Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PART 6

Malam hari, suara deringan handphone membuat Anjani mengerjap terbangun segera mengeluarkan handphone jadulnya dari dalam laci nakas sebelah tempat tidur.

Anjani duduk tepian ranjang sembari melirik kearah Pandhu, sehabis makan malam suaminya mengajaknya masuk kamar minta kelon dan sekarang sudah terlelap tidur. Anjani turun dari tempat tidur menerima panggilan masuk dari Ibunya, Kinan.

Anjani duduk di kursi taman halaman belakang, sembari mengeratkan pakaian tidurnya lantaran merasakan udara malam berasa dingin.

"Assalammualaikum, nduk?" suara Ibunya terdengar lembut, membuat Anjani merindukan beliau dan beruntung mereka masih bisa saling berkomunikasi.

"Wallaikumsallam, Bu. Ibu dan bapak apa kabar?"

"Baik, nduk. Kamu juga dan sekeluarga apa kabar disana?, kamu sehat-sehat 'kan?" terdengar nada cemas dari Ibunya.

Anjani tersenyum kecil. "Baik juga, inggih aku sehat. Ibu tumben sekali malam-malam begini hubungi aku?" tanya Anjani penasaran, dia takut Ibunya memberikan kabar kalau kesehatan bapaknya menurun.

"Ibu hanya mencemaskan keadaan kamu beberapa hari kemarin, perasaan Ibu tidak nyaman, makanya kali ini ada waktu Ibu menghubungi kamu karena baru isi pulsa tadi sehabis magrib,"

Anjani terdiam sejenak, mungkinkah Ibunya mempunyai firasat bahwa putri semata wayangnya ini tidak bahagia tinggal dikeluarga Rachmanu. Anjani mencoba lebih tegar dan menghela napas.

"Itu mungkin hanya perasaan Ibu saja, aku bahagia disini, semuanya menyayangiku dan begitupun mas Pandhu, suamiku selalu memanjakanku" sambil tertawa kecil dalam kebohongan terbesar Anjani, bibirnya bahkan bergetar saat berkata dan ini adalah kebohongan pertama membohongi Ibu sendiri.

Ibunya Kinan disana terdengar bernapas lega. "Syukurlah nduk, ternyata nasibmu sesuai apa yang Ibu dan Bapak harapkan. Ibu ingin kamu bahagia, jangan cemaskan keadaan kami dan pesan Ibu layani suami kamu dengan baik. Tunjukkan kepada keluarga suamimu bahwa kamu putri Ibu dan bapak terlahir sopan santun dan tidak berlebihan. Ibu menyayangi kamu, kamu dengar Ibu, nduk?"

Anjani mengangguk sembari sedari tadi menahan isak tangisnya, air matanya menetes dan tangannya menyentuh dadanya sendiri. Pikirannya kacau, mau sampai kapan berbohong kepada orang tua sendiri. Itu membuat Anjani tambah berdosa setiap kali Ibunya menghubunginya menanyakan kabarnya.

"A-aku juga menyayangi Ibu dan Bapak, Ibu dan Bapak jaga kesehatan dan jangan sungkan hubungi aku kalau ada masalah. Kalau begitu aku tutup panggilan dulu, Bu. Ibu istirahatlah."

Anjani memutuskan panggilan, setelah itu dia menangis seorang diri tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Anjani tidak tahu harus bagaimana, semuanya seakan semakin menyusahkan keadaannya. Lain sisi Eyang sudah menginginkannya cicit, sedangkan Mas Pandhu ternyata tidak ingin kehadiran anak dan mengatakan lebih nyaman hanya berdua bersamanya, lalu ditambah Ibunya sendiri yang masih belum mengetahui nasipnya disini.

Anjani hanya bisa menangis sembari memeluk tubuh sendiri, dia hanya bisa meminta bantuan kepada sang maha kuasa dan selalu kepadanya. Anjani memohon bantuan, memohon memberikan kehidupan jalan rumah tangganya yang harmonis seperti pasangan lain, pertengkaran kecil itu memang biasa tetapi yang didalam kehidupan rumah tangga Anjani ini sangat membebani pikiran.

"Anjani?"

Suara dari belakang tubuhnya membuat Anjani terkejut, tangannya segera menerka air matanya dan memejamkan mata sejenak. Anjani mengetahui suara serak basah itu, siapa lagi jika bukan suara suaminya Mas Pandhu.

Anjani berdiri dan berbalik badan menghadap Pandhu, tatapan Pandhu turun menatap genggamannya tangan Anjani yang memegang handphone jadulnya.

"Siapa nelfon kamu malam-malam?" Pandhu mulai curiga dan tatapannya berubah menyelidik, melangkah mendekati Istrinya.

Anjani tersenyum menanggapi pertanyaan curiga suaminya. "Ibu aku Mas, Ibu hanya menanyakan kabar. Mas, kenapa bangun?" tangan Anjani terulur menyentuh lembut pipi tirus dan rahang tegas suaminya.

Pandhu langsung memeluk tubuh Anjani bergerak manja seraya mencium pundak Istrinya. "Mas tidak bisa tidur tanpa kamu." kata Pandhu memberitahukan kenyataannya kepada Anjani.

Kemana Anjani pergi, Pandhu bakalan mengikuti selagi dia tidak bekerja Anjani selalu bersamanya dan itu membuat Pandhu merasa nyaman dan tenang.

Anjani terdiam sebentar, dilepaskan pelukan suaminya dan ditatapnya lembut penuh kasih sayang. Pandhu tersenyum sekilas dan itu semakin bertambah ketampanan suaminya, bibirnya mengecup bibir merah alami Anjani dan timbul semburat kemerahan dikedua pipi Istrinya itu.

"Apa ini?" tangan Pandhu mengelus pipi Anjani langsung tersenyum jengah.

"Nanti didalam kamar, mas ingin gigit ini." desis Pandhu membuat Anjani tertawa kecil.

"Jangan mas, nanti adik kesakitan. Kalau mas gigi-giginya, ayo masuk kamar nanti adik kelon'kan lagi." lalu menarik lengan suaminya mengajaknya masuk ke dalam kamar.

"Mas suka sekali pipimu, menggemaskan."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel