Pustaka
Bahasa Indonesia

KENIKMATAN RUDAL CEO

61.0K · Tamat
Ayu Wandira
38
Bab
3.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Ruby akan melakukan apa pundemi menjadi dokter pribadi dari keluarga Milan yang merupakan seorangkonglomerat. Tanpa sengaja Ruby melihat seorang pria sedang melakukan hubunganintim dengan seorang wanita di dalam kamar. Ternyata pria itu adalahDario anak kedua dari keluarga Milan. Semenjak kejadian itu Ruby tampak canggungsaat bertemu Dario. Karena Dario juga mengetahui kalau iamemergokinya, namun itu tidak menghalangi Ruby tetap harus bekerja di rumah ituuntuk mencapai tujuannya. Tanpa disadari Ruby merasaterikat oleh keluarga Milan dan ia juga sudah terperangkap di dalamnya pesonaDario Milan, yang ia anggap seorang playboy kelas kakap. Tidak hanya itu iajuga berurusan dengan Erin yang merupakan pacar Dario. Hanya saja ada sesuatu yangmembuat Dario menarik dalam hidupnya yang sulit untuk diabaikan yaitu Ruby. “Kamumau jadi pacar saya?”

RomansaMetropolitanBillionaireDokterOne-night StandLove after MarriageMemanjakanWanita Cantik

BAB 1

HAPPY READING

***

Rubi sedikit terkejut mendengar suara di balik pintu kamar yang sedikit tertutup. Ia seketika tertegun ketika melewati kamar, ia tanpa sengaja menatap dua orang manusia sedang memadu kasih di dalam kamar. Ia melihat wanita sang melepaskan satu persatu pakaiannya di hadapan seorang pria yang duduk di ranjang. Ia seperti melihat adegan blue film yang ada diberbagai situs yang sering ia tonton.

Rubi menatap wanita itu membuka resleting belakang punggungnya, saat itu sepasang kilatan mata pria itu seolah ingin menelanj4nginya. Kancing kemeja si pria sudah terbuka setengah badan, menunjukkan dadanya yang berkilat karena keringat.

Kemudian pria itu berdiri dan mendorong mendorong tubuh wanita itu ke ranjang. Si wanita tidak mengelak, justru pasrah dan membiarkan pria itu menindihnya. Rubi yang melihat itu nyaris keringat dingin, ia terus melihat dua insan itu sedang bercumbu. Ia hanya bisa menelan ludah, jantungnya berdegup kencag, melihat adegan itu.

Rubi yang selama ini hidup sendiri, ia tentu di mana ada saat saat ia mengingikan melakukannya. Apalagi sedang menjelang datang bulan, keinginan itu pasti ada. Kalau ada wanita yang nonton film blue itu, baginya itu sangat normal. Dirinya juga manusia biasa, kadang ada sebab menterigger dirinya untuk menonton film ini. Bertahun-tahun hidup sendiri pasti ada keinginan untuk melampiaskan.

“Erin,” bisik si pria yang tampak berantakan, deru napasnya terdengar di telinganya Rubi.

Rubi melihat si pria kini sudah menindih tubuh si wanita, kening mereka menempel satu sama lain, “Harusnya kamu tidak datang ke sini,” bisik pria itu pelan.

“Aku sedang kacau, Dar,” ucap wanita itu sambil mendes4h.

“Kacau kerjaan?” Bisiknya lagi sambil menciumi leher si wanita.

“Iya, aku pusing dengan kerjaan,” des4h si wanita.

“Aku butuh kamu, Dar,” ucapnya lagi, sambil memejamkan mata menikmati ciuman si pria.

Si pria membelai anak rambut wanita bernama Erin itu secara perlahan, seraya menciumnya dengan lembut. Si wanita memejamkan mata menikmati sentuhan si pria sambil mengerang. Lalu mencurukkan wajahnya di leher. Napas mereka terdengar tidak beraturan, bibir mereka saling berpangutan satu sama lain, saling menjilat dibagian ujung lidah. Erang4n lolos pada bibir si wanita, karena si pria sudah menemukan titik terlemah si wanita.

Rubi melihat lekuk tubuh pria itu sudah menginvansi tubuh si wanita. Ia memperhatikan secara intens lekuk tubuh si pria, dia memiliki tubuh yang sempurna. Dadanya bidang, otot bisepnya terlihat kokoh, mengurung si wanita.

Melihat adegan itu ia lupa bagaimana caranya bernapas. Si pria mulai menurunkan bra yang wanita itu kenakan, kini tubuh si wanita mulai terekspose bukit kembarnya terlihat. Kedua sepasang kekasih itu sudah sama-sama kehilangan logika.

Lalu dilanjutkan dengan kegiatan mereka ke tingkat yang lebih jauh. Si pria mulai melepaskan pakaiannya sendiri, menikmati tatapan mendamba tubuh si wanita. Si pria mulai melepaskan kancing kemejanya satu persatu. Tangan kiri sip ria mulai berada di dalam celana si wanita

Wanita itu terlihat terkesiap ketika sip ria mulai menyentuh bagian intim. Kedua paha wanita itu terbuka lebar secara menantang. Satu tangan si pria memegang kedua tangan si wanita ke atas. Keduanya terlihat akan sarat yang tidak terbendung, dan tangan si pria mulai menekan dan memompa bagian intim dengan tangannya.

Des4han terdengar dari mulut si wanita, si pria mulai bergerak dengan hentakan cepat dan kuat. Sambil menunduk mencium perut rata si wanita, memainkan lidahnya di ujung, lidahnya bergerak seperti vibrat0r. Si wanita menggelinjang dan mendes4h dengan hebatnya.

Pria itu kini meninggalkan selubung gair4h si wanita, si pria menjilati tangannya. Sedetik kemudian, sorot mata tajam itu mengarah kepadanya, mereka beradu pandang. Tatapan pria itu seolah mengatakan “I saw you” Rubi sekarang seperti seseorang tertangkap basah.

Rubi bergegas pergi menjauh secepatnya. Sial, ia tidak pernah sekalipun dalam seumur hidupnya melihat adegan orang sedang bercmbu secara live seperti ini. Rubi lalu buru-buru menghindari kamar itu dan lalu melangkah menuju lantai bawah. Siapa pria itu? Apa ada hubungannya dengan pak Peter Milan? Apa pria itu anaknya? Setahu dirinya kemarin ajudan pak Peter mengatakan kalau pak Peter memiliki anak tiga, pertama Alexander Milan yang beberapa bulan lalu menikah dengan dengan seorang wanita bernama Bianca. Kedua Dario Milan katanya dia dari New York lalu tinggal di Jakarta sekarang bertugas mengerjakan kerjaan pak Peter Milan yang sudah pensiun kerja. Ketiga anaknya bernama Malvyn Milan katanya kembali di New York. Satu-satunya pria yang menurut pemikirannya bahwa pria itu adalan Dario Milan. Karena Alexander tidak tinggal di rumah megah ini.

Ia sangat yakin kalau dia adalah Dario. Kenapa bercinta dalam keadaan pintu setengah terbuka? Kenapa dia melakukan siang-siang seperti ini? Apa dia sudah tidak memiliki privasi? Semua orang memiliki kemungkinan akan melihatnya, baik itu staff, pak Peter, ataupun asisten rumah tangga.

Rubi berusaha setenang mungkin ia meneruskan langkahnya. Ia mengelus dada menahan debaran jantungnya. Sialnya tadi pria itu menatapnya balik dari kejauhan. Rubi bergegas lalu menghampiri seorang asisten rumah tangga yang sedang membersihkan kaca di dekat kolam. Wanita itu tersenyum kepadanya

“Dokter Rubi. Sudah bertemu sama pak Peter?” Tanya wanita itu.

“Belum. Bapak di mana ya, bi?” Tanya Rubi, jujur ia kesasar di rumah ini karena rumahnya terlalu besar.

“Tadi, bibi lihat ada di ruang perpustakaan bu.”

“Perpustakaanya di mana? Soalnya tadi saya nyasar,” ucap Rubi, karena rumah pak Peter seperti hotel bintang lima.

Jujur kemarin, pertama kali ia menginjakan kaki ke rumah ini, satu kata yang ada di dalam pikirannya yaitu mewah. Rumah ini memiliki kolam renang yang sangat luas, di area kolam ditumbuhi pohon-pohon besar sehingga membuat rumah begitu sejuk.

Di rumah ini ada koridor yang menghubungkan dari bangunan satu ke bangunan yang lain, di dominasi warna putih dan pilar-pilar yang besar layaknya istana. Suasana rumahnya begitu asri dengan banyak pepohonan di berbagai area, terlihat sangat hijau dan memanjakan mata. Segala sisi rumah ini mewah, kesan megah terasa kental. Asisten rumah tanggal tidak hanya satu, tapi banyak.

Sederet lukisan mahal terpajang di rumah katanya memiliki harga yang sangat fantastis. Rumah ini juga dipenuhi oleh marmer yang cantik. Rumah ini juga banyak jendela kaca besar yang memberikan penerangan alami rumah. Jika tidak bertanya dengan staff mungkin ia akan tetap kesasar entah ke mana.

“Bu dokter lurus saja, nanti ada koridor penghubung, bangunan di samping inilah perpustakaan bapak.”

“Jadi saya lurus saja?”

“Iya, dok. Apa mau saya antar?”

Rubi menarik napas, ia tersenyum, “Enggak usah. Saya perlu jalan lurus saja kan.”

“Iya, bu benar.”

“Baik, terima kasih,” ucap Rubi, ia melangkahkan kakinya menuju koridor, dan ia masih terjebak di memori panas antara dirinya dan dua insan yang ada di dalam kamar itu. Pikiran itu seolah tidak bisa lari dalam pikirannya. Sial! Kenapa mereka melakukan itu di sini?

Rubi membuang jauh-jauh pikirannya, ia melangkah cepat menuju koridor. Ia berusaha setenang mungkin dan ia berharap bahwa ia tidak bertemu dengan laki-laki itu selama ia bekerja di rumah ini. Rubi menghela napas, ia berjalan cepat menuju pintu utama, ia melihat ke samping menatap kolam renang yang tampak tenang. Angin berhembus mengenai wajahnya, ia melihat pintu ruangan itu terbuka, ia melangkah masuk ke dalam mencari keberadaan pak Peter.

Langkah Rubi terhenti, ia menatap pak Peter sedang duduk di sana. Ia melangkah mendekati pria itu, dan pria itu menyadari kehadirannya.

“Selamat siang pak Peter,” sapa Rubi.

“Selamat siang juga dokter Rubi,” ucap Peter.

“Bagaimana kabar bapak hari ini?” Tanya Rubi.

“Baik dok.”

“Sudah di minum obatnya?” Tanya Rubi mencoba mengingatkan.

“Belum, apa ini sudah jam makan siang?” Tanya Peter.

Rubi melihat jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 12.10 menit, “Jam segini bisa dikatakan sudah masuk jam makan siang,” ucap Rubi.

“Ah, ya saya hampir lupa. Terima kasih sudah mengingatkan saya.”

“Sama-sama pak.”

“Dokter Rubi pasti belum makan siang kan? Kita makan sama-sama kalau begitu. Mau temani saya makan?”

Rubi tersenyum dan mengangguk, “Baik pak.”

Rubi menyeimbangi langkah pak Peter, mereka keluar dari ruangan menuju ke ruang makan. Pak Peter melirik dokter Rubi yang ada di sampingnya. Wanita muda itu adalah dokter yang dipilih langsung oleh Alexander untuk merawatnya. Dokter pribadinya adalah seorang dokter umum, kenapa mereka memilih dokter umum, karena dokter umum mengetahui segala penyakit yang umum. Yang paling penting tentu bahwa dokter umum mengetahui sejak awal untuk pemeriksaan spesialistik, sehingga referral ke spesialis tidak dilakukan setelah parah. Karena semakin parah maka semakin susah untuk sembuh. Di sini kuncinya adalah gejala.

“Tadi pak Peter ke perpustakaan baca buku apa?” Tanya Rubi membuka topik pembicaraan.

“Tadi saya tidak baca buku, hanya melihat-lihat foto almarhum istri saya.”

Rubi melirik pak Peter, “Ibu pasti waktu mudanya cantik sekali.”

Peter tertawa, ia lalu mengangguk, “Iya sangat cantik, hingga saat ini tidak ada seorang wanitapun seperti dia.”

“Bapak merindukan istri bapak?”

Peter mengangguk, “Iya, sedikit. Oleh sebab itu saya ke ruangan favorite istri saya.”

“Pasti dia sangat cerdas, hingga perpustakaan menjadi tempat favorite dia.”

Peter mengangguk, “Iya, dia sangat cerdas. Kalau saya ada masalah perusahaan, orang pertama yang saya ceritakan adalah istri saya. Dia pintar memberikan solusi dan tahu apa yang saya butuhkan.”

Rubi mengerti bagaimana keadaan pak Peter. Pria itu pasti sangat kehilangan istrinya, ia tidak bertanya lebih lanjut, kini mereka sudah berada di ruang makan. Rubi melihat staff dapur sedang menyiapkan makanan di atas meja, makanan itu sudah diatur oleh ahli gizi untuk kesehatan pak Peter.

“Bi,” ucap pak Peter kepada salah satu asisten rumah tangganya.

“Iya, pak.”

“Dario sudah pulangkan?”

“Sudah pak.”

“Tolong panggil ke sini, kita makan siang sama-sama.”

“Baik pak.”

Jantung Rubi berdegup kencang ketika mendengar Peter menyebut nama Dario. Oh God, apa yang harus ia lakukan jika bertemu dengan laki-laki itu? Ia masih ingat jelas bahwa sorot mata tajam itu menatapnya di balik pintu. Jujur ada perasaan resah dan gelisah dihatinya.

Padahal tadi ia berharap bahwa ia tidak akan bertemu dengannya, kenapa justru bertemu dengannya di sini. Apa yang harus ia lakukan setelah ini? Bagaimana berkenalan dengannya seseorang yang telah memergokinya?

***