapa langkah kebelakang.

Tubuh Arga terhuyung, nafasnya terengah, tatapan matanya tajam, ujung bibirnya ngemetar. Genggam tangannya semakin kuat, Daniel yang memperhatikan, menarik nafas dalam-dalam. Arga melesat seperti binatang liar, ayunan besinya memecah udara dengan suara mengerikan.

Daniel menunduk cepat merasakan angin dari hantaman itu, hampir menyentuh kepalanya. Tanpa membuang waktu, ia memutar tubuh, menendang dada Arga cukup keras. Arga terlempar kebelakang membentur salah satu pilar batu tua dengan suara duk ! Yang membuat debu berterbangan.

Sedangkan, Gabriel dan para pendeta yang lain di serang oleh orang-orang yang mengikuti ritual. Cahaya obor diruangan mulai berkedip-kedip seperti enggan memerangi yang sedang berlangsung. Sosok raja kegelapan itu berjalan perlahan, setiap langkahnya membuat lantai batu bergetar seolah-olah ruangan itu sendiri merespon kehadirannya.

Ular-ular di kepalanya menjilat udara, mengeluarkan desisan panjang yang membuat bulu kuduk setiap orang berdiri.

" Ritual ini... Sudah terlambat untuk dihentikan. " Suara cukup kencang yang berasal dari salah satu pengikut ritual.

Salah satu pendeta mencoba melangkah maju, membawa pedang salib yang sudah dilumuri air suci. Namun sebelum sempat mengayunkannya, mata emas sang raja berputar menatapnya.

Dalam sekejap tubuh pendeta itu kaku, matanya membesar lalu ia jatuh tersungkur tanpa suara dengan wajah yang pucat. Ular-ular dikepala sang raja tampak puas seolah-olah baru saja meminum rasa takut dari korbannya.

Gabriel berusaha kembali membaca doa, namun kata-katanya kini terputus-putus seperti lidahnya tertahan oleh sesuatu yang kasat mata.

Keringat dingin mengalir di pelipisnta, Daniel yang masih berkelahi dengan Arga, sampai akhirnya Daniel mendorong Arga ke dinding dengan keras.

" Brak... ! " Benturan itu mengakibatkan salah satu obor yang ada didinding terjatuh tepat di tubuh Arga. Api dari obor yang terjatuh langsung menjilati pakaian Arga, dalam sekejap pakaian itu terbakar mengeluarkan bau menyengat yang bercampur antara lain hangus dan aroma besi darah.

" Aaaaaaa..... " Teriakannya bergema di seluruh ruangan. Jeritan Arga yang memiluhkan itu memecah konsentrasi Elena yang sedang menjalankan ritual.

Arga berjalan tak karuan sambil mengerang kesakitan, api secara perlahan menutupi tubuhnya.

" Sret... ! "

Tanpa disadari, kaki Arga menyenggol lingkaran darah, lingkaran darah itu sedikit retak. "Buk...! " Arga menabrak salah satu pengikut ritual yang membuat dirinya ikut terbakar hidup-hidup. Daniel yang melihat retakan dari lingkaran darah, segera berlari menghampiri rekannya yang tergeletak. Ia mengambil pedang salib lalu melemparnya ke arah Elena. Di waktu yang bersamaan Elena membalikan badannya ke belakang.

Pedang salib itu melayang di udara, memantulkan cahaya obor yang tersisa sebelum akhirnya menancap tepat didada Elena. Cairan merah mengalir dari mulut dan dada Elena denga mata melotot tubuh Elena tersungkur jatuh dengan cairan merah mengalir deras.

Lia terpaku sejenak seolah-olah otaknya menolak menerima apa yang baru saja dilihatnya. Nafasnya tercekat, matanya melebar dan untuk sesaat dunia disekitarnya menjadi hening hanya terdengar bunyi tetesan darah yang mengalir.

" Mama.... " Suara teriakan terdengar, memecah semua ebisingan di dalam ruangan.

Jeritan Lia membuat seluruh ruangan seakan berhenti bergerak, para pendeta, Gabriel, Daniel bahkan para pengikut ritual menoleh pada suara itu. Mata kecil Lia berkilat basah, memandang tubuh Elena yang kini tak lagi bergerak.

Sang raja kegelapan menghentikan langkahnya, mata emasnya berputar perlahan menatap Lia yang meratapi tubuh Elena. Aura tajam terpancar kuat dari tubuhnya " Raaaa.... ! " Suara raungan yang mengguncang udara membuat dinding batu retak-retak halus. Ular-ular dikepala berdiri tegak, lidah bercabang menjulur seperti merasakan kesedihan dari Lia.

Para pengikut tertegun, tubuh mereka bergetar rasa takut terpancar dari wajah. Mereka segera bersudut di hadapan raja kegelapan. Sedangkan para pendeta hanya diam mematung.

" Srak... " Hanya satu gerakan tangan dari raja kegelapan, para pendeta terpental keras ke dinding. Darah segar mengalir di dinding batu tempat para pendeta menghantamkan tubuhnya, jejak darah merah pekat menetes ke bawah. Suara erangan dari beberapa pendeta terdengar lemah, menahan rasa sakit yang luar biasa sedangkan sebagian lagi sudah tidak bergerak sama sekali.

Raja kegelapan itu berjalan perlahan, setiap langkahnya memunculkan gema berat di ruangan. Suhu ruangan kian turun, nafas para pengikut berubah menjadi uap tipis. Gabriel, Daniel dan beberapa pendeta yang masih selamat hanya bisa terpaku melihat sosok raja kegelapan berjalan menghampiri mereka.

Tangan kanan sang raja terulur kedepan, salah satu pendeta yang terluka melayang di udara. Tubuhnya kaku, seluruh tubuhnya tidak bisa di gerakan. Tubuhnya bergerak menghampiri sang raja kegelapan, " Krak.... " Seketika leher dari pendeta itu patah dan tubuhnya langsung jatuh kebawah.

Melihat pemandangan itu, Gabriel, Daniel dan beberapa pendeta yang tersisa hanya bisa tertekun. Satu persatu tubuh mereka melayang dan berakhir sama dengan pendeta sebelumnya. Gabriel menoleh ke arah Daniel, dengan suara yang lemah dan sedikit serak dia berkata " Selamat kan dirimu, beritahu pihak Vatikan dengan apa yang terjadi di sini. "

Daniel terdiam sejenak, dadanya naik-turun cepat. Kata-kata Gabriel seakan menjadi belati di pikirannya, bukan karena ia takut tapi karena ia tau itu berarti meninggalkan mereka semua di sini. Namun ketika melihat sang raja kegelapan, perasaan yang hancur dan luka yang cukup parah Daniel mengangkat tubuhnya yang terluka. Berjalan secara tertatih-tatih menuju jalan yang sebelumnya dia lalui. Dengan bantuan dari Gabriel, Daniel berhasil melarikan diri.

Sang raja kegelapan yang masih sibuk dengan apa yang dia lakukan kepada para pendeta tanpa sadar, telah membiarkan Daniel berjalan pergi meninggalkan ruangan itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel