Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 8

Zala berjalan menghampiri wanita itu yang kini tengah sibuk dengan ponselnya, tidak perduli dengan teman-temannya berlalu lalang di depannya. Zala menepuk bahu Bianca agar wanita itu menoleh kearahnya.

"Eh, baru nyampek dek?" Tanya Bianca sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas kecil yang ada di sampingnya.

"Iya kak" jawab Zala singkat.

"Di anter sama siapa?" Tanya Bianca.

"Mom, oh ya kak. Nanti aku tampil kayak gimana?" Jawab Zala, lalu bertanya dia harus melakukan apa ?

"Emz, kakak gak tau juga soalnya ada perubahan semenit yang lalu dan kakak belum dapet infonya" ucap Bianca, Zala mengangguk paham.

"Yaudah, kita gabung sama yang lain. Mereka ada di belakangnya panggung" timpal Bianca.

"Iya kak" jawab Zala singkat. Bianca berdiri dan berjalan ke belakang panggung, Zala hanya mengekori Bianca.

"Berlin" pekik Bianca sontak pemilik nama menoleh.

"Apaan dah Lo bia, gue gak budek. Bisa gak kalau manggil gue gak usah teriak-teriak" ujar wanita yang di panggil Bianca dengan nada kesal.

Sedangkan Bianca nyengir polos.

"Hehe, gak bisa Lin. Kalau gak teriak-teriak berasa ada yang kurang" ucap Bianca dengan nada jenaka, Berlin memutar matanya jenah.

"Langsung aja deh, kenapa Lo manggil gue peak" u Berlin datar.

"Elah, cebong baper. Nih bocah yang ngewakilin fakultas gue" ucap Bianca sambil melirik kearah Zala yang kini sibuk mengamati sekelilingnya.

Sontak Berlin menoleh kearah Zala, dilihatnya style Zala dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Dapet dari mana Lo bocah alien gini?" Tanya Berlin

"Asem lo, adek gue di katain alien." Ucap Bianca sinis, Berlin terkekeh geli.

"Eh sorry, ini adek Lo? Anjay kok Lo gak pernah bilang sih punya adek modelnya sama kayak Lo" ejek Berlin.

"Setan lo, dia adek sepupu gue. Dia baru beberapa bulan disini, cih dasar cungkring Lo." Ucap Bianca sinis, Berlin terkekeh kecil.

Dia memang sangat senang membuat binaca kesal, kalau Bianca kesel rasanya tuh kayak ada pait-paitnya haha.

"Gue denger tadi ada yang dirubah, yang mana yang di rubah?" Tanya Bianca serius.

"Oh yang di rubah tuh pembukaannya, rencana awal kan di panggung dan cuman berdua doang. Terus di robak sama ibuk lesi, katanya itu terlalu biasa jadi di lapangan….." Jelas Berlin

"Gak di rubah kok itu cuman di pindahin tempatnya doang" potong Bianca, Berlin memutar matanya jenah.

"Gue belum selesai ngomong nyet, dengerin dulu jangan di potong-potong emang kue di potong" ketus Berlin dengan nada kesal, Bianca malah cengengesan tidak jelas.

"Terus ngedance rame-rame tapi tetep perwakilan fakultas bisnis sama hukum yang jadi sorotan, terus Langsung couple dance" jelas Berlin.

"Oh begono toh, oke juga." Ucap Bianca paham, sedangkan berlin menatap datar Bianca.

"Kuy gue kenalin sama penari-penarinya, mereka lagi berias di tenda yang ada di Sono. Adek Lo mau di rias juga gak" ucap berlin, ngajak kedua wanita itu masuk ke tenda yang gak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Tau dah, tanya aja sama adek gue mau apa kagak" jawab Bianca, Berlin memutar matanya jenah.

"Mau gak di rias dek? Kalau gak mau juga gak papa. Lagian ini bukan acara ajang pencarian bakat, cuman buat ngehibur" tanya Berlin pada Zala yang kini ada di samping Bianca.

"Gak usah aja kak, saya risih di dandanin" jawab Zala. Berlin terkekeh geli, pikirnya wanita bertubuh mungil itu tidak akan menjawab pertanyaannya. Karena dia pikir wanita itu bisu karena

sedari tadi dia sama sekali tidak berniat ikut nimbrung ke obrolan dirinya dan Bianca.

"Guys, nih satu anggota lagi. Dia perwakilan dari fakultas hukum" pekik berlin saat mereka masuk ke tenda itu.

Sontak membuat semua orang yang sibuk berias menghentikan aktivitas mereka dan menoleh kearah ketiga wanita itu, ah bagi mereka hanya ada dua wanita dan satunya tidak di ketahui jenis kelaminnya. Karena samar-samar hihihi.

"Salam kenal semua" ucap Zala sopan sambil tersenyum sayangnya senyum menawan miliknya tidak terlalu jelas di lihat karena tertutup oleh topi jaket yang ia kenakan.

"Salam kenal juga"

"Semoga betah ya" ucap mereka, Zala hanya mengangguk samar.

Setelah berkenalan mereka kembali melakukan aktivitas mereka yang tertunda, ah lebih tepatnya tidak semua orang ada satu orang yang terlihat acuh. Bahkan tidak perduli dengan keberadaan Zala, baginya semua sama saja.

"Guys, bisa gak di percepat dandannya. Kita musti stay di lapangan setengah jam lagi" ujar Berlin dengan nada sedikit lebih keras agar terdengar jelas, dia memperingatkan yang lain agar

mempercepat pekerjaan mereka. Semua orang mengiyakan ucapan berlin, Zala terlihat santai.

Dia malah berkeliling melihat wajah-wajah orang yang ikut menari bersamanya bersama dengan

Bianca, namun tiba-tiba saja matanya menangkap sosok yang familiar di matanya. Cukup lama dia memperhatikan orang tersebut hingga akhirnya terbesit satu nama diotaknya.

"Kak Diandra" pekik Zala membuat pemilik nama menoleh dan mencari siapa yang memanggil

namanya.

Sedangkan Zala berjalan menghampiri wanita itu dengan senyum di wajahnya, dia sangat merindukan sosok yang menjadi salah satu penguatnya. Jika tidak ada wanita itu mungkin dia

tidak akan setegar sekarang dan juga tidak akan tumbuh menjadi sosok manusia yang beriman, wanita itu juga ambil adil mengajarkan dirinya tentang agama. Meski bukan Diandra yang

mengajarinya langsung namun dia yang membawa Zala ke masjid setiap hari untuk ikut serta dalam pengajian, mendengarnya setiap nasehat-nasehat dari ustadz. Sayangnya mereka harus

terpisah karena Diandra harus pergi untuk meraih cita-citanya, Zala paham akan hal itu.

"Kak Diandra disini juga? Wah aku senang liat kakak lagi" pekik Zala senang lalu langsung memeluk tubuh Diandra.

Diandra tersentak karena Zala tiba-tiba saja memeluknya, juga bingung. Siapa yang memeluknya? Kenapa dia tau namanya? Begitulah kira-kira isi otak Diandra. Zala melepaskan pelukannya lalu memberikan sedikit jarak antara dia dan wanita di depannya, Bianca hanya diam dia sama bingungnya dengan Diandra.

"Lo siapa? Apa kita saling kenal?" Tanya Diandra, membuat senyum di wajah Zala luntur seketika.

Apa wanita yang dia anggap saudara sendiri melupakannya? Kenapa dia tidak mengenali wajahnya? Pikir Zala, namun sedetik kemudian dia ingat kalau dia belum melepaskan topi

jaketnya, bagaimana bisa orang-orang bisa mengenali dirinya kalau wajahnya saja tertutup. Zala melepaskan topi jaket, terlihat jelas wajah rupawan yang selama ini dia sembunyikan di balik topi jaketnya. Sedangkan Diandra dia tersentak, matanya membulat dan mulutnya sedikit menganga.

Bagaimana tidak, ada ciptaan Tuhan yang begitu sempurna di depannya sekaligus orang yang dia rindukan kini ada di depannya, kini Diandra yang memeluk tubuh mungil itu. Dengan hangat Zala membalasnya, tidak berselang lama Diandra melepaskan pelukannya. Tidak mungkin bukan

mereka akan terus berpelukan seperti tadi.

"Kakak kangen sama kamu, kamu udah gede ya sekarang. Mana makin keren dan cool gini, oh yangapain kamu disini?" ujar Diandra bingung lalu bertanya.

"Hehehe aku juga kangen kakak, ye namanya juga mahkluk hidup bakal ada pertumbuhan. Kalau gak gede-gede mah patut di pertanyakan" jawab zala dengan wajah jenaka, Diandra terkekeh mendengar Jawaban Zala.

"Ya dong siapa dulu dong gazala gitu loh. Aku kuliah disini kak" sambung Zala bangga, Diandra memutar matanya melihat wajah Zala penuh keangkuh.

"Iya dah, oh ya. Kamu tinggal sama siapa zal, kamu kan gak ada keluarga lagi selain bonyok yang kejem itu" ujar Diandra penasaran.

"Hehehe, aku tinggal sama bibik aku. Dia kakak dari ayah aku kandung dan ini kenalin kakak sepupu aku, kak Bianca" jelas Zala lalu memperkenalkan Bianca pada Diandra. Entah kapan

wanita itu ada di samping Zala.

" Oh gitu, ah kakak udah kenal sama Bianca kok. Siapa sih yang gak kenal sama primadona kampus" ucap Diandra dan menatap Bianca dengan tatapan menggoda.

Bianca memutar matanya jenah.

"Lo berlebihan, gue bukan apa-apa kali." Ralat bianca, Diandra terkekeh geli.

Ketiga wanita itu terlihat berbincang-bincang bahkan sesekali tertawa, mereka tidak sadar jika ada sepasang mata yang menatap mereka tidak suka lebih tepatnya melihat Zala terlihat dekat dengan kedua wanita di depannya. Entah apa yang membuatnya tidak suka, padahal dia dan Zala tidak saling mengenal bahkan mereka pertama kalinya ketemu.

"Guys sudah waktunya" pekik berlin, semua orang hanya mengangguk lalu keluar dari tenda.

Namun tidak dengan Zala, dia masih di sana. Melepas jaket juga celana training miliknya, lalu melepas satu persatu kancing kemeja setelah lepas. Lengan kemejanya yang panjang di ikatannya di pinggang. Dia terlihat keren dan juga cool, jika menari dia memang tidak suka baju yang

berlapis-lapis atau panjang. Dia lebih suka yang simple dan juga pendek, seperti baju kaos oblong biru Dongker yang dia kenakan. Setelah itu dia pun keluar dan menyusul rombongan yang belum jauh, dia berlari kecil agar bisa mengejar rombongan yang ada di depannya.

Dia bernafas lega saat berhasil mengejar rombongannya, kini mereka sudah ada di tengah lapangan bersama dengan ratusan penonton. Mereka tidak tau jika ada perubahan rencana,

mereka memang berniat untuk memberi kejutan dan membuat tahun ini terkesan berbeda.

Mereka berbaris sedemikian rupa di tengah-tengah keramaian, membentuk formasi 245. Musik mulai di mainkan DJ yang ada di atas panggung bersama dengan puluhan penjaga berbaris

membentuk lingkaran perlahan mundur memberikan ruang pada Zala dkk.

Sedangkan para penonton terlihat terkejut melihat Zala dkk mulai menari sesuai irama musik, mereka terlihat kompak seperti sudah berlatih berbulan-bulan padahal mereka sama sekali tidak latihan hanya menonton video yang di tujukan Berlin. Ada dua penari yang menjadi sorotan

penoton, salah satu mereka di juluki Queen karena sikap angkuh dan seenaknya. Namun dia sangat cantik bak bidadari, banyak yang ingin memilikinya dan menjadikan dirinya sebagai pacar baik pria dan wanita.

Dia adalah Ananda Mikola Andreas, salah satu primadona kampus yang di puja-puji oleh kaum adam dan juga hawa. Sedangkan yang satu lagi adalah Zala, bukan karena dia populer. Itu karena tariannya begitu memukau, wajahnya pun terasa asing di mata penonton. Stlyenya yang cool dan

keren membuatnya menjadi pusat perhatian.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel