Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Arjuna Sialan

"Bapak keterlaluan!" sungut Rumi keluar dari kamar Arjuna.

Namun, sejurus kemudian, Rumi berbalik, masuk ke kamar Arjuna lagi, dia lupa mengambil tas dan ponselnya. Rumi kesal sekali. Sesekali dia masih menghentakkan kakinya.

Arjuna menatap Rumi, berteriak padanya untuk memakan sarapannya terlebih dahulu.

"Rumi, makan dulu sebelum kamu pergi, aku tidak mau, kamu pergi dengan keadaan lapar. Apalagi semalam kamu memuntahkan semua makanan yang ada di perutmu!"

Rumi diam tak bergeming mendengar perintah Arjuna. Rasanya dia sudah tak punya muka lagi di hadapan Arjuna.

"Rumi, kamu dengar saya? Ini perintah dari atasanmu!" seru Arjuna.

Mau tak mau Rumi duduk di kursi makan, seorang Maid memberinya sepiring nasi goreng.

"Terima kasih," ucap Rumi pada Maid Arjuna.

Rumi menyendok nasi goreng memasukkannya ke dalam mulutnya, hal itu tak luput dari pandangan Arjuna. Arjuna begitu menikmati momen pagi ini. Biasanya dia dan Rumi hanya berbicara urusan pekerjaan dan makan malam dengan klien. Tak pernah berdekatan seintens ini.

"Habiskan sarapanmu, sopir akan mengantarmu pulang," tutur Arjuna tanpa menatap ke arah Rumi.

Rumi mendongakkan kepala, tatapannya nyalang.

"Saya bisa pulang sendiri, tidak perlu repot-repot perhatian pada saya," sungut Rumi.

Arjuna tersenyum menatap Rumi. Arjuna tak menyangka Rumi yang biasanya lemah lembut bisa segalak dan setegas itu.

"Kamu cantik kalau marah, saya jarang melihatmu marah-marah di kantor," goda Arjuna menaik turunkan alisnya. Membuat Rumi jengah memandangnya.

Rumi buru-buru menghabiskan nasi gorengnya, dia tidak ingin berlama-lama di apartemen Arjuna. Ponsel Rumi berdering, Arya meneleponnya.

"Halo," sapa Rumi, menghentikan suapan di mulutnya.

"Kamu di mana? Aku ke apartemen kamu, sepi. Sepertinya kamu tidak di rumah, aku sudah menunggumu di depan unitmu hampir satu jam," ucap Arya, menghela nafas.

"Kamu bisa menjemputku?" balas Rumi dan menyebutkan alamat apartemen Arjuna.

Arjuna menghela nafas kesal mendengar Rumi meminta seseorang untuk menjemputnya. Ingin rasanya merebut ponsel Rumi dan mengakhiri panggilan itu. Tentu saja, itu hanya keinginan Arjuna. Kalau benar terjadi, maka Rumi akan semakin kesal padanya. Rumi terlihat mengakhiri panggilan.

"Siapa yang meneleponmu? Pacarmu? Kekasihmu? Temanmu?" cecar Arjuna ingin tahu. Dia tidak mau Rumi mempunyai kekasih, kecuali dirinya.

"Sepertinya saya tidak perlu menjawab pertanyaan Bapak, bukankah ini hal privasi saya? Jadi bukan kewajiban saya memberitahukan pada Pak Arjuna!" geram Rumi dengan mulut bergetar.

Arjuna mengepalkan tangan, sekretarisnya benar-benar menguji kesabarannya. Sejak bangun bukan rasa terima kasih yang diterima Arjuna. Tapi, kekesalan dan tajamnya ucapan yang keluar dari mulut Rumi. Sungguh terbalik dengan sikapnya ketika di kantor. Arjuna tahu dia bersalah, sempat tergoda dengan leher jenjang yang begitu mulus dan indah di depannya. Tapi, bukankah dia lelaki normal yang tentu saja tergoda dengan pemandangan yang menurutnya cantik.

Padahal sebagai lelaki dewasa Arjuna sudah berusaha meredam nafsunya saat melepas pakaian Rumi, karena tak kuat itulah, Arjuna tidak berani memakaikan bajunya untuk Rumi, dia hanya menutupi Rumi dengan selimut. Meskipun pada akhirnya dia tersiksa karena tidur satu ranjang dengan Rumi.

Ponsel Rumi bergetar, pesan masuk dari Arya, yang memberitahukan bahwa dia sudah tiba di lobi. Rumi berdiri dari tempat duduknya.

"Maaf, saya harus pulang, terima kasih banyak atas bantuannya dan juga terima kasih sudah mengambil keuntungan dari saya," sindir Rumi tajam, setajam silet.

Arjuna diam tak bergeming, menatap punggung Rumi yang kian menjauh.

"Ayo kita lihat bagaimana aku bisa menaklukkanmu Rumi Anggraini. Jangan panggil aku Arjuna kalau aku tak bisa membuatmu jatuh cinta padaku."

**

Rumi sudah berada di lobi, melambaikan tangan pada Arya. Arya ingin tahu apa yang Rumi lakukan di apartemen mewah itu. Apartemen itu adalah milik kakaknya Arjuna Narendra. Tapi, saat ini dia tidak sedang melakukan kunjungan dengan Arjuna, kakaknya. Dia kesini hanya untuk menjemput Rumi. Rumi wanita yang dicintainya.

Arya membukakan pintu mobil untuk Rumi. Rumi masuk, Arya memutar tubuhnya menuju kursi pengemudi. Mobil mulai melaju ke jalanan. Arya berdeham, ingin memulai pembicaraan.

"Kamu pasti ingin tahu, kan? Bagaimana aku bisa di Apartemen mewah itu?" tanya Rumi gugup, memainkan tangannya dan menggigit bibirnya terus menerus.

Arya menoleh ke arahnya. "Tentu saja aku ingin tahu, Rum. Kalau kamu tidak keberatan. Jangan menggigit bibirmu seperti itu, Rum. Aku bisa khilaf."

Rumi dan Arya tertawa terkekeh, "Damn it, bisa-bisanya di situasi serius seperti ini, kamu malah bercanda, Ya?"

Arya tersenyum, sesekali menatap Rumi dan kembali fokus ke arah jalanan yang mulai macet.

"Arya, ngomong-ngomong, ada apa, pagi-pagi kamu sudah datang ke apartemenku? Kamu mau mengajakku kencan?" goda Rumi terkekeh.

"Itu kamu tahu, aku mau mengajakmu sarapan, terus jalan-jalan mungkin, atau, menonton film, itu pun kalau kamu mau dan enggak ada acara lain," ajak Arya menatap Rumi dengan tatapan memohon.

"Nonton di Apartemenku saja bagaimana, Ya? Nanti sekalian aku masak buat kamu juga, jarang-jarang, kan, aku menawarimu bersantai di apartemenku," kata Rumi mengedipkan sebelah mata dan tertawa.

Arya terkekeh melihat kejahilan Rumi, mereka tiba di Apartemen Rumi. Rumi turun dari mobil Arya, sementara Arya memarkirkan mobil. Selesai memarkirkan mobilnya, Arya menghampiri Rumi. Mereka naik lift menuju unit Rumi.

Tring!

Pintu lift terbuka, Rumi dan Arya keluar, mereka berjalan beriringan. Rumi menekan password apartemennya. Selang satu menit bunyi klik, menandakan pintu apartemennya sudah terbuka.

"Masuk, Arya, pakai ini," pinta Rumi mengulurkan sandal rumahan untuk Arya. Meskipun Arya sering menjemput Rumi, tapi, dia sama sekali belum pernah masuk ke apartemen Rumi. Arya menatap kagum. Rumi ternyata tipe perempuan yang banyak pria idamkan, selain mandiri, Rumi juga rapi dan pandai dalam mendekorasi apartemennya.

"Aku boleh berkeliling?" tanya Arya mendekati Rumi yang sedang membuat coklat panas untuk Arya. "Tentu saja, Arya. Kecuali kamarku, itu privasi."

Arya menganggukkan kepala memberi tanda dengan jarinya yang membentuk huruf O. Dia mulai berkeliling, untuk ukuran apartemen yang di tempati Rumi memang tergolong apartemen mahal. Namun, masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Apartemen kakaknya. Arya berjalan ke arah balkon. Menatap pemandangan dari lantai atas ternyata membuatnya berdecak kagum. Begitu indah ciptaan Tuhan.

Rumi mendekatinya, meletakkan coklat panas di atas meja. Rumi memang sengaja menata balkon menjadi tempat favoritnya. Selain dua kursi dan satu meja kecil Rumi juga menaruh beberapa tanaman hias yang lagi booming di akhir-akhir ini.

"Minum, Ya," tawar Rumi menunjuk meja di depannya.

"Thanks, Rum," balas Arya menyesap coklat panas miliknya. Arya menatap Rumi, menulas senyum termanisnya.

"Rum, jujur padaku apa yang kamu lakukan di apertemen atasanmu, jujur aku masih ingin tahu apa yang kamu lakukan di sana.

Rumi diam tak bergeming, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Hal itu makin membuat Arya semakin curiga padanya.

"Rum. katakan, dan aku akan menerima semua alasanmu. Asal kamu tahu, itu apartemen Kakakku, Arjuna Narendra."

Bak petir di siang bolong, Rumi terkejut oleh pernyataan Arya.

"Apa! Jangan bercanda!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel