Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 3

HAPPY READING

***

Rubi melangkahkan kakinya ke depan, lalu mendaratkan pantatnya di sofa dan diikuti oleh Dario di sampingnya. Angin berhembus menerpa wajahnya. Rubi melirik pria itu berada di sampingnya. Jujur ia lebih suka kalau ia bertindak ketus, daripada berbaik sikap dan malah jatuh ke dalam pesona yang membahayakan. Ia tahu kalau Dario merasa aneh dengan tindakannya. Harusnya ia sebagai pekerja di rumah ini, lebih menghormati si pemilik rumah.

Dario menatap Rubi ia melipat tangannya di dada memperhatikan struktur wajah cantik itu, “Kenapa tadi tidak menghindar ketika kamu melihat saya di kamar bersama Erin. Harusnya jika kamu melihat saya seperti itu, kamunya pergi bukan malah menontonya?”

“Saya sudah katakan kalau itu tidak sengaja.”

“Tidak sengaja tapi menikmati tontonan?”

“Siapa bilang saya menikmatinya.”

“Buktinya kamu lihat saya lama di dekat pintu.”

“Saya begitu karena saya shock, bukan apa-apa,” ucap Rubi gelagapan, ia mengibaskan tangan ke wajah.

Dario tersenyum culas, “Apa kamu belum pernah nonton blue film sebelumnya?”

“HAH! Yang benar aja.”

“Kamu seperti orang yang baru pertama kali melihat seperti itu. Pernah?”

“Ya pernah lah. Memang ruginya di mana? Enggak ada yang salah kan kalau wanita seperti saya nonton blue film?”

Dario tertawa, ia menatap Rubi yang tampak kesal, “Kamu pasti belum punya kekasih.”

“Sok tau. Mau saya punya pacar atau tidak, itu bukan urusan kamu.”

“I know, bukan urusan saya. Kamu mau?”

“Mau apa?”

“Sama saya?”

Rubi mengerutkkan dahi, “Maksud kamu, saya mau gituan sama kamu?” Tanya Rubi mencerna dengan bahasanya.

Dario mengangguk, “Iya, kalau mau saya bisa bawa kamu ke kamar saya, dan kita sama-sama melakukannya.”

Rubi lalu berdiri ia mengibaskan tangan ke wajahnya, mendadak suasana semakin panas, ia tidak menyangka kalau Dario begitu mesum, di dalam otak pria itu hanya selangkang4n saja,

“Hentikan otak kotormu itu! Kamu pikir saya wanita binal!”

“Saya tidak mengatakan kalau kamu binal Rubi.”

“Kamu satu-satunya laki-laki yang ngomong seperti itu kepada saya.”

“Dengar ya Tuan Dario Milan, siapapun kamu di sini. Seberapapun kekayaan kamu. Saya tidak akan tertarik dengan pria seperti kamu. Paham!”

Dario menarik tangan Rubi, tubuh Rubi kembali duduk di sofa. Dario mencondongkan tubuhnya dan lalu mengurung tubuh Rubi, otomatis tubuh Rubi meringsut di sofa. Ia menelan ludah, karena jarak Dario dan tubuhnya sangat dekat, bahkan hembusan napas itu terasa di permukaan wajahnya. Jantung Rubi maraton hebat.

Mereka sama-sama diam beberapa detik, dan saling menatap satu sama lain. Sorot mata tajam Dario menatap Rubi.

“Kamu mau apa?” Tanya Rubi gelagapan, seumur hidupnya baru kali ini ada seorang pria yang melakukan tindakan tidak sopan seperti ini kepadanya. Pertama pria itu sudah mengajaknnya tidur, lalu sekarang mengurungnya dengan cara mengintimidasi.

Harusnya ia menendang di antara kedua pahanya, paling tidak ia mendorong dengan tubuh pria itu hingga terjengkal ke belakang. Namun tubuhnya hanya bergeming seperti tidak berdaya di bawah pria itu.

“Mau tidur dengan saya?”

Rubi terdiam beberapa detik mencerna kata-kata itu dari mulut Dario. Rahang Rubi setengah terbuka, ia benar-benar shock, ini kedua kalinya pria itu mengajaknya tidur dengan cara yang sama di waktu bersamaan. Ia melihat senyum licik dari bibir pria brengsek itu,

“Kamu pikir saya Erin, yang bisa saja kamu tiduri?”

Alis Dario terangkat, “Jadi kamu tahu nama dia?”

“Saya mendengar kamu menyebut Erin di dalam kamar. Ke mana dia? Kenapa kamu tidak membawanya ke sini memperkenalkan kepada ayah kamu saat makan siang tadi.”

“Dia sudah saya suruh pulang. Tidak terlalu penting.”

Dario seketika tertawa terbahak-bahak, ia menatap Rubi yang terlihat cemas, “Kamu takut sekali ketika saya mengajak kamu tidur, padahal di luar saya banyak sekali menginginkan saya.”

“Tidak semua wanita mau sama kamu.”

“I know. Kecuali kamu.”

Wajah Rubi merah padam, ia menatap Dario dengan serius, “Kamu tenang saja, saya tidak akan membeberkan apa yang saya lihat tadi di kamar.”

“Emangnya kamu akan membeberakan dengan siapa? Ayah saya?” Dario tertawa.

“Iya.”

Dario kembali tertawa, “Ayah saya tidak akan peduli walaupun kamu membeberkannya. Karena ayah saya tahu siapa saya.”

“Jadi ayah kamu tahu, kalakuan brengsek kamu selama ini?”

“Mau saya tidur siapa, wanita mana, mau saya jungkir balik semuanya tidak apa-apa. Asal pekerjaan saya baik, tidak bertindak criminal, tidak menggunakan narkoba dan tidak merugikan siapa-siapa.”

“Kamu bangga sekali melakukan seperti itu?”

“Saya tidak bangga, namun saya tahu apa yang harus saya lakukan, selama ini masih batas wajar dan tidak berlebihan. Jika kamu mengatakan saya nakal, tidur dengan wanita sana sini. Itu karena kebutuhan biologis saya.”

“Coba kamu pikir? Wanita mana yang tidak tidur dengan saya.”

“Hanya wanita sinting yang suka dengan predator seperti kamu,” timpal Rubi.

Dario tertawa mendengar kata sinting dari bibir sensual Rubi, ia memperhatikan manik mata itu yang tampak cemas menatapnya.

“Lebih tepatnya, hanya wanita sinting yang tidak mau dengan saya. Saya tampan dan saya punya power, saya punya segalanya, sangat mudah untuk mendapatkan siapa saja. Right?”

“Kamu terlalu narsis.”

“Saya tidak narsis, itu berdasarkan fakta,” ucap Dario.

“Kamu harusnya kepiskiater periksa kejiwaan kamu.”

“Saya tidak mengidap NPD, Rubi. Jika saya NPD, saya akan periksa kejjiwaan saya sejak lama. Saya hanya kasih paham sama kamu, bersikaplah sopan kepada saya. Saya tidak pernah main-main dengan ucapan saya.”

Rubi menahan napas, ia melihat Dario masih menatapnya, “Menjauhlah dari saya,” ucap Rubi memperingati Dario agar menjauh darinya, karena sendiri gerah berhadapan dengan Dario.

Namun Dario tetap bertahan di posisinya, ia tersenyum penuh arti. Dario mengalihkan pandangannya ke arah bibir Rubi, ia saja bisa mencium bibir itu dengan paksa, tidak peduli dengan Rubi yang memberontak. Namun ia tahan, ia menyentuh bibir itu dengan jemarinya. Rubi menahan napas selama pria itu menyentuhnya, bulu kuduknya merinding. Jujur ia ingin sekali menepis jemari Dario karena sudah lancang kepadanya.

“Jangan sentuh saya,” ucap Rubi menggeram.

“Bagaimana kalau saya membungkam bibir kamu dengan bibir saya?”

Rubi menelan ludah, kali ini pria itu ingin membungkam bibirnya. Yang benar saja? Ia merasakan deru napas Dario semakin dekat, rasa hangat terasa dipermukaan wajahnya. Ia tidak tahu apa jadinya jika Dario menciumnya. Ia tidak sudi dicium oleh seorang laki-laki yang baru tidur dengan wanita lain.

“Berhentilah mengintimidasi saya,” ucap Rubi.

Dario tersenyum, “Bagaimana kalau kita melakukannya?”

“Kamu!” Mata Rubi terbelalak kaget.

“Saya penasaran bagaimana kamu mencium saya balik.”

“Jangan harap kamu bisa melakukannya.”

Dario tertawa ia menjauhi diri dari tubuh Rubi. Rubi merasa lega akhirnya Dario menjauhinya. Dario melirik Rubi, ia menaikan kakinya di atas pahanya sambil menatap kolam renang. Dario bersandar di sofa, ia menatap Rubi. Dario memanggil salah satu asisten rumah tangganya.

“Ada yang bisa saya bantu pak?”

“Tolong buatkan saya jus jeruk untuk saya dan dokter Rubi.”

“Baik pak.”

Dario memandang Rubi, ia melihat iris mata wanita itu, “Alexander yang merekrut kamu?” Tanya Dario, membuka topik pembicaraan berbeda, ia ingin tahu dari mana Alexander mendatangkan Rubi ke rumahnya.

“Bukan Alexander, tapi dokter Steven. Dokter Steven itu menantunya pak Wijaya.”

“Pak Wijaya yang punya rumah sakit itu? Punya Lipo Grup?”

“Iya. Kebetulan Dokter Steven itu sahabatnya saudara saya dokter Marco. Jadi dokter Marco merekomendasikan saya bekerja sebagai dokter pribadi di rumah ini.”

“I see. Kamu interview dengan Alexander?”

“Iya.”

“Kalau saya sakit, kamu juga merawat saya?”

“Kalau boleh tau kamu sakit apa?”

“Sekarang belum sakit, mungkin besok saya pura-pura sakit, agar kamu bisa ke kamar saya.”

“Hah!”

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel