Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6: Godaan di Atap yang Sunyi

Di rooftop sekolah SMA Galaksi yang luas, angin siang bertiup pelan membawa aroma daun kering dari pepohonan di sekitar, menciptakan suasana tenang yang kontras dengan hiruk-pikuk kelas di bawah sana.

Revan, dengan seragam sekolahnya yang sedikit kusut dan rambutnya yang acak-acakan, sedang berbaring di kursi beton yang dingin, menikmati jam istirahat dengan mata terpejam, menghirup udara segar yang membuat pikirannya melayang ke masa kecil yang bebas.

Tanpa suara apa pun, Grace datang menghampiri, langkahnya ringan seperti bayang-bayang, karena ia tahu betul bahwa setiap jam istirahat Revan pasti berada di rooftop ini.

Ia duduk di samping Revan dengan anggun, jaket sekolahnya melambai pelan, memandangi wajah tampan sahabatnya yang sedang tertidur lelap, garis wajahnya yang lembut membuat hati Grace bergetar oleh kenangan lama.

“Kau masih tetap saja terlihat tampan,” gumam Grace dalam hati, senyum kecil tersungging di bibirnya, matanya menelusuri setiap detail wajah Revan.

Grace kemudian mendekatkan wajahnya, bibirnya menyentuh pipi Revan dengan lembut, ciuman itu hangat dan tiba-tiba, membuat Revan kaget dan terbangun dari tidurnya, matanya membelalak lebar.

“G-Grace, ngapain kamu di sini?” tanya Revan, suaranya serak karena baru bangun, tubuhnya langsung duduk tegak, jantungnya berdetak kencang seperti drum yang dipukul tiba-tiba.

“Kau pasti kesepian di sekolah, kau sering kena bully di sini,” ucap Grace.

nada suaranya penuh empati, matanya memandang Revan dengan tatapan yang lembut namun penuh kekhawatiran yang tersembunyi.

“Ah, tak apa, Grace, aku tak masalah, lagipula aku sekolah di sini juga berkat kamu, ayahmu juga membiayai sekolahku,” balas Revan.

senyumnya tipis namun tulus, tangannya menggosok mata untuk menghilangkan sisa kantuk.

“Uuuhhh, Revanku yang malang,” ucap Grace dengan senyum manis yang melebar.

tangannya mencubit pipi Revan dengan lembut, gerakan itu penuh kasih sayang seperti saat mereka masih kecil.

“Sebaiknya kamu jangan dekat-dekat aku, Grace, takutnya Nathan nanti marah,” saran Revan.

suaranya pelan, matanya melirik ke sekitar rooftop seolah takut ada yang melihat mereka berdua.

“Nathan lagi nongkrong sama gengnya, dia gak bakal tahu aku di sini,” jawab Grace.

nada suaranya santai namun penuh percaya diri, tangannya melambai kecil seolah menghapus kekhawatiran Revan.

“Revaaaan,” panggil Grace dengan nada manja.

suaranya sedikit menggoda seperti hembusan angin yang menggelitik, membuat udara di rooftop terasa semakin hangat.

Revan menelan ludah, tenggorokannya terasa kering, jantungnya berdegup lebih cepat, seolah ada sesuatu yang tak bisa ia kendalikan di dalam dadanya.

“Ke-kenapa?” tanya Revan, suaranya gemetar sedikit, matanya mencoba menghindari tatapan Grace yang terasa seperti magnet.

“Menurutmu tubuhku seksi gak?” tanya Grace.

ia menyilangkan kakinya dengan sengaja, memperlihatkan paha mulusnya yang berkilau di bawah sinar matahari, rok sekolahnya naik sedikit.

“Ke-kenapa kamu bilang begitu?” balas Revan.

wajahnya mulai memerah, tangannya sibuk mengutak-atik ujung seragamnya untuk menyembunyikan kegugupannya.

“Apa kamu tak tergoda dengan tubuhku? Aku selalu mengocok penismu, tapi kamu tak pernah menyentuhku sama sekali,” lanjut Grace.

nada suaranya penuh teka-teki, matanya berkilau nakal seperti bintang di malam hari.

Revan mukanya merah merona seperti tomat matang, napasnya tersendat, seolah kata-kata Grace adalah panah yang tepat sasaran ke hatinya yang polos.

“Kalau kamu jadi penguasa SMA Galaksi, kamu bisa memiliki bahkan menyentuhku kapan pun kamu mau,” ucap Grace.

suaranya rendah seperti bisikan rahasia, tangannya menyentuh lengan Revan dengan lembut.

“Ba-bagaimana caranya?” tanya Revan.

rasa ingin tahunya bercampur dengan kebingungan, matanya membulat lebar menatap Grace.

“Itu sangat mudah, cukup kamu kalahkan Nathan,” jawab Grace.

senyumnya melebar, seolah ide itu adalah permainan sederhana baginya.

“Ma-maksudmu aku harus berkelahi dengan Nathan?” tanya Revan.

suaranya nyaris bergetar, wajahnya pucat membayangkan tubuh Nathan yang atletis dan intimidatif.

“Kau tahu kan, aku suka pria yang kuat, yang bisa melindungiku, kau tak mau kan kalau aku kenapa-napa?” lanjut Grace.

nada suaranya manja namun penuh godaan, tangannya mengelus lengan Revan perlahan.

“Jika kamu menjadi penguasa sekolah, kamu bisa menyentuhku, menyentuh pahaku, bokongku, bahkan payudaraku, tubuhku milikmu seutuhnya,”

tambah Grace, kata-katanya seperti api yang membakar imajinasi Revan, matanya menatap tajam ke mata Revan.

Muka Revan pucat pasi, keringat dingin mulai menetes di dahinya, tubuhnya kaku seperti patung di bawah tatapan Grace yang penuh maksud.

“Hahahahaa,” Grace tertawa ngakak.

suaranya menggema di rooftop yang sepi, tangannya memegang perutnya seolah tak bisa menahan kelucuan situasi itu.

“Aku hanya bercanda, jangan terlalu dipikirkan, bagaimana mungkin Revanku yang manis berkelahi melawan Nathan,” ucap Grace.

tangannya menangkup pipi Revan dengan lembut, jarinya mengusap pipi itu seperti menenangkan anak kecil.

“Sekarang, aku mengerti kenapa Nathan begitu posesif terhadapmu, Grace, tapi aku tak pernah berpikir untuk merebutmu darinya,” gumam Revan.

suaranya pelan, matanya masih menghindari tatapan Grace, penuh dengan konflik batin.

“Tapi bayangkan saja, Revan, kalau kamu lebih berani, mungkin segalanya bisa berbeda, tapi aku tahu kamu terlalu baik hati untuk itu,” balas Grace.

nada suaranya bercampur antara ejekan lembut dan kehangatan, senyumnya masih tersisa di bibirnya.

“Sudah ya, aku mau ke kelas dulu, takut Nathan curiga,” ucap Grace.

suaranya kembali normal, tangannya melepaskan pipi Revan dengan pelan.

Ia bangkit dari duduknya dengan gerakan anggun, rambut ikalnya melambai di angin, lalu mendekat lagi dan mencium pipi Revan sekali lagi, sentuhan itu hangat dan meninggalkan jejak manis di kulitnya.

Grace kemudian pergi meninggalkan Revan, langkahnya ringan menuruni tangga rooftop, meninggalkan aroma parfum vanilanya yang samar di udara.

Revan masih duduk di sana, matanya memandang ke arah Grace yang menghilang, jantungnya berdetak kencang, pikirannya dipenuhi oleh kata-kata Grace yang seperti benih yang ditanam di hatinya.

“Grace, kenapa kamu selalu membuatku seperti ini?”

tanya Revan pada dirinya sendiri, suaranya nyaris tak terdengar, tangannya menyentuh pipi yang masih hangat oleh ciuman Grace.

Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan badai emosi yang berkecamuk di dadanya, antara rasa sayang, kecemburuan, dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi jika ia mengikuti godaan Grace.

“Apa aku benar-benar bisa berubah, Grace? Aku bukan Nathan,” gumam Revan.

matanya menatap langit biru yang luas, seolah mencari jawaban di antara awan yang berarak pelan.

Angin membawa aroma musim gugur yang kering, dan Revan merasakan dinginnya beton di punggungnya, namun hatinya masih terbakar oleh kata-kata Grace yang terus bergema di pikirannya.

“Kalau saja aku lebih kuat, mungkin kau akan melihatku seperti kau melihat Nathan,” bisik Revan.

suaranya penuh keraguan, tangannya mencengkeram ujung seragamnya, seolah ingin mencari pegangan di tengah ketidakpastian.

Di bawah sinar matahari yang terik, rooftop kembali sunyi, tapi di dalam dada Revan, ada badai emosi yang mulai bergolak, antara rasa sayang, kecemburuan, dan keraguan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Ia menghela napas panjang, tangannya menyentuh pipi yang baru saja dicium Grace, merasakan kehangatan yang tersisa, seolah itu adalah janji diam dari masa lalu mereka.

“Grace, kamu selalu membuatku bingung seperti ini,”

bisik Revan pada dirinya sendiri, suaranya hilang dalam angin, matanya menatap langit biru yang luas di atasnya.

Jam istirahat hampir berakhir, tapi Revan masih terpaku di tempatnya, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang Grace tanamkan, meski ia tahu itu hanyalah candaan, tapi hati kecilnya mulai bertanya-tanya.

Angin bertiup lebih kencang, membawa daun-daun kering berputar di rooftop, seperti simbol perubahan yang mungkin datang dalam kehidupan Revan yang selama ini tenang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel