Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PART 7

Tertidur setengah sadar berusaha tidur dengan nyenyak biarpun mata masih terpejam, tetapi tetap tidak bisa membuatnya tertidur dengan tenang. Kening mulai mengernyit saat merasakan sakit pada tubuhnya seperti gigitan gemas, hal itu Fani rasakan berkali-kali sampai terakhir ini yang sakitnya menimbulkan perih.

Akhirnya, membuat Fani tidak tahan lagi membuka mata langsung menundukkan kepala ingin mengetahui siapa yang telah berbuat menyakitkan seperti itu. Barulah mengetahui penyebab yang membuatnya kesakitan sepanjang malam terutama pada bagian-bagian jemarinya.

Pelakunya tak lain yakni suaminya sendiri. Fani baru ingat bahwa sebelum mereka terlelap tidur bersama, suaminya itu gemas ingin menggigit. Fani mengizinkan asalkan suaminya itu terlelap tidur, kalau suaminya sudah terlelap pulas itu bakalan menjadi ketenangan untuk Fani.

Abas bertingkah manja dan sangat seperti anak kecil, Abas sendiri tanpa sadar tidur mengiler saat Fani membenarkan kepalanya sedikit tegak supaya nyaman, tidak terus-terusan menyamping, tidak di sengaja tangannya malah merasakan sesuatu yang basah di subut bibir suaminya itu sampai terdapat cetakan basah di sarung bantal.

Fani hanya menghela napas secara pelan melihat kelakuan Abas yang terkadang kelewatan manja selalu minta kelon setiap mau tidur, dan itu harus Fani lakukan menidurkan suaminya terlebih dahulu. Terkadang juga, suaminya itu lebih suka menyendiri terdiam termenung membuat Fani khawatir kepadanya.

Setiap kali mas Abas kedapatan diam menyendiri, Fani segera menghampiri mengajaknya bermain mainan yang suaminya koleksi atau menyetelkan televisi menonton film kartun kesukaannya. Tentu saja bermaksud untuk membuat Abas tidak termenung sendirian, lebih baik seperti itu.

Fani juga mengingat pembicaraan mereka berdua tadi malam, mengingat suaminya ingin memiliki dede bayi dan mulai melontarkan pertanyan-pertanyaan yang membuat Fani kesusahan untuk menjawabnya. Fani kesusahan tidak bisa menjawab, karena menurutnya sekarang bukan saat yang tepat memikirkan anak, dia ingin menyembuhkan suaminya terlebih dahulu sampai ingatannya pulih bersama sindrom tersebut hilang.

Sebenarnya, Fani juga tidak ingin menunda momongan, jujur saja dirinya juga ingin sekali segera mengandung serta melahirkan secara normal seperti Ibu kebanyakan. Tetapi, tidak ada yang tahu akan nasip seseorang, jika Fani mendapatkan suami yang di mata orang lain seperti mengasuh bayi besar, harus lebih bisa belajar bersyukur menghadapi kehidupan pernikahan serta lebih bersabar menghadapi tingkah mas Abas.

Abas meminta bayi begitu antusias dan bertanya bagaimana bayi itu bisa datang masuk kedalam perut. Fani beralih mengalihkan pembicaraan menyuruh suaminya itu tidur sambil menyusu dan untungnya mas Abas terkecoh mau menurut, membiarkan sesukanya saja yang terpenting tidak membahas bayi lantaran dalam diam membuat perasaannya sedih.

***

Menjelang matahari terbit. Fani selalu bangun lebih awal dari orang rumah, saat terbangun tidak mudah untuknya bisa terlepas pelukan dari suaminya, kalau sudah bangun bakan membuatnya kesushan tidak dapat bekerja.

Beruntung sekali hari ini dapat berhasil melepaskan diri dari suaminya, sebelum bangun tidak lupa menyelimuti tubuhnya supaya tetap hangat dan nyaman.

Fani mengambil handuk lalu melangkah masuk kedalam kamar mandi menyegarkan tubuhnya biar merasa segar dan selesai mandi dia berpakaian santai langsungan supaya nyaman saat bergerak. Sebelum keluar kamar, Fani sempat memantau dari jauh melihat bahwa mas Abas masih tertidur pulas sembati memeluk guling, sepertinya tidak sadar bahwa yang suaminya peluk bukanlah dirinya.

Merasa aman, setelah itu memilih keluar kamar berniat membantu Rosidah pasti sudah bekerja di dapur menyiapkan sarapan. Berada di dapur, Fani menemukan banyak sekali barang belanjaan di meja makan, ternyata Rosidah baru saja datang dari belanja ke pasar.

“Banyak sekali belanjaannya, Bu?” Fani melihat-lihat apa saja isi dari beberapa kantong pelastik tersebut, terdapat daging sapi beserta daging ayam dan tidak melupakan rempah-rempah bahan keperluan lainnya.

“Iya mbak, hari ini Ibu ada kedatangan tamu penting, jadi disuruh masak masakan mewah” kata Rosidah memberitahukan kepada Fani baru teringat bahwa hari ini dia harus berada dalam kamar bersama mas Abas.

“Kira-kira tamu penting siapa ya, Bu?” tanyanya hanya penasaran.

“Wah!, untuk itu Ibu juga tidak tahu siapa tamu Ibu. Nanti kita lihat saja," senyum Rosidah berkata jujur tidak tahu tamu manjikannya yang akan kemari.

Fani juga sebenarnya tidak ingin terlalu ikut campur urusan tamu Ibu mertuanya, tetapi jika itu menyangkut tentang suaminya dia terpaksa dengan harus mengetahui dan jangan sampai ketinggalan informasi. Sampai saat ini dan detik ini, dirinya selalu mencoba berfikir positive membuang pikiran yang buruk di dalam otaknya tentang Ibu mertuanya.

Dari pada menerka yang tidak menentu. Fani memilih membantu Rosidah masak untuk menyiapkan sarapan bersama masakan untuk tamu Ibu mertuanya.

Tiba-tiba saja terlintas sesuatu saat Fani sedang mengkupas kentang. Fani berfikir bahwa seharusnya Abas itu memiliki handphone, tidak mungkin juga bukan suaminya tidak memiliki alat cangih tersebut di zaman modern ini. Bodohnya tidak memikirkan sejak kemarin tentang itu.

Kemungkinan besar semua informasi ada didalam pesan atau kontak yang sering suaminya hubungi, itu memberikan tanda untuknya supaya bisa tahu kemana tujuan suaminya malam kecelakaan itu. Segera saja mencuci bersih kedua tangannya dan langsung meninggalkan Rosidah keheranan melihatnya.

Fani masuk dalam kamar menutup pintunya secara rapat, melangkah dengan hati-hati menuju ranjang dimana mas Abas masih tertidur dengan posisi yang berbeda yaitu terlentang dengan kepala miring menghadap jendela kamar.

Kesempatan emas, suaminya masih tertidur pulas segera saja Fani mulai mencari secara telaten di mana handphone suaminya itu berharap menemukannya. Hampir penjuru ruangan kamar tidak menemukan benda tersebut, tetapi tidak membuat Fani menyerah begitu saja kembali mencari, bahkan yang katanya mas Abas itu bekerja di kantoran seharusnya mempunyai laptop-- benda itu juga tidak ada sama sekali, nihil.

Hanya mendapatkan kelelahan.

Fani berkacak pinggang dengan sedikit lelah sembari melihat dengan saksama sekeliling tempat yang sudah dia bongkar, tetap tidak menemukannya. Menghela nafas perlahan dan menatap sendu kearah suaminya, berjanji akan membantunya sampai ingatan suaminya pulih, entah itu kapan pasti semuanya akan terbongkar secara perlahan.

Sama sekali tidak membuahkan hasil. Fani keluar kamar dan melanglah menuju teras depan, tak sengaja bertemu dengan Sahron kelihatan penuh lela, tetapi anak bujang itu masih bisa tersenyum ramah menyapanya.

“Baru pulang, Sahron?” sapaan Fani menatap wajahnya yang penat.

“Iya mbak, tadi malam menginap di Apartemen teman. Kita lagi mendiskusikan materi tugas kuliah,”

“Oh begitu, apa mbak boleh tanya sesuatu dengan kamu?” tanya Fani sambil meminta izin kepada Sahron.

Sahron tentu saja mengangguk perbolehkan.

“Mbak mau tanya apa?”

Mendadak saja Fani tidak nyaman bertanya kepada Sahron, tetapi mungkin Sahron mengetahui dimana mas Abas menyimpan handphone miliknya. Bukankah selama ini yang paling dekat dengan suaminya ialah Sahron.

“Itu..., mbak mau tanya kalau kamu itu tahu tidak di mana handpone kangmas kamu?” langsung saja bertanya memberanikan diri, melihat Sahron seketika mengernyit.

“Kalau itu handphone mas Abas ikut meledak terbakar bersama mobil-nya saat tabrakan itu, kalau mbak tidak percaya aku masih ada photo gambar mas Abas saat kecelakaan, begitu sangat parah.” jelas Sahron ingin memberikan bukti jikalau kakak iparnya ini tidak percaya akan kecelakaan tersebut.

“Lalu, bagaimana orang bisa tahu kalau yang kecelakaan itu adalah mas Abas?” nah, itu yang masih menyanggal di dalam benak dirinya.

“Kecelakaan itu mas Abas beruntung membawa dompet yang berada di saku depan celananya, di dalam dompet mas Abas terdapat beberapa kartu penting yang tertera identitasnya secara lengkap. Itu membantu memudahkan pihak polisi mengetahui bahwa itu adalah Abas,”

Sahron menjeda sebentar sebelum kembali berkata.

“Seorang bapak berumur menyelamatkan nyawa mas Abas saat kecelaan itu, beliau bersaksi bahwa setelah mendengar suara hantaman keras, beliau melihat bagian depan mobil mengeluarkan asap lalu di susul percikan api, ”

“Bapak itu menyelamatkan maut kematian Abas, dengan berani mengeluarkan Abas yang sudah tidak sadarkan diri dengan kepala bocor dibagian belakang dan lengan yang terhimpit kursi. Itu bisa saja membuat lengan mas Abas patah, tetapi sepertinya sang maha kuasa masih berbaik hati memberikan mas Abas nyawa beserta tubuh yang utuh, hanya saja pikirannya dibersihkan layaknya kembali seperti anak kecil.” Sahron bercerita panjang lebar menggambarkan kejadian yang di alami kangmas kepada Istrinya itu, begitu tertegun mendengarnya.

Fani terdiam menunduk menarik nafas, dia tidak bisa membayangkan kecelakaan serius tersebut yang bisa saja meregang nyawa suaminya. Fani beryukur sekali bahwa suaminya bisa sembuh dan terbangun dari koma, tetapi bagian terakhir yang dikatakan Sahron penyakit sindrom tersebut yang diderita suaminya bakalan susah untuk bisa sembuh.

“Mbak jangan memikirkan apapun, Sahron hanya ingin mbak Fani selalu sehat dan dengan begitu bisa menemani mas Abas, karena dia kelihatan sekali kesepian. Aku tidak selalu bisa menemani mas Abas, karena aku harus kuliah, tetapi setelah ada mbak Fani sepertinya mas Abas menjadi berubah secara perlahan dari kepribadian buruknya.” Sahron tersenyum menyemangati Fani membalasnya tersenyum juga.

Fani menolehkan pandangan kebelakang tubuh Sahron, dari luar jalanan dia melihat rumah tetangga bagian kiri nomer empat memasang tenda biru berfikir mungkin ada acara nikahan.

“Ada acara nikahan di sana?” tanya Fani masih melihat tenda tersebut.

Sahron ikut menoleh apa yang dilihat oleh Fani dan lalu menggeleng pelan. “Bukan mbak, acara khitanan anak Ibu wulan paling bungsu.”

Fani hanya mengangguk mengerti, setelah itu dia menyuruh Sahron untuk masuk dan beristirahat. Sahron berpamitan keatas meninggalkan Fani baru juga ingin masuk kedalam kamar ingin menemui mas Abas, dia dipanggil dengan Salma menyuruhnya untuk menghampiri.

“Inggih, bu?” hadapnya dengan sopan. Ibu mertuanya itu berpenampilan cantik dan sudah rapi, mungkin sudah siap untuk menyambut tamu penting yang akan datang kemari.

“Sebentar lagi tamu-tamu Ibu mau datang, kamu sediakan dulu makanan untuk suamimu supaya tidak keluar kamar.” suruh Salma tanpa menatap kearah menantunya mengangguk mengerti.

Dengan begitu segera saja Fani menyiapkan makanan untuk suaminya kemudian membawa beberapa makanan ringan juga masuk kedalam kamar.

Saat melewati Salma yang berada di ruang tengah. Fani mendengar bahwa Salma berbicara kepada seseorang lewat via suara, terlihat dari raut wajahnya penuh kekhawatiran dan menyebutkan nama Farhan dalam percakapan tersebut. Mendengar bahwa Salma menyuruh Farhan untuk segera pulang dan beristirahat.

Fani menduga dengan yakin bahwa Ibu mertuanya sedang berbicara kepada Farhan, mendengar itu sebenarnya ada juga perasaan cemas kepada mantan calon suaminya itu yang tidak ada kabar hari ini. Semenjak tinggal bersama dalam satu rumah, Fani melihat tubuh Farhan seperti tidak terurus, matanya cekung seperti kurang tidur ditambah dia suka keluar malam hari tanpa ada berpamitan kepada Ibunya Salma kemana tujuannya.

Fani membawa nampan berisi penuh makanan hanya khusus untuk Abas membawanya dengan perasaan gundah sambil memikirkan keadaan Farhan diluar sana, berharap Farhan segera pulang kerumah dan memang benar mereka masih saling mencintai, tetapi Fani tidak ingin berselingkuh dalam berumah tangga.

Bukan takut ketahuan oleh manusia jika mereka masih berhubungan, melainkan kepada sang maha pencipta selalu melihat kapanpun perbuatan umatnya dan mencatat perilaku buruk beserta baik dalam bukunya.

Fani menarik nafas secara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, mencoba tetap tegar persoalan ini bukanlah saat pertama kali, tetapi sudah hampir 2 minggu dia menikah bersama Abas membuatnya semakin terbiasa berhadapan bersama Farhan.

Bagaimana dengan perasan, perasaan cinta itu masih ada. Hanya saja perasaan itu lebih baik terkubur dalam-dalam menyimpannya secara rapat tidak ada seorang yang mengetahui, memilih membuka lembaran baru untuk suaminya.

Fani yakin pada suatu saat nanti, dirinya bisa jatuh cinta kepada suaminya Abas.

***

Farhan tiba sampai di rumah pukul 15.40. Farhan keluar dari dalam mobil dengan tatapan menyorotkan kebencian terhadap siapapun, wajahnya yang tampan terlihat dingin melangkah masuk dalam rumah.

Kemarahan Farhan harus tertahan, mengetahui Ibunya sedang kedatangan tamu dan tatapan mereka langsung mengarah kepadanya yang masih berdiri dekat pintu depan.

Semuanya memandang kepada Farhan, tetapi ada satu wanita yang sedari tadi menunduk terlihat tidak berani melihat kearahnya. Farhan mencoba melunak bersabar memamerkan senyuman menawan untuk mereka semua dan dengan begitu Salma terlihat bahagia akan reaksi anak keduanya.

“Kamu habis dari mana?” tanya Salma kepada Farhan meminta putranya itu untuk duduk di sebelahnya. Farhan menurut duduk di samping Ibunya dan masih tersenyum ramah.

“Ada urusan di luar.” singkatnya.

“Nah, Ibu Kia dan Bapak Liam. Perkenalkan, ini putra kedua saya. Farhan Gee Jowandaru.” kata sang Ibu memperkenalkan Farhan dengan tersenyum bangga kepada tamunya.

“Bagaimana Rossa?, coba kamu lihat calon suami kamu itu. Tampan dan beribawa sekali,”

Ibu Kia memuji kesopanan Farhan seraya menyuruh putri bungsunya itu untuk melihat secara jelas ketampanan Farhan. Rossa terlalu pemalu tidak berani hanya tersenyum samar.

Perkataan Ibu Kia membuat Farhan terkejut bukan main, matanya terbelalak tetapi hanya sebentar mencoba tetap tenang. Sama sekali tidak percaya bahwa sekarang dirinya terjebak dalam acara perjodohan seperti zaman orang tua terdahulu.

Farhan menoleh menatap sang Ibu, tatapannya menajam dan jika tidak ada orang disini dia bisa saja meledak-ledak melampiaskan amarahnya. Apa Ibunya tidak memiliki perasaan bahwa dia masih mencintai Fani dan bahkan susah untuk melupakan malah menjodohkannya dengan wanita yang tidak jelas siapa itu Farhan tidak ingin mengetahuinya.

"Farhan, kamu mau bukan mengajak Rossa kebelakang supaya kalian saling berkenalan.” suruh Salma tersenyum, sama sekali tidak memperdulikan tatapan amarah Farhan.

Dengan terpaksa, akhirnya Farhan bangkit dari duduk dan barulah Rossa mendongak mengerjapkan mata karena takjub dengan tinggi tubuh Farhan.

“Ikuti saya.” Farhan berjalan duluan meninggalkan Rossa yang melangkah berada di belakangnya sembari melihat punggung Farhan.

Farhan memberhentikan langkah tepat di belakang kolam renang, mereka berdua saling bertatapan. Farhan mendengkus kasar memasukkan tangannya di satu saku celana, sembari tiada henti melihat wajah Rossa yang terus saja menunduk dan bahkan rambutnya yang panjang menutupi wajahnya tidak kelihatan, pandangan Farhan berubah lantaran dirinya lebih mirip seperti KUNTILANAK kalau menunduk seperti itu.

“Siapa nama kamu?” tanya Farhan membuka obrolan.

"Rossa, mas" jawabnya bersuara kecil, beruntung masih bisa di dengar oleh Farhan.

"Tidak sopan jika berbicara tidak menatap lawan bicaranya" sindir Farhan segera saja Rossa mendongakkan kepala menampakkan wajahnya secara jelas membuat Farhan terdiam.

Wajahnya lumayan cantik, hidungnya tidak terlalu pesek dan kulitnya kecokelatan sama seperti Fani. Yang membuatnya kelihatan bertambah manis, Rossa memiliki dua lesung pipit di kedua pipinya. Jika dibandingkan dengan Fani, tentu saja masih cantikan Fani selalu tampil natural tidak sepertinya yang berdandan sangat heboh

“Mas langsung saja, tolong katakan kepada kedua orang tuamu bahwa mas ini sudah memiliki kekasih dan mas sedang berusaha menuju meminangnya.” Farhan berkata tegas dan begitu serius menjelaskan kepada Rossa, seharusnya wanita itu sudah tahu bahwa dari kalimat tersebut Farhan menolak perjodohan kedua orang tua mereka.

“Aa-- aaku jelek iya, mas?” terbata-bata Rossa memberanikan diri menanyakan kepada Farhan tentang penampilannya, ternyata pria itu menggelengkan kepala dan berjalan mendekat tanpa terduga tangan lelaki tersebut menyentuh dagu Rossa mengangkat dagunya keatas sehingga bertatapan lumayan dekat, membuat Rossa mendadak melemas dengan jantung berdebar sebab baru pertama kali ini bertatapan bersama lelaki tampan dengan jarak dekat.

"Kamu itu manis, cuman kemanisan kamu bakalan berkurang kalau kamu terlalu banyak merias wajah kamu." setelah mengatakan kalimat pujian tersebut kepada Rossa. Farhan tersenyum menawan sembari melepaskan tangannya dari dagu Rossa masih terdiam terhipnotis akan ketampanan Farhan.

Pipinya merona setelah mendengar pengakuan dari Farhan dan Rossa mengangguk semangat bakalan menjelaskam kepada Ibu dan bapaknya. Rosa senyum-senyum sendiri meninggalkan Farhan, dirinya hendak kembali menghampiri Ibunya tidak bersama Farhan masih berada di sana.

Rossa dalam keadaan seperti jatuh cinta, melangkah perlahan dan saat ingin melintasi kamar kedua dimana dia tidak pernah berfikir lain selain Farhan pada saat itu. Tiba-tiba saja pintu kamar tersebut terbuka secara lebar, kedua mata polos itu melebar mendapatkan sesuatu pemandangan yang tidak pernah terduga dalam hidupnya, pada akhirnya Rossa terjatuh pingsan melihat Abas berdiri di depan pintu hanya memakai celana dalam memperlihatkan sesuatu yang menonjol diselangkangan.

Abas masih berdiri terdiam diambang pintu tidak ada melakukan penolongan apapun, melainkan melihat dengan santai Rossa terjatuh pingsan dihadapannya.

Mendengar ada suara dari dalam, Farhan bergegas menghampiri mendapati Rossa sudah tergeletak di lantai tidak sadarkan diri. Bukannya langsung membantu sadarkan Rossa, Farhan malah terdiam lebih terkejut dengan tubuh menegang menoleh menatap kearah wanitanya baru saja keluar segera membantu Rossa.

Farhan terperangah lantaran Fani sedang dalam keadaan berkemban dan rambutnya basah, sedangkan Abas hanya memakai dalaman. Itu membuatnya berfikir keras, bahwa tidak mungkin berprasangka mereka berdua baru selesai melakukan hubungan suami-istri.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel