Chapter 7
"ya mau gimana lagi bia, kita gak bisa maksain kemampuan orang. Emang yang mana aja yang masih bolong" ucap Nina pasrah.
"Di couple dance sama pembukaan acara, mana pasangannya sama anak bisnis lagi. Lo tau sendiri kalau anak bisnis tuh ada siapa aja" jawab Bianca
"Ya mau gimana lagi, udah gak usah dipikirin kita cari solusi buat masalah ini." Ucap Zoya menenangkan kedua temannya.
"Aku bakal ngewakilin fakultas hukum di couple dance" ujar Zala tiba-tiba membuat ketiga wanita itu noleh ke arah zala dan menatapnya dengan tatapan ragu.
"Emang Lo bisa dance dek?" Tanya Bianca
"Bisa sedikit tapi aku usahain buat tampil semaksimal mungkin" jawab Zala penuh keyakinan.
"Tapi acaranya besok loh dek" ucap Zoya tidak yakin akan hal yang di ucapkan Zala.Zala tersenyum
"Masukin aja nama gue dan liat besok" jawab Zala sambil tersenyum misterius.
Sedangkan ketiga wanita itu menghela nafas pasrah, mau tidak mau mereka mengiyakan permintaan Zala. Mereka juga tidak punya solusi apapun akan masalah itu.
"Percaya aja sama gue kak, gue juga bakal ngambil acara pembukaan. Masalah kalian selesaikan"
ucap Zala meyakinkan ketiga wanita di depannya.
"Serius nih dek mau ambil dua-duanya?" Tanya Bianca ragu
"Iya kak, kakak kan sering bantuin aku. Sekarang gantian, aku yang bakal bantuin kak." Jawab Zala penuh keyakinan.
Bianca menghela nafas pasrah, tidak salah bukan menerima tawaran zala. Toh mereka jadi tidak perlu repot-repot lagi berkeliling gedung untuk mencari orang yang pantas, dengan berat hati
Bianca mengetik nama Zala di daftar nama pengisi acara. Lalu mengirim file itu lewat email ke pahman, karena pria itu adalah ketua Mading di kampus mereka jadi apa aja yang mau di
publikasikan lewat Mading harus ngirim lewat dia.
"Kak, aku balik duluan ya kak. Soalnya mau beli sepatu" pamit Zala
"Beli sepatu? Sama siapa?" Tanya Bianca penasaran, mungkin saja Zala sudah memiliki teman atau mungkin pacar. Bianca harus tau orang-orang yang dekat dengan adiknya tersebut.
"Sama kak Tasya" jawab Zala
" Oh yaudah hati-hati ya" ucap Bianca
" Iya kak, aku pulang dulu ya kakak" pamit Zala sambil menyandang ranselnya sedangkan jaket miliknya dia ikat di pinggangnya.
Nina dan Zoya mengangguk saja, sepeninggal Zala. Ketiga wanita itu kembali membahas acara kampus mereka yang akan di selenggarakan besok malam. Sedangkan Zala kini berjalan keluar gedung dengan gaya cool, banyak pasang mata yang menatapnya dengan tatapan kagum namun ada juga yang menatapnya bingung karena wajah Zala terasa asing.
“Eh siapa tuh”
“Mahasiswa baru ya”
“Gila keren banget coy”
“Anjir, stlyenya gue banget”
“OMG, bening banget Njir.”
“Jodoh gue nih”
“Ya Tuhan kenapa cepat banget dah ngabulin doa gue. Padahal gue minta yang pas-pasan aja ini malah di kasih bidadari.”
“Gue rela ngubah selera gue kalau gini ceritanya.”
Begitulah kira-kira setan-setan berbisik-bisik riang gembira, sedangkan Zala terlihat acuh karena dia tidak akan mendengar apapun yang keluar dari mulut berbisa itu. Telinganya sudah dia sumpal menggunakan headset, hanya ada alunan musik yang dia dengar apalagi volumenya cukup keras jadi baginya suara-suara bisik-bisik tetangga penuh dengan dusta terdengar seperti teriakan kecoak kejepit. Sekarang dia sudah di luar gedung kampusnya, terlihat ada satu mobil hitam terparkir di depan gerbang kamusnya. Ya mobil siapa lagi kalau bukan mobil Tasya, tanpa bak bik buk lagi Zala langsung masuk ke mobil itu.
Lalu mobil itu pergi meninggalkan kampusnya menuju ke pusat pembelanjaan, cukup lama mereka disana karena bukan hanya beli sepatu saja tapi beberapa barang lainya yang mereka perlukan, mereka juga nonton dan makan di cafe. Jadi pas pulang sedikit terlambat, untungnya
mereka sudah beritahu orang rumah kalau mereka sedikit terlambat pulang jadi Laila dan Bianca tidak khawatir.
Karena terlalu lelah Zala malah ketiduran di mobil, sesampainya di rumah. Tasya tidak tega membangunkan Zala jadi dia menyuruh bodyguard mereka untuk menggendong tubuh mungil Zala ke kamarnya. Paginya seperti biasa Zala membereskan kamarnya sendiri, dia tidak pernah membiarkan orang lain masuk ke kamarnya dan menyentuh barang-barangnya tanpa seizin
darinya. Zala sangat tidak suka ada orang yang menganggu privasinya. Berhubung libur karena orang-orang mempersiapkan acara nanti malam jadi dia bisa bersantai-santai dan menyiapkan dirinya untuk nanti malam, jujur dia gugup dan sedikit kiku.
Ah lebih baik dia gunakan waktu senggangnya untuk latihan, lumayan bukan untuk melenturkan otot-otot kakunya. Mumpung dia lagi sendirian, semua orang dirumah keluar semua. Sibuk dengan urusan masing-masing, sedangkan dirinya? Dia tidak punya kesibukan apapun selain duduk diam di depan TV atau main game atau menghabiskan waktunya di kamar dengan beberapa buku dan novel, tidak ada hal lain yang bisa dia lakukan selain itu jika sedang libur.
Sebelum ngedace terlebih dahulu dia melakukan pemanansan agar otot-ototnya tidak kaget karena melakukan gerakan-gerakan yang sudah lama tidak dia lakukan, serta agar nantinya
badanya tidak sakit. Zala menari dengan penuh semangat, meregangkan otot-ototnya yang kaku.
Dia cuman memperagakan beberapa gerakan saja tapi cukup membuatnya lelah, lihat saja dadanya naik turun bahkan nafasnya memburu. Keringatnya terus saja menetes tanpa henti membuat baju yang dia kenakan basah.
"Huhhh…., capek juga" gumamnya sambil istirahat sejenak.
Menetralkan nafasnya yang kini memburu, cukup lama dia terdiam namun kemudian dia berjalan
menuju dapur. Karena dia butuh membasahi tenggorokannya yang kering tapi tiba-tiba saja dia merasa lapar tapi tidak ada apapun di kulkas selain bahan makanan yang masih mentah. Ya kali dia makan yang masih mentah, mau masak tapi males. Lagian dia agak takut dan juga gak paham pakai kompor gas yang ada di disini, kompor tersebut lain dari yang ada di rumahnya yang ada di kampung bahkan di rumah buk Aria. Tapi masa iya puasa, mana masih lama lagi jam makan siang.
Masih dua jam lagi, oh damn…… dia laper banget. Kenapa dia gak bisa nahan laper lagi barang sehari, padahal dulu dia bisa nahan bahkan sampai tiga hari pikirnya.
"Huhh….., mending mandi dulu. Lengket banget badan gue, mana gerah lagi" gumamnya lalu jalan
menuju kamarnya.
Singkat cerita kini dia di dalam kamar mandi, tidak berselang lama dia keluar dengan handuk melilit di tubuhnya mungilnya juga rambut basah. Dia terlihat segar dan lebih rileks. Tanpa
banyak bicara dia langsung mengganti pakaiannya lalu menyemprotkan beberapa wewangian di tubuhnya, memoleskan sedikit bedak di wajah polosnya serta membasahi bibirnya merahnya dengan libblos.
Rambut panjangnya dia kuncir kuda serata poni miliknya disisir menyamping, saat ini dia mengenakan baju lengan panjang dan celana training panjang. Terlihat sederhana namun jika Zala yang memakainya terlihat sangat keren. Kini gadis itu sudah ada duduk di warung bakso di depan rumahnya, berhubung dia sangat lapar jadi dia mesan yang ukurannya sedikit lebih besar namun bukan yang jumbo. Bisa teler dia kalau yang jumbo, gedenya aja sebesar bola basket. Hari ini pembeli cukup ramai mungkin karena sudah jam makan siang, tidak butuh waktu lama untuknya menghabiskan satu mangkok bakso karena dia sudah sangat lapar.
"Alhamdulillah akhirnya kenyang juga" gumannya lega.
Dia beranjak dari mejanya berjalan menuju kasir, membayar bakso yang tadi dia pesan dan berakhir di lambungnya. Selelsai makan dia langsung pulang, lalu masuk ke kamarnya dan tidur.
Entah kenapa beberapa hari ini dia sangat mudah mengantuk, mau tidak mau dia harus memejamkan matanya meski mimpi aneh itu terus saja menghantuinya. Tanpa terasa sudah sore dan suara azan berkumadang memecah kesunyian di kamarnya. Mendengar hal itu dia berusaha
membuka matanya dan mengumpulkan nyawanya, dengan mata masih tertutup dia bangkit dari ranjangnya dan menuju kamar mandi. Tidak berselang lama dia kembali ke kamarnya dengan handuk melilit di tubuhnya serta rambutnya yang basah, dia menghela nafas menatap lemari pakaiannya yang kini terbuka.
Dia bingung harus memakai apa, karena dia tidak pernah ke pesta atau sejenisnya. Bukan tidak pernah namun tidak punya waktu untuk melakukan hal itu, cukup lama dia berdiri di depan
lemarinya. Akhirnya dia memutuskan untuk memakai kemeja orange yang kemarin dia beli, dengan bawahan celana jeans selutut. Namun dia tutupi dengan celana training panjang juga jaket miliknya, rambutnya dia kuncir kuda seperti biasa. Wajahnya dia poles dengan bedak tipis serta
membasahi bibirnya menggunakan libblos, juga beberapa wewangian dia semprotkan ke tubuhnya.
Berhubung Bianca tidak bisa menjemputnya karena sibuk mempersiapkan acara dan Tasya juga
ada meeting mendadak jadi Laila yang mengantarkannya ke kampus. Bergegas dia keluar dari kamarnya lalu turun kebawah, terlihat sosok wanita parubaya tengah duduk di sofa single yang ada di depan TV yang biasa dia duduki.
"Mom, ayo berangkat." Ucap Zala membuat Laila menoleh kearahnya.
"Gak sarapan dulu sayang" ucap Laila
"Gak usah mom, aku masih kenyang." Jawab Zala
"Yaudah, ayo berangkat" ucap Laila lalu beranjak dari duduknya dan berjalan keluar, sedangkan Zala mengangguk lalu mengikuti Laila masuk ke mobil.
Sepanjang jalan Zala hanya diam, dia lebih tertarik melihat jajaran gedung tinggi yang ada di pinggir jalan. Dari pada berbincang dengan Laila, entahlah dia masih saja canggung. Padahal
mereka sudah tiga bulan satu rumah, mungkin karena Laila jarang dirumah. Tidak berselang lama mobil yang mereka tumpangi berhenti tepat di depan kampusnya.
"Mom aku masuk dulu ya, mom hati-hati di jalan ya" pamit Zala
"Iya sayang, kamu juga semangat. Maaf ya mom gak bisa liat kamu tampil, soalnya ada tamu di
rumah kita" ucap Laila dengan nada bersalah.Zala tersenyum.
"Gak papa kok mom, lagian gak enak juga sama tamu mom nunggu lama" jawab Zala lalu keluar dari mobil. Saat mereka di tengah jalan orang Laila menelepon dan memberitahu jika ada yang ingin bertemu dengan beliau.
Laila tersenyum lembut, dia bangga dengan sosok Zala yang dewasa. Tanpa banyak bicara Zala masuk ke kamusnya yang kini sudah ramai, sedangkan Laila sudah mengegas mobilnya menjauh dari kamus zala menuju rumahnya. Zala menghela nafas pelan, dia merasa risih dengan tatapan beberapa mahasiswa. Jadi dia menutupi wajahnya seperti biasa dan menyumpal telinganya dengan handset, dia merasa lebih baik saat ini. Zela terlihat celingak-celinguk mencari Bianca, dia bernafas lega saat melihat Bianca duduk diantara kursi panitia.
