Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Ancaman

Rumi terbangun, badannya terasa lelah sekali, matanya menatap berkeliling. Kepalanya terasa pusing dan berdenyut. Mata Rumi berusaha menyesuaikan cahaya di sekitarnya. Rumi menoleh, "Junaaaaaaa," teriak Rumi menatap ke arah Arjuna.

Arjuna yang baru saja tertidur, kaget, segera dia duduk.

"Apa Rum, kamu berisik sekali. Ini masih pagi," ucap Arjuna malas, sembari mengucek mata.

"Apa yang sudah kamu lakukan padaku, Jun?!" pekik Rumi, memukuli bahu Arjuna.

"Tidak usah teriak Rumi Anggraini, aku enggak budek. Aku cuma membantu membuka pakaian kamu, Rum," jawab Arjuna, ia memejamkan matanya kembali.

Rumi mengambil bantal, memukulkan ke kepala Arjuna. Arjuna menangkis dengan tangan, "Hentikan, Rumi. Jangan menggodaku."

Rumi kesal, dia tidak memperhatikan penampilannya, selimut yang menutupi tubuhnya melorot, bagian atasnya terekspos begitu sempurna. Membuat mata Arjuna yang mengantuk jadi melebar seratus persen. Mata yang tadinya redup menjadi terang benderang, cerah seperti masa depannya.

"Siapa yang menggodamu? Hah?" ucap Rumi ketus, melotot ke arah Arjuna.

"Lihat itu," goda Arjuna, menunjuk dengan dagu dan terkekeh.

Rumi berteriak, "Junaaaaa, dasar enggak ada akhlak, dasar playboy cap kodok, dasar buaya, aku benci sama kamu!"

Rumi menarik selimut, menutup tubuh atasnya.

Arjuna terkekeh, "Kamu lupa, apa yang sudah kita lakukan semalam? Mau, aku ingatkan lagi?"

"Arjuna Narendra, apa yang kamu lakukan padaku! Di mana pakaianku!" jerit Rumi menendang kaki Arjuna dengan keras.

"Sudah kubuang ke tempat sampah!" seru Arjuna berkacak pinggang.

"Kamu kenapa? Kamu tega padaku, Jun?" keluh Rumi.

Persetan dengan sopan santun. Rumi tahu Arjuna adalah atasannya, tapi melihat tubuhnya yang berantakan, sopan santun itu mendadak hilang, menguap tergantikan dengan rasa kesal dan benci.

Arjuna menatap Rumi dengan santai, menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Rumi yang melihat Arjuna bertingkah seperti itu jadi makin kesal sendiri.

"Kamu enggak penasaran dengan apa yang kita lakukan semalam?" goda Arjuna menaik turunkan alisnya.

"Omong Kosong! Ambilkan bajuku, Jun," pinta Rumi, wajah Rumi memerah menahan marah.

"Wait, aku telepon butik dulu," ucap Arjuna. Arjuna mengambil bathrobe, melemparkan pada Rumi.

"Damn it!" umpat Rumi menghembuskan nafas kasar.

Rumi kesal, rasanya ingin mencabik-cabik tubuh Arjuna Narendra. Arjuna benar-benar mengibarkan bendera perang dengannya.

Rumi masuk ke kamar mandi, membungkus badannya dengan selimut, tak lupa membawa bathrobe pemberian Arjuna.

Arjuna tergelak, "Kamu mirip sushi, Rum. Aku, jadi ingin memakanmu."

"Arjunaaaaaaa!" teriak Rumi melemparkan barang yang ada di dekatnya.

Mengabaikan Arjuna, Rumi melanjutkan langkah ke kamar mandi. Rumi melepas selimut yang menggulungnya, memeriksa tubuhnya, mengingat omongan Arjuna membuat Rumi bergidik ngeri. Bagaimana kalau yang dikatakan Arjuna benar, telah terjadi sesuatu di antara mereka berdua. Cepat-cepat Rumi menepis pikiran yang tidak-tidak dikepalanya. Namun, netranya menatap sesuatu di tulang selangkanya, pupil matanya melebar, meyakinkan diri atas apa yang Rumi lihat.

"Arjuuuuunaaaaaaaa! I hate you!" jerit Rumi, mengepalkan tangan, dia kesal sekali. Rumi keluar dari kamar mandi dengan memakai bathrobe dan meletakkan selimut di atas ranjang. Rumi menghampiri Arjuna yang sedang menelepon.

Plak! Plak!

Rumi menampar Arjuna. Arjuna terpaku, segera mengakhiri panggilan teleponnya.

"Kamu, gila? Kamu, mau saya pecat!" gerutu Arjuna memegang dagu Rumi.

"Pecat saja. Pecat sekarang juga!" pekik Rumi memukuli Arjuna. Arjuna mendekati Rumi, "Dengarkan aku baik-baik, Rumi Anggraini! Coba kamu ingat-ingat lagi apa yang kamu lakukan semalam!" geram Arjuna.

Rumi terdiam, mengingat-ingat kejadian semalam, sebelum berada di kamar Arjuna. Namun kepala Rumi berdenyut, mungkin, efek dia minum semalam.

Semalam Arjuna mengajaknya makan malam dengan salah satu klien, sayangnya kesialan Rumi tak hanya sampai di situ, klien yang di temuinya tak lain adalah mantan kekasih Rumi.

Rumi yang kesal, dengan tak tahu dirinya meneguk Wine di meja dengan asal. Hingga acara makan malam selesai dan Rumi ambruk karena mabuk.

"Bagaimana Rumi Anggraeni? Kamu sudah mengingatnya?" geram Arjuna. "Apa perlu aku menceritakan betapa liarnya kamu semalam?

Glek!

Rumi kesusahan menelan ludah. Agak samar dia mengingat Arjuna merangkul dan membawanya pulang.

"Baiklah aku akan mengingatkanmu Rumi. Jadi semalam kamu mabuk. Kamu sungguh merepotkan, aku tanya di mana tempat tinggal kamu, tapi kamu tak menjawabnya. Finally aku membawamu kesini, ke apartemenku. Sialnya, kamu malah muntah dan terpaksa aku mengganti bajumu. Karena di sini cuma ada satu kamar, tidak mungkin, aku sebagai tuan rumah mengalah dan tidur di sofa," terang Arjuna.

Rumi menunduk.

"Maaf, Pak, tapi, kenapa ada banyak tanda di sana, sini!" geram Rumi kembali. Emosinya naik ke ubun-ubun.

"Jadi kamu lupa? Kamu yang menyuruhku membuat tanda di situ," ejek Arjuna.

Rumi tidak percaya dengan ucapan Arjuna, bisa jadi itu hanya akal-akalan bosnya yang playboy agar Rumi tak marah-marah padanya.

"Atau kamu mau, kita mengulanginya lagi, supaya kamu mengingatnya kembali?" goda Arjuna.

Rumi kesal, menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, melipat tangan di dada, menghirup udara sebanyak-banyaknya dan mengeluarkan perlahan.

Arjuna tertawa menatap sekretarisnya. Rumi gadis itu memikat Arjuna semenjak bekerja pertama kali menjadi sekretaris Arjuna. Satu hal yang tidak pernah Rumi ketahui adalah, mereka berdua dijodohkan. Karena itu Arjuna berani membawa Rumi pulang ke apartemennya.

Alasan yang dikatakan Arjuna, bahwa Rumi tidak menjawab, ketika Arjuna menanyakan alamat rumahnya adalah kebohongan yang di karang Arjuna.

Kebetulan sekali hari ini adalah hari minggu, jadi mereka berdua tidak perlu ke kantor. Seseorang mengetuk pintu.

"Masuk," perintah Arjuna.

Seorang maid masuk membawa paperbag dan memberikannya pada Arjuna, tak lupa Arjuna juga menyuruh maidnya menyiapkan sarapan pagi untuk mereka berdua. Arjuna menyodorkan paperbag pada Rumi. Rumi membuka paperbag pemberian Arjuna. Mata Rumi terbelalak, sepasang underwear dengan brand ternama dan juga sebuah dress dengan model sabrina.

Rumi mengerang frustrasi, bisa-bisanya Arjuna menyuruh Rumi menggunakan dress model sabrina. Sementara di sekitar tulang selangkanya banyak tanda-tanda kepemilikan di sana.

"Apa tak ada baju yang lain?" tanya Rumi melebarkan dress sabrina.

"Kamu mau memakainya atau tidak, itu terserah kamu. Atau, kamu mau memakai bathrobe seharian dan berada di sini sampai besok, juga silakan. Pilihan ada di tanganmu sendiri," tutur Arjuna tak mau kalah.

Rumi berdiri, menghentakkan kaki dengan kesal dan melangkah ke kamar mandi.

"Kenapa kamu ganti di kamar mandi, percuma. Aku sudah melihatnya semua," sindir Arjuna yang masih bisa didengar jelas oleh Rumi.

Rumi masuk ke kamar mandi, membanting pintu dengan kasar. Membuat Arjuna yang kaget mengumpat Rumi berkali-kali. Rumi keluar dari kamar mandi dengan muka cemberut. Bagaimana dia tidak kesal, menggunakan sabrina dress sama saja mempermalukan dirinya sendiri.

Arjuna yang melihat Rumi keluar dari kamar mandi terkekeh, "Hasil karyaku memang luar biasa."

Rumi yang kesal melemparkan bathrobe ke muka Arjuna. Arjuna yang sedang asyik menertawakan Rumi terlambat mengelak, sehingga bathrobe Rumi bertengger manis di wajah Arjuna, atasannya.

"Rumi! Kamu mau saya pecat?" sungut Arjuna kesal.

"Dengan senang hati pak Arjuna Narendra, bahkan itu adalah suatu kehormatan buat saya," balas Rumi dengan senyuman mengejek. "Besok, saya akan menyerahkan surat pengunduran diri saya ke Human Resource Departemen (HRD)."

"Kamu berani melakukannya? Kalau kamu berani melakukannya, aku punya rekaman kita semalam," bisik Arjuna di dekat Rumi.

Rumi mengepalkan tangan, ingin rasanya menghajar Arjuna, orang yang baru beberapa minggu ini menjadi atasannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel