PART 5
Anjani masuk ke dalam kamar bersama Pandhu yang mengikuti langkannya dari belakang, tatapan datar itu jatuh kepada bongkahan padat pantat Anjani yang berjalan berlenggang. Pandhu mendadak geram sendiri melihat bagian tersebut, giginya mengertak ingin mengigit meninggalkan bekas tancapan giginya dengan tekanan dalam.
Padahal Anjani sendiri berjalan biasa saja, mungkin karena dia bertubuh gemuk padat terlihat berjalan seperti disengaja kan, padahal tidak sama sekali. Anjani memang bertubuh subur tidak seperti kebanyakan sepupu perempuan dalam keluarganya yang bertubuh kurang berisi seperti Anjani.
Pelukan kekar dari belakang tubuh Anjani membuat Anjani terkejut, tubuhnya terdiam kaku saat bibir suaminya mencium lembut bagian lehernya. Tangan besar Pandhu merayap menyentuh perut Anjani mengelusnya lembut sampai tangan itu turun semakin bawah menyentuh selangkangannya dan menekan sedikit.
Anjani dibaringkan dengan penuh kelembutan di tempat tidur mereka, Pandhu perlahan mulai merayap menaiki tubuh Anjani, ada tatapan yang susah diartikan saat suaminya memandang tubuhnya yang masih berpakaian terbaring terlentang dan dengan dada berdebar tak karuan, bertanya-tanya apa yang ingin suaminya lakukan.
Tubuh besar berotot suaminya itu mengurung tubuhnya dengan lengan kekar yang berada di sebelah kepalanya. Pandhu membuka baju berlengan pendeknya lalu mencampakkan asal pakaian tersebut, rambut gondrongnya tergerai bebas. Pandhu menundukkan kepalanya mencium kembali leher Anjani yang menengadahkan kepalanya dan dengan mudah bibir suaminya itu menciumi lehernya dan menjilat bibir kenyal Anjani yang sangat manis, beruntung sekali Pandhu bisa mendapatkan Anjani yang selalu menuruti.
Pandhu mendongak mensejajarkan wajah Anjani, wajah cantik itu tampak sayu dan bergetar. Mata indahnya berair ingin menangis, bibir gelap itu menempel dibibir merah alami Anjani dan melumat bibir itu dengan penuh nafsu, merasakan setiap kekenyalan bibir itu dan memainkan dengan intens.
Tatapan Pandhu mendalam dan penuh akan kekuasaan saat melepaskan ciumannya, napas mereka berdua memburu dan saling bertatapan.
"Semuanya milik, Mas, hanya milik mas seorang." Pandhu berbisik lembut dan menekankan perkataannya dengan serius. Pandhu bersifat lebih dominan dan merasa menjadi pemilik tubuh Anjani.
Pandhu meletakkan tangannya di selangkangan Anjani yang sontak mengerjap cepat merapatkan kakinya, bibirnya mengeluarkan desahan kecil seraya tangannya mencengram pundak lebar Pandhu. Bahkan kedua kaki Anjani sudah bergetar saat tangan suaminya itu masih mengelus menggerayangi dengan lembut menghangat, begitu sampai tak ingin membuat Isterinya ketakutan kembali.
Cahaya terik matahari menerangi kamar yang masuk melalui pantulan jendela kamar dengan tirai jendela yang sudah tersibak lebar menjadikan suasana kamar terang kekuningan, dan itu semakin memperjelas bentuk tubuh mereka berdua yang terlatih maupun sintal.
Anjani merona malu tidak menyangka bahwa Pandhu dapat melihat jelas tubuhnya yang hampir setengah telanjang, biarpun sudah menghidupkan mendingin ruangan, kamar tetap saja terasa panas lantaran tubuh mereka berdua terbakar karena gairah yang sama.
Bibir Pandhu mengecup lembut setiap permukaan kulit Anjani, dari leher dan tulang selangka yang timbul mendapatkan sapuan bibir dan lidah panas Pandhu. Semua tubuh Anjani membuat Pandhu mendambakan dan seakan menggodanya untuk mengecup atau menggigit, bibir Pandhu berpindah kebagian sebelah dada Isterinya meninggalkan jejak basah dan bulatan merah, senyuman tipis terukir di bibir Pandhu mendengar desahan kecil Istrinya saat dengan nakal bibirnya bermain di sana seperti anak kecil manja kepada Ibunya. Anjani memahami mengelus rambut suaminya kalau itu yang membuatnya nyaman tidak merasakan keanehan, juga sedikit perih terkena gigitan suaminya memberikan tanda kemerahan. Bibir kecokelatan suaminya memang tidak pandai diam senang mengecup sana sini walau matanya terpejam seperti sedang setengah tidur tidak sadarkan diri. Tangan kasar Pandhu mengelus permukaan tubuh Anjani, sangat lembut senang dengan semuanya, Isterinya juga senang kalau suaminya senang tidak melakukan apapun, begitu mendambakan tidak mengaturnya harus bagaimana bisa melayaninya dengan baik. Dan, menariknya suaminya kalau seperti ini sangat tenang tidak ada marah seperti kemarin.
Bukannya bagaimana, suaminya itu senang akan rasa penasaran melihat tubuh Isterinya terkadang sampai tidak berkedip. Anjani keheranan, mengapa, melihat seperti itu seakan memang pertama kali suaminya melihat seperti itu, sungguh kekanakan yang manja. Hubungan mereka terkadang sampai membuat Anjani buang air kecil di ranjang, akibat perilaku suaminya yang membuatnya nyaman antara tidak juga. Setiap guncangan hebat dari suaminya sungguh di luar kendali, hanya Anjani yang terkadang mengelus suaminya mencoba tenang mengendalikan diri supaya tidak bergerak mengikuti egoisme suaminya, dari itu tak ada yang bisa melayang tetapi dengan Anjani suaminya mau, bahkan menurut walau terkadang ada kata-katanya yang menyakitimu.
Tubuh Anjani bergetar karena merasakan sensasi lain, tangannya mencengram ujung bantalan dengan erat dan sekali lagi mendorong tubuh suaminya beruntung mengerti tetapi tatapan rasa ingin tahu itu tidak pernah berubah. Karena sudah terlambat ingin berlari ke kamar mandi, dengan tenang lelehan itu keluar membasahi paha Anjani. Malu sekali sampai tidak bisa berkata-kata lagi untuk menenangkan isi dalam kepalanya yang kacau, suaminya mengecup kecil bibinya menenangkan.
"Kamu kenapa semuanya terasa manis?" Pandhu bersuara rendah dengan sorot mata teduh, berhasil membuat Anjani merona menunduk malu dan tidak tahu mengapa setiap kali tatapan teduh itu suaminya tunjukan membuat Anjani menyukainya, mampu melemahkan kewarasannya lantaran merasa dicintai.
"Maaf menyakitkan, sekali lagi?"
Dan sekali lagi dorongan itu datang sangat perlahan-lahan, membuat ketenangan damai untuk mereka yang sudah sepasang suami-isteri sah. Mabuk bersama, mengelus keringat suaminya mencoba menanyakan gairahnya, indah sangat indah menurut Pandhu yang ketagihan ingin selalu ingin seperti ini bersama hanya dengan Anjani. Pandhu ditelinga Anjani menghembuskan napas panasnya disana seraya mengkulum kupingnya dengan menjulurkan lidah mengusapnya. Tatapan mereka mendalam memang penuh akan syahwat yang meledak-ledak dalam diri mereka berdua.
Bibir manisnya mengeluarkan desahan halus dan lembut. Pandhu mengerang berat merasa nikmat sekali didalamnya lembah hangat Istrinya, panas tubuh mereka kembali berhubungan. Pandhu juga memeluknya tak ingin kehilangannya, bagaimanapun itu ketakutan Pandhu merasa semakin menjadi-jadi. Tatapan tak pernah lepas menatap saksama penyatuan mereka, desahan manis perlahan Istrinya terdengar bagaikan nyanyian indah untuk Pandhu malah semakin bersemangat menyayangi Istrinya di siang hari.
Pandhu semakin lama berubah kesetanan, bahkan dia tidak memperdulikan rintihan dan erangan Anjani dengan tubuh mereka berdua sudah bersimbah keringat. Anjani memang ikut terhanyut tetapi semuanya masih sangat sakit. Tidak menggangu tetapi sampai memelahkan dan jujur saja sampai membuat mereka tersenyum bersama.
Pandangan matanya menatap berkabut wajah Pandhu yang tampak semakin tampan dan terdengar erangan berat keluar dari bibirnya. Anjani pasrah dibawahnya gerakan suaminya, pusing mulai melanda Anjani dengan bibir yang masih mengeluarkan desahan manja memanggil nama suaminya berulang kali. Anjani menatap memelas, tubuhnya masih bergerak mengikuti gerakan Pandhu. Bahkan Anjani sempat mengerang kesakitan pantatnya mendapatkan gigitan tajam dari mas Pandhu, jemarinya lembut mengelus menangkap menenangkan tidak ingin berusaha menyakitkan sama sekali untuk Isterinya supaya tidak takut.
Pandhu menundukkan kepala memangut bibir Anjani, dan didalamnya pangutan mereka berdua mendesah tertahan saat Pandhu sengaja menekan dalam-dalam menyemburkan dahsyat cairan kental itu membasahi dinding rahim Anjani. Anjani meremas rambut gondrong Pandhu saat merasakan sesuatu yang hangat begitu banyak memenuhi rahimnya.
Pandhu melepaskan ciuman mereka dan masih membiarkan terlebih dahulu berselubung didalam untuk beberapa menit, saat dia tarik keluar pelahan-lahan dan keluarlah lelehan mereka berdua sangat indah tidak ada kekurangan sama sekali. Dengan lembut Pandhu membelai wajah kelelahan Anjani, wanita itu memang cantik sekali. Tidak tahu mengapa Pandhu bakalan merasa tidak senang seorang lelaki menatap Istrinya berlama-lama atau berbicara yang tidak penting. Pandhu ingin Anjani selalu bersamanya dan menurut apa yang tidak suaminya ini sukai.
"Anjani?" panggil lembut Pandhu membangunkan Anjani, mata indah dengan bulu mata lentik itu terbuka, bibir manis itu tak menyangka tersenyum manis kearahnya.
"Inggih, Mas" gumam pelan Anjani masih menetralkan napasnya setelah selesai sesi hubungan percintaan pertama kali suami-istri mereka.
"Mas selalu ingin seperti ini, tanpa kita punya anak." tutur Pandhu berubah datar dan keseriusan.
Begitu mengagetkan Anjani tidak menyangka suaminya menolak mempunyai anak, sungguh memang di luar dugaan sama sekali yang membuatnya keheranan. Mendengar itu membuat perasaan Anjani langsung terluka, air matanya menetes dengan sendirinya dan mencoba bangkit tetapi malah tubuhnya dipeluknya hangat Pandhu seraya memberikan kecupan-kecupan menenagkan disekitar wajahnya. Anjani tidak mengerti bagaimana jalan pemikiran Pandhu, apa yang harus dia lakukan misalkan dirinya hamil. Apakah bakalan berbahaya misalkan dia hamil, ini bakalan menjadi misteri yang sulit untuk menerka. Anjani sangat menyayangi suaminya, dia sungguh menyayangi.
