Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

04. Membujuk Bapak Dan Ibu

Pada malam harinya. Dara harus membujuk orang tuanya agar mau ikut ke kota. Karena itulah tujuan awalnya untuk pulang. Dia sudah bersiap dengan berbagai kata untuk membujuk orang tuanya.

Setelah makan malam, mereka berkumpul di depan TV. Mereka tidak nonton bareng seperti kemarin. Malam ini mereka hanya berbincang-bincang dan menggoda Shaka yang antusias bercerita tentang pengalamannya sehari tadi.

“Bapak sama Ibu ikut Dara tinggal di kota, ya?“ ucap Dara memulai pembicaraan. Dia berkata dengan hati-hati.

“Akung sama Uthi akan tinggal di rumah pohon jambu?“ tanya Shaka sangat berantusias. Dia segera mengarahkan pandangannya pada kedua orang tua Dara. Karena selama ini Dara selalu bercerita pada Nindy dan Shaka kalau dia ingin ayah dan ibunya tinggal bersama lagi.

Rumah kontrakan Dara baru, baru seminggu dia menepatinya. Rumah kontrakan yang lebih besar dari sebelumnya. Dia sengaja menyewa rumah yang lebih besar karena tekadnya mengajak bapak ibu pindah telah bulat. Rumah minimalis dengan dua kamar tidur. Satu kamar mandi, dapur dan ruang tamu yang merangkap jadi ruang keluarga juga.

Di depannya ada halaman kecil yang bisa digunakan untuk bercocok tanam. Ada pohon jambu air di pojok kiri tepatnya di depan kamar Dara hingga Shaka menyebutnya rumah pohon jambu.

Selama ini Dara tinggal di kos-kosan kecil tapi dekat dengan restoran tempatnya bekerja. Sedangkan

kontrakan barunya sedikit lebih jauh. Tapi dia tetap bisa jalan kaki jika pergi bekerja.

“Kami tidak bisa, Nduk,“ Pak Abdullah yang menjawab. “Kami tidak bisa meninggalkan rumah ini. Banyak

kenangan yang tersimpan di sini," alasan yang selalu beliau ucapkan.

“Kalau di kota bapakmu akan kerja apa? Di sana tidak ada sawah seperti di sini,“ lanjut Bu Maisaroh mencoba menolak permintaan putrinya.

Dara menghela napas panjang. "Bapak dan Ibu di kota tidak perlu bekerja. Biar aku yang bekerja,“ kata Dara mengiba.

“Izinkan Dara berbakti dengan sedikit membalas jasa Bapak dan Ibu. Aku tahu ini tidak sebanding dengan semua yang Bapak Ibu kasih ke Dara,“ ucap Dara sambil menatap wajah ayah dan ibunya berganti.

“Kami tahu niat baikmu, tapi kami benar-benar tidak bisa ikut pindah ke kota bersamamu, Nduk,“ Pak Abdullah memberi keputusan.

“Kenapa Akung dan Uthi gak mau tinggal bersama Bunda?“ Shaka ikut berbicara. “Kasihan Bunda

tinggal sendirian. Shaka sama Kak Nindy hanya bisa menemani bunda saat libur saja."

“Iya, Uthi, Akung. Kasihan Bunda. Uthi sama Akung mau ya tinggal bersama Bunda?“ Nindy yang

biasa irit bicara pun ikut bersuara.

"Nanti kalau Nindy pengen pudding buah buatan Uthi gimana?“ ucap Nindy. "Kalau Uthi tinggal di sana nanti kami mudah jika mau pudding buahnya."

Dara diam saja, hatinya merasa gembira. Kedua anaknya mau membantu membujuk ayah ibunya. Pak Abdullah dan Bu Maisaroh saling berpandangan. Mereka bingung mau menjawab apa. Sedangkan Nindy dan Shaka terus membujuk mereka

Merasa gemas, mereka malah menggelitik Nindy dan Shaka. Terdengar suara tawa anak kecil menggema di dalam rumah Pak Abdullah. Suasana yang dari dulu beliau dambakan.

"Assalamualaikum“ terdengar salam dari balik pintu.

Aktifitas bercanda keluarga Pak Abdullah terhenti

sejenak. "Wa’alaikumussalam,“ jawab mereka serentak.

Pria kecil itu pun segera berdiri. “Biar aku yang buka,“ pintanya seraya berlari menuju pintu. Diraihnya handle pintu dengan sedikit berjinjit lalu menariknya.

Tampak dua orang pria berdiri di ambang pintu. Mereka tersenyum melihat anak kecil yang menyambut kedatangan mereka.

“Pak Dul nya ada, Dek?“ tanya salah seorang dari mereka sambil berjongkok agar sejajar dengan tinggi Shaka.

Shaka memandangi dua tamu pria itu. Kemudian dia tersenyum merasa mengenal salah satu dari pria tersebut. Laki-laki yang tadi siang menyapa bundanya.

“Mari, silahkan masuk,“ ucap Shaka sambil berbalik menuju ke dalam rumah. Dia segera berlari ke dalam. “Akung, ada tamu,“ lanjutnya setelah sampai di ruangan tempat mereka berkumpul tadi.

Pak Abdullah segera bangkit meninggalkan keluarganya. Dia berjalan mendekati pintu.

“Nak Salman dan ...,” Pak Abdullah mencoba mengingat nama tamu satunya. Beliau memandangi wajah

pria tersebut dengan seksama.

"Dafi, Pak,“ jawab Dafi sambil meraih tangan Pak Abdullah.

“Oh iya,“ jawab ayah Dara dengan tersipu malu karena melupakan anak mantan lurah desanya.

Memang sangat lama sekitar 10 tahun, Pak Abdullah tidak pernah bertemu Dafi. Empat tahun lalu saat

menghadiri pesta pernikahan Dafi, Pak Abdullah juga tidak bertemu dengan sang pengantin.

“ Maaf ya Nak, bapak lupa,“ lanjut Pak Abdullah.

“ Siapa Pak? Kok tidak disuruh masuk?“ tanya Bu Maisaroh yang ikut menghampiri kedua tamunya. "Oh Nak Salman dan Nak Dafi. Mari masuk, Nak,“ lanjutnya ketika melihat Salman dan Dafi.

Bu Maisaroh menarik tangan sang suami untuk sedikit bergeser memberi jalan agar tamunya bisa masuk ke dalam rumah.

“Terima kasih Bu. Saya ingin berbicara dengan Bapak. Tadi bertemu Dafi di jalan terus saya ajak juga sekalian,“ kata Salman berbohong.

Dafi yang meminta Salman untuk menemani berkunjung ke rumah Pak Abdullah. Jelas dia ingin bertemu Dara. Dia sangat penasaran dengan anak kecil yang bersama Dara tadi.

Salman bilang kalau Dara belum pernah menikah, tapi dua bocah tadi memanggil Dara, Bunda. Dia harus memastikan apakah Dara benar-benar masih lajang atau sudah memiliki pasangan.

Tak bisa dipungkiri kalau selama 10 tahun ini Dafi masih mencintai Dara sama seperti saat mereka masih sekolah. Saat melihat Dara tadi, harapan untuk bersanding kembali muncul. Dia memang berniat mencari Dara

dengan datang ke desanya dulu. Dia akan mencari tahu informasi tentang Dara yang sekarang, tapi di luar rencananya, dia malah langsung bertemu saat tiba di desa.

Karena merasa tidak sopan kalau Dafi datang berkunjung sendiri maka mereka membuat skenario seperti yang Salman ucapkan.

“Kita bisa bicara di luar saja, Pak,“ lanjut Salman.

“Baiklah. Mari…,” ucap Pak Abdullah mengulurkan tangan ke arah luar. Mempersilahkan sang tamu.

"Maaf Pak, bisa saya bertemu dengan Dara?" Dafi meminta izin ketika Pak Abdullah mulai melangkah keluar.

Ditatapnya Dafi dengan curiga sekaligus penasaran.

“ Ada perlu apa Nak Dafi ingin bertemu Dara?“ tanya beliau.

“Hanya ingin menanyakan kabar, Pak. Kami dulu satu sekolah, tapi sudah lama tidak bertemu dan hilang kontak sejak lulus,“ Dafi mencoba memberi penjelasan.

Pak Abdullah hanya mengangguk seraya mempersilahkan Dafi masuk ke dalam. Bu Maisaroh yang sedari tadi hanya terdiam langsung bergerak menuju dalam.

“Nduk, dicari Nak Dafi,“ ucap sang ibu saat melihat putrinya.

Dara berhenti menggelitik Shaka. Dia langsung terdiam mendengar nama Dafi disebut sang ibu.

“Ada apa, Bu?“ tanya Dara penasaran.

Bu Maisaroh hanya menggeleng. “Coba kamu temui saja“ lanjutnya. "Dan tanyakan sendiri kenapa mencari mu."

Dara masih termenung. Shaka yang dari tadi tiduran langsung bangkit dan berlari ke arah ruang tamu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel