Chapter 5
.
"kak, entar stop di ruko Deket halte itu ya Kak" ucap Zala sambil nunjuk kearah halte yang biasa dia nunggu.
"Emang mau ngapain?" Tanya Bianca bingung.
"Aku mau bayar hutang aku kemaren hehehe" jawab Zala sambil nyengir.
Bianca memutar matanya jenah.
"Aku juga mau ngeprint lembar soal yang semalam aku buat" timpal Zala, Bianca hanya mengangguk.
Sesampainya disana, Bianca menepi dan memarkirkan mobil miliknya di pinggir jalan.
"Banyak gak dek yang mau di fotocopy?" Tanya Bianca.
"Agak banyak sih kak, kalau mau duluan. Duluan aja" jawab Zala
"Yaudah kakak duluan ya, soalnya kakak musti cepet nih. Laporan yang kemaren pas seminar belum kakak kasih sama presiden kampus" ucap Bianca.
Zala menganggu paham lalu turun dari mobil, sedangkan Bianca melajukan mobilnya kembali meninggal Zala sendirian.
Sepeninggal bianca, Zala langsung ngeprint tugasnya dan membayar uangnya kemaren yang kurang. Setelah selesai dia berjalan memasuki kampusnya, dengan tergesa-gesa dia menuju gedung fakultasnya. Untungnya dia tidak telat, kalau iya. Dia yakin tidak akan ada toleransi dari dosennya, soalnya jam pertama adalah dosen killer. Lain halnya dengan Bianca yang kini tengah sibuk menyusun laporannya yang tak sempat dia susun.
"Kebiasaan deh Lo bia, kalau di kasih tugas gak beres Mulu" ucap sahabatnya sekaligus wakil
presiden kampus.
"Bacot dah Lo, ngabantuin enak. Jangan ceramah doang kerjaan" ucap Bianca sinis dan masih fokus dengan labtop miliknya.
"Ogah banget ngebantuin Lo, terakhir gue berbaik hati Lo malah ngelunjak" ucap Nina sinis.
Bianca hanya diam tidak berniat merespon ucapan sahabatnya itu, dia fokus menyusun laporannya. Tidak berselang lama dia akhirnya mendesah lega karena pekerjaannya sudah
selesai.
"Huaaaa, akhirnya selesai juga" pekik Bianca senang, sedangkan nina meringis telinganya berdengung karena suara cempreng Bianca.
"Gak usah teriak bisa gak sih" pekik Nina kesal.
Sedangkan Bianca hanya menyengir dan memasang tampang polosnya.
"Gak bisa hehehe" ucap Bianca jenaka, Nina memutar matanya malas.
"Kalau udah keluar cus kita ke ruangan sih bunglon ijok, pas Lo tinggal dia repot sendiri" ucap Nina, mengajak Bianca untuk pergi ke ruangan Presiden Kampus mereka.
"Lah emang Lo gak bantuin gitu, salah sendiri kenapa nyuruh gue kesana. Seharusnya Lo yang kesana" jawab Bianca sambil menutup laptopnya.
"Hehehe, gue mah punya tugas sendiri. Mana sempet bantuin dia" jawab Nina
"Prettt, palingan Lo sibuk godain junior dah. Dasar kadal Lo nin, jadi L kok bangsat banget" ucap Bianca sinis, sedangkan nina hanya menyengir kuda.
"Bodo, udah yuk ke ruangan kesayangan kita" ucap nina acuh lalu beranjak dari tempatnya
menuju keruangan presiden diikuti oleh Bianca selaku sekretaris. Sesampainya di ruangan presiden yang tak lain adalah sahabat mereka, tanpa mengetuk pintu mereka masuk begitu saja.
"Gak bosen apa Lo disini Mulu sama tuh kertas-kertas sialan ?" tanya Nina dengan nada datar.
Membuat wanita yang kini duduk di kursi kebesaran miliknya mendongak.
"Bosen gak bosen namanya tugas harus di jalani dengan hati ikhlas" ejek Bianca dengan nada di buat-buat.
"Bacot, mending diem deh." Ketus Zoya membuat Bianca dan Nina terkekeh.
"Galak Amet mbak, nih tugas gue udah kelar. Jangan suruh gue lagi buat seminar, mulai sekarang gue ogah Nerima" ucap Bianca lalu meletakkan laporan yang dia buat di meja Zoya asal.
"Lagak Lo nolak, biasanya kalau diajak kelayapan Lo paling cepet nunjuk tangan" ujar Nina sinis. Bianca nyengir polos.
"Serah gue dong, udah kita ngantin aja kuy gue laper" jawab Bianca datar dan mengajak mereka ke kantin.
"Kuy, gue juga udah laper banget dan gue juga mau ngeliat dedek incaran gue" ucap Ninamenyetujui ajakan Bianca dengan antusias.
"Bocah mana lagi dah yang jadi korban Lo?" Tanya Bianca sambil menatap Zoya meminta penjelasan.
Zoya mengangkat bahunya tidak tau menahu, sedangkan nina seperti orang gila senyum-senyum sendiri. Singkat cerita kini mereka sudah berada di kantin sambil menyantap makanannya yang
mereka pesan.
"Mana dah junior yang Lo incer?" Tanya Bianca penasaran.
"Hemz, kayaknya dia belum keluar dari kelas deh kayaknya. Biasanya dia duduk di pojok kiri deket jendela Sono" jawab Nina sambil menunjuk meja yang dia maksud.
Spontan Bianca menoleh ke arah meja yang Nina maksud, begitu juga Zoya.
"Panasaran gue sama tuh junior, cewek apa cowok?" Tanya Bianca.
"Cewek lah, Lo berdua kan tau kalau gue doyan sama yang cantik-cantik" jawab Nina, Bianca dan Zoya memutar mata mereka jenah.
"Terus Lo udah minta no W.A dia atau ID line dia?" Tanya Zoya, Nina nyengir polos dan menggelengkan kepalanya.
"Belom hehehe, gue pernah deketin dia tapi orangnya cuek gitu. Gue di depan dia tapi gak dianggap" jawab Nina pilu, sedangkan kedua sahabatnya tertawa terbahak-bahak.
"Oh Gosh!, seorang Nina di kacangin sama junior hahaha rekor baru tuh. Gue bakal ngasih cangkir cantik sama tuh junior" ejek Zoya.
"Tampang yang katanya cantik dan ganteng secara bersamaan malah menjelma jadi tembok
kampus yang sering di acuhkan hahahaha"timpal Bianca yang ikut mengejek Nina.
Sedangkan nina memajukan bibirnya kesal.
"Berhenti ketawa gak, kalau masih ketawa kita musuhan" ancam Nina membuat Bianca dan Zoya
menahan tawa mereka.
Tiba-tiba saja ponsel Bianca berdering, dia meraih ponselnya yang ada di sakunya, terlihat jelas tulisan MOMMY di layar ponselnya. Dia menggeser tombol hijau pada layer dan menempelkan ponselnya tersebut ke telinga.
"Hallo mom" jawab Bianca
“Halo sayang, sebelum kamu pulang mampir dulu di tokoh kue langganan mom ya. Tadi mom mesen kue tapi mom gak sempet ngambil”
“Iya mom, entar aku ambil kok.”
“Oke, mom tutup ya. Soalnya mom masih banyak kerjaan”
Mendengar itu Bianca langsung menutup teleponnya dan kembali memasukkan ponselnya ke
sakunya.
"Siapa?" Tanya Nina kepo
"Nyokap" jawab Bianca singkat. Zoya dan Nina hanya mengangguk saja.
Cukup lama mereka duduk disana bahkan mangkok bakso di depan mereka sudah kosong begitu juga dengan cangkir es teh mereka, namun mereka masih setia duduk disana.
"Udah ada belom tuh junior yang Lo taksir?” Tanya Zoya penasaran.
Sedangkan nina terlihat celingak-celinguk kekanan kiri mencari sesuatu namun nihil dia tidak menemukan yang dia cari.
"Kayaknya dia gak ngantin deh, soalnya ini udah lewat jam makan siang" jawab Nina lalu mendesah Kecewa.
"Sabar aja, masih ada lain kali kan" ucap Bianca memberi semangat pada sahabatnya itu.
Nina hanya mengangguk lesu, padahal dia berharap bisa bertemu dengan pujaan hati. Ah sepertinya dia sedang kena karma, dulu dia selalu di kejar-kejar dan sekarang dia yang malah
mengejar. Dan disialnya dia jatuh pada sosok yang sangat sulit dia tebak.
"Guys, gue mau ke kelas adek gue dulu ye" pamit Bianca.
"Adek? Adek Lo yang mana dah." Tanya Zoya bingung.
Pasalnya yang dia tau Bianca itu anak bungsu, sama halnya dengan Nina. Dia juga bingung, sedangkan Bianca malah tersenyum penuh arti.
"Adek sepupu gue, dia kuliah disini dan satu gedung lagi sama kita. Udah jangan banyak tanya lagi, dia udah chat gue" ucap Bianca langsung pergi tanpa perduli dengan kedua sahabatnya yang masih bingung dan penasaran siapa orang yang Bianca maksud.
Dengan anggun Bianca jalan menuju kelas Zala, sesekali dia tersenyum membalas sapaan mahasiswa yang berpapasan dengan dirinya. Siapa sih yang gak kenal dengan Bianca Maulia Andreas, putri bungsu dari dua pengusaha sukses yang di segani. Dia juga adalah sekretaris presiden kampus, semua mahasiswa pasti sering melihat atau bercengkrama dengan wanita berdarah campuran itu. Sedangkan Zala, dia kini berdiri dan bersandar tembok depan kelasnya.
Dia menunggu Bianca datang, tidak berselang sama dia melihat sosok yang dia tunggu.
"Yuk pulang" ajak Bianca
"Iya kak" jawab Zala singkat lalu mengekori Bianca.
Singkat cerita kini mereka sudah berada di rumah mereka, bahkan Zala kini sudah terbaring di ranjang empuknya. Hari ini dia sangat lelah, tidak ada waktu istirahat sama sekali. Jadwalnya sangat padat dan itu sangat menguras tenaga, tanpa sadar dia malah terlelap.
