Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 9

Semilir angin malam berhembus kasar menerpa kulit halus para penari yang kini terus menggerakkan tubuh mereka sesuai irama musik yang menggema di panggung, sedangkan para penonton bersorak meneriaki nama mereka. Mereka tidak perduli jika awan hitam pekat menyelimuti langit malam, sangat mendukung suasana mencekam di sebuah rumah mewah yang kini diselimuti oleh amarah. Semua orang yang ada di sana saling

melemparkan tatapan tajam, entah apa yang memicu amarah mereka.

"Apa hak anda melarang saya untuk membawa anak saya sendiri?" Tanya wanita yang lebih muda dari wanita di depannya dengan nada dingin.

"Saya bibiknya, saya berhak melarang kamu membawanya." Jawab wanita parubaya itu tajam.

"Kamu hanya bibik dan kakak dari ayahnya, sedangkan saya ibunya. Saya lebih berhak atas anak saya dan membawanya, dia berhak tau siapa ibunya yang sebenarnya. Saya gak mau pradikat ibu yang di tanam di otaknya buruk, saya tau sangat tau apa yang terjadi selama ini." Ucap Farah ya

nama wanita yang lebih muda dari wanita di depannya itu adalah Farah.

Sekarang dia berada di kediaman Laila, dia sedang mengambil haknya sebagai ibu yang di rampas oleh saudara kembarnya sendiri. Dia tidak akan membiarkan anaknya jadi bank berjalan oleh wanita ular di depannya. Sedangkan Laila tersentak namun sedetik kemudian dia tersenyum licik,

wajah yang selama ini dia sembunyikan di balik topeng sosok ibu yang hangat terbuka.

"Jika kamu mau hartanya ambil saja, dia gak akan butuh. Karena saya sangat mampu untuk menghidupinya, jadi tolong berikan Noushin pada saya Laila!. Selagi saya masih berbaik hati

memintanya baik-baik, jika kamu bersih keras menolak jangan salah kan saya" ancam Farah, membuat sikap angkuh Laila runtuh seketika.

Siapa yang tidak tau dengan Farah Merlin Jordan, istri dari maycel jordan. Orang terkaya di asia, dia sangat di segani dan di takut karena dia orang yang sangat ambisius, apa yang ingin dia miliki harus terpenuhi bahkan dia tidak perduli jika nyawa taruhannya. Dan sialnya macan liar itu sudah

di jinakkan oleh Farah, mantan adik iparnya. Seharusnya dulu dia bunuh saja wanita itu bersama dengan bayi di kandungnya, agar tidak menyusahkan seperti ini. Tapi di sisi lain dia juga masih memiliki hati karena bagaimana pun Zala adalah darah daging adiknya.

"Ya, kamu boleh membawanya tapi dia tidak di rumah. Dia di kampus, jadi jemput saja dia disana" ujar Laila datar, menutupi perasaan sedihnya. Dia lebih sayang dengan nyawanya dan juga harta yang dia kumpulan sendiri, lagi pula harta adiknya hampir habis karena dia pakai untuk modalnya jadi dia gak butuh lagi karena sekarang dia sudah

sukses pikirnya. Dia tidak ingin hanya karena egonya membuat anak-anaknya harus menanggung beban yang besar dan terlantar, lagipula sudah waktunya Zala mengetahui yang sebenarnya.

Sedangkan Farah sudah pergi bersama dengan para bodyguarnya ke kampus Zala, sepanjang jalan Farah tak hentinya mengucapkan syukur dan terimakasih pada tuhan karena telah

mempertemukan dia dengan anaknya. Tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja. Bersamaan dengan tetesan air hujan yang turun megitu derasnya mengguyur Jakarta. Namun tidak

menghentikan kedua orang wanita yang kini menari dengan lincahnya di bawah hujan, keduanya menari dengan penuh penghayatan. Penonton bersorak dan berteput tangan dengan meriah saat

keduanya menyelesaikan tarian mereka dengan begitu indah.

Zala bernafas lega karena dia bisa memberikan penampilan yang sempurna dan tidak membuat kakaknya malu, dia sedikit berlari kecil kearah gedung untuk berteduh. Dia sedikit menggigil karena kedinginan, dia memeluk dirinya sendiri menghangatkan tubuhnya. Sedangkan di sisi lain Farah dan juga bodyguard-bodyguardnya tengah mencari sosok gazala di antara ratusan mahasiswa bukan hanya itu, minimnya cahaya membuat mereka susah untuk menemukan sosok yang mereka cari. Akhirnya mereka menemui rektor kampus meminta untuk bisa membantu mereka mencari Zala, untungnya beliau ingin membantu.

"Jingga tolong kamu suruh MC manggil yang namanya Noushin Gazala Achilles" perintah rektor pada salah satu mahasiswa, mahasiswa tersebut merupakan salah satu panitia acara.

"Iya pak" jawab jingga lalu pergi ke atas panggung menghampiri MC. Tidak berselang lama suara cempreng MC menggema memecah kesunyian malam, sedangkan hujan sudah mulai reda.

"Sekali lagi buat yang merasa namanya Noushin Gazala Achilles tolong menghadap rektor"ujar MC.

Merasa namanya di panggil Zala langsung mengdongak kepalanya, setelah itu berjalan menuju tenda di mana rektor duduk. Lain halnya dengan Bianca yang kini berada di tengah-tengah ratusan penonton. Dia terlihat celingak-celinguk mencari sesuatu namun belum juga dia temukan.

"Mana dah tuh bocah" gumam Bianca.

Sedangkan Zala kini sudah ada di samping rektor kampusnya, dia terlihat kiku juga gugup karena ada banyak pria berbaju hitam di samping rektornya dan juga wanita yang mirip ibunya. Ada apa ini? Siapa mereka? Dan mau apa ibunya datang ke kamusnya? Tapi tau dari mana beliau kalau dia ada di sini? Dan kapan wanita itu datang ke Jakarta? Itulah yang ada di kepala Zala. Namun belum sempat mulutnya mengeluarkan suara dan meminta penjelasan pada rektornya, tubuh mungil Zala sudah ambruk.

"Zala" pekik Farah panik sedangkan para bodyguarnya dengan siagap mengendong tubuh mungil Zala membawanya kemobil.

"Nyonya, kita mau ke rumah sakit atau kerumah saja?" Tanya bodyguarnya yang ada di kursi pengemudi.

"Kita kerumah saja, biar dokter Bram yang menangani anak saya" jawab Farah. Bodyguard itu hanya mengangguk dan mengegas mobil mereka menuju kediaman Jordan.

Sesampainya disana tubuh mungil Zala yang kini terlihat pucat Pasih langsung di bawa masuk dan di baringkan ke ranjang kamar yang kini sudah menjadi miliknya. Tidak berselang dokter

keluarga Jordan datang dan memeriksa keadaan Zala beserta beberapa perawatan yang ikut bersamanya, sedangkan Farah tengah mondar mandir di depan pintu kamar menunggu kabar dari Bram. Dia tidak berani masuk karena jika dia masuk maka dia tidak bisa menahan tangisnya.

Sedangkan suaminya kini tengah berlari kecil menghampirinya.

"Dimana putri kita? Apa dia baik-baik saja? Apa Bram sudah memeriksanya?" Tanya Maycel bertubi-tubi pada istrinya yang kini terlihat cemas.

"Bram belum keluar, dia masih didalam dan meriksa keadaan Zala" jawab Farah dengan suara rendah dan mata berkaca-kaca.

Dengan siagap maycel mendekap tubuh istrinya penuh kehangatan, menyalurkan kekuatan pada wanita yang ada dalam pelukkannya.

"Jangan sedih, aku yakin dia baik-baik aja oke. Jadi tenang aja" ucap maycel menenangkan istrinya yang kini mulai terisak dalam pelukannya.

"Aku harap juga begitu" gumam Farah pelan.

Tidak berselang lama Bram pun keluar begitu juga ketiga perawatan yang ikut masuk bersamanya, dengan cepat maycel dan Farah menghampiri Bram.

"Bagaimana keadaannya? Apa dia baik-baik saja. Apa perlu di bawa ke rumah sakit?" Tanya Farah bertubi-tubi, Bram tersenyum.

"Dia baik-baik saja, hanya kelelahan dan juga kedinginan. Dia butuh istirahat jadi tolong jangan ganggu dia malam ini, biarkan dia tidur. Aku juga sudah beri dia vitamin tadi jadi dia akan baik-baik saja jadi jangan khawatir" jelas Bram.

Maycel dan Farah bernafas lega, karena orang Yang mereka cari selama ini baik-baik saja.

"Terimakasih pertolongannya, sekarang kamu boleh pergi" ucap maycel berterimakasih lalu mempersilahkan dokter itu pergi.

"Sama-sama, saya tidak nolong banyak kok. Keadaan anak nona memang baik-baik saja" jawab Bram.

"Kalau gitu saya permisi dulu tuan, jika ada apa-apa panggil saja" timpal Bram lalu pergi, sedangkan maycel mengangguk paham.

Lain halnya dengan Farah yang kini berdiri di depan pintu kamar Zala kosong, melihat istrinya seperti itu maycel langsung menghampiri istrinya lalu memeluk tubuh mungil itu.

"Sudahlah dia baik-baik saja, lebih baik kita tidur. Kamu juga butuh istirahat sayang" bisik maycel tepat di telinga istrinya. Farah hanya mengangguk pelan lalu berjalan mengikuti suaminya ke kamar mereka, walau perasaannya masih gubah namun dia mencoba yakin jika anaknya baik-baik saja.

Keesokannya......

Zala mengeliat pelan menutupi wajahnya, dia merasa terganggu dengan sinar mentari yang kini

menyusup di sela-sela gorden jendela kamarnya dan menerpa wajahnya. Namun tiba-tiba dia merasa jika kamarnya semakin terang dan punggungnya terasa panas mungkin karena di terpa sinar matahari, eh matahari? Sejak kapan kamarnya berhadapan langsung dengan matahari.

Bukannya kamarnya tertutup oleh pohon mangga milik tetangganya, lalu sejak kapan gorden miliknya terbuka? Bukannya dia yang selalu membukanya sendiri ?, sedangkan dia sendiri kini

terbaring di ranjangnya. Apa dia kesiangan? Atau ada yang sengaja membukanya? Oh damn…. apa pelayan dirumah ini lupa kalau dia tidak suka ada yang masuk ke kamarnya tanpa seizinnyapikirnya dengan keadaan setengah sadar.

Sontak Zala membalikkan tubuhnya lalu membuka matanya walau pun susah namun sebisa mungkin dia membuka matanya, namun saat dia membuka matanya warna biru berpadu dengan hijau yang pertama kali dia lihat. Warna yang sangat dia sukai, manik coklat bening miliknya bergerak melihat sekelilingnya.

Aku dimana? Ini bukan kamarku, semua terasa asing. Jika bukan di kamarku lalu dimana aku sekarang batinnya

Dia bangkit dari ranjangnya lalu jalan menuju kamar mandi, tidak berselang dia lama dia kembali dengan wajah basah. Biasanya dia akan langsung mandi tapi ini bukan kamarnya. Walaupun dia mandi harus ganti baju pakai apa? Pakai handuk doang ya kali. Dingin iya, Memalukan iya. Belum lagi di tubuhnya banyak sekali bekas luka akibat ulah dua manusia gila, dia berjalan keluar dari kamar itu. Tidak ada yang bisa dia temukan selain para pelayan yang berlalu lalang di depan pintu kamarnya, serta menatapnya dengan tatapan aneh.

Apa ada yang salah dengan penampilannya? Atau ada yang aneh di wajahnya? Entahlah dia tidak perduli dengan mereka, sekarang di harus mencari siapa pemilik rumah ini dan bertanya bagaimna dia bisa berada di rumah tersebut. Bukan hanya itu, dia juga ingin di antar pulang. Jujur saja dia tidak punya apapun selain pakaian yang dia kenakan, dia menuruni tangga dengan santai sambil menatap sekeliling.

Akhirnya matanya menangkap sesosok pria yang umurnya mungkin sebaya dengan ayahnya, dia menghampiri pria itu yang kini tengah duduk di sofa. Membaca koran dengan secangkir kopi tau mungkin secangkir teh, dia tidak perduli dengan apa isi cangkir itu. Perlahan tapi pasti zala mulai mendekati pria itu dengan kiku.

"Om" serunya pelan memanggil pria tersebut namun terdengar jelas di telinga pria itu.

Membuat pria itu menoleh kearahnya, sedetik kemudian pria itu tersenyum pada Zala. Senyum yang menawan, membuat pria itu terlihat tampan juga manis.

"Eh, kamu sudah bangun rupanya. Gih sarapan, mama kamu sudah masak enak untuk kamu" ucap pria itu dengan nada hangat.

Sedangkan Zala hanya diam, dia mencoba mencerna apa yang tadi dia dengar. MAMA? Apa maksudnya itu, pria itu bilang kalau mamanya sudah masak? Oh gosh. Apa dia tidak salah dengar atau mungkin telinganya yang bermasalah. Sejak kapan ibunya masak untuk dirinya dan siapa pria ini, Zala tidak pernah melihat atau kenal dengan pria di depannya. Apa dia mainan baru

ibunya? Ah dia pusing memikirkannya.

"Hei sayang kok diem, yuk ke meja makan. Mama kamu udah nungguin disana, kamu tau dia sangat khawatir dengan kamu. Seharusnya kamu jangan terlalu capek dan maksain diri kamu, buat ngelakuin hal yang kamu senangi" ujar pria itu panjang sambil menarik pelan tangan Zala. Zala hanya diam dan mengikuti pria itu, dia penasaran siapa yang pria ini maksud. Kenapa dia terus saja mengatakan hal yang mustahil untuk di lakukan ibunya, seakan-akan jika orang yang di maksud pria yang menariknya adalah orang berbeda. Bagaimana bisa ibunya ada dua, itu adalah hal mustahil namun ada hal yang mengganggunya pertama jika memang pria ini mainan ibunya kemana pria tua Bangka ibu. Setahunya wanita itu begitu mencintai pria yang sudah bau tanah itu, bahkan rela menjual dirinya untuk pria itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel