Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 4

Hari ini adalah hari empat Zala ngampus dan Bianca masih saja seminar di Bandung, jadi dia

berangkat nebeng Tasya. Jika pulangnya dia akan nunggu Tasya menjemputnya di halte busway dekat kampusnya, dia belum berani untuk pulang sendiri serta dia juga tidak ingin terlihat mencolok makanya dia menunggu di sana. Huhhh….. dia menghela nafas lega karena dia

tidak melupakan dompetnya lagi. Kemaren, dia harus puasa seharian karena kelupaan membawa dompet jadi dia hanya tidur di kelas dengan telinga terpasang headset. Zala masih belum memiliki teman, karena sifat pemalunya dia kesulitan untuk bersosialisasi dengan teman-teman

sekelasnya.

Dengan riang dia menuju kantin, untungnya gedung fakultasnya dekat dengan kantin. Jadi dia tidak perlu repot-repot untuk mencari dimana letak kantin. Dengan headset di telinganya juga topi jaket terus bertengger di kepalanya menutupi wajah polosnya, dia begitu menikmati musik dia dengar dan dia pergi sendirian. Dia tidak masalah dengan itu.

Alunan lagu Bazzi ; Beautiful menggema ditelinganya.

Tanpa sadar dia malah mengikuti lirik lagu, tidak perduli dengan beberapa orang yang menatapnya aneh karena berkomat-kamit tidak jelas. Dia tidak sadar jika di depannya ada beberapa geng yang di takuti serta di kagumi oleh mahasiswa di kampusnya. Seperti universitas Swasta lainnya pasti ada mahasiswa yang merasa paling tinggi dan berkuasa karena kekayaan orang tua mereka, membentuk kelompok kecil untuk memonopoli dan mendoninasi sekelilingnya. Tanpa rasa takut dia melewati mereka tanpa perduli jika semua orang melongo tidak percaya, bagaimana bisa gadis itu begitu berani melewati geng-geng yang di segani di kampus mereka.

Mereka saja akan menepi jika geng-geng itu lewat, sedangkan Zala? Dia malah berjalan sejajar dengan mereka tanpa rasa takut.Namun tiba-tiba saja hidung mungil Zala menangkap satu aroma

sangat familiar di hidungnya, dia langsung mendongak lalu mencari pemilik aroma itu. Namun nihil, dia tidak menemukan apapun. Namun entah kenapa hatinya menyuruhnya untuk menoleh kebelakang tetap saja dia tidak menemukan apapun.

*****

Zala POV

Gue mengangkat bahu acuh pas gak bisa nemuin pemilik parfum yang familiar di hidung gue tapi kalau di pikir-pikir lagi mustahil juga bisa nemuin karena ada banyak manusia berlalu lalang di koridor kampus. Gak mungkin bukan kalau gue meriksa parfum mereka satu-satu, entar gue dikira gila lagi. Jadi gue lanjutin jalan ke kantin, suasana kantin cukup ramai.

Dengan gugup gue masuk dan berjalan menuju jajaran ruko yang menyediakan berbagai macam makanan, gue memang gini kalau ketempat yang baru gue kunjungi. Gugup dan rada canggung,

gue ngerasa kalau seluruh mata di kantin natap gue dengan tatapan meremeh. Gue cuman mesen bakso dan sebotol air mineral, gue gak terlalu suka minum jus atau sejenisnya. Gue ngelirik kekanan kiri gue, tentu saja mencari meja kosong masa iya nyari orang karena sampai sekarang gue belum juga dapet temen.

Gue bukan orang yang pinter bergaul jadi alhasil gue sendirian dan selalu sendiri, bahkan gue udah terbiasa sendiri dan ngelakuin segala hal sendirian. Gue buka topi jaket gue dan melepas headset yang bertengger di telinga gue, naruh MP3 milik gue di samping mangkok bakso gue. Lalu menikmati makanan gue dalam diam, namun tiba-tiba saja gue ngerasa kalau ada yang duduk di depan gue. Pas gue liat benar, ada seorang wanita yang duduk di depan gue terus senyum, Tentu saja gue bales.

"Boleh kan gue duduk disini, soalnya meja penuh semua?" Tanya dia, gue diem dan ngelirik sekitar.

Bener apa yang dia katakan, semua meja di kantin penuh semua. Gue ngangguk doang lalu melanjutkan makan gue yang tertunda, namun lama kelamaan meja gue penuh sama cewek lainnya yang berdatangan, mungkin mereka berteman. Karena terlalu ramai gue jadi risih. Mana berisik banget lagi, huhhh…. pengen banget gue usir tapi gak enak juga. Emang ini meja punya gue?, Semua orang berhak buat dudukkinnya.

Tapi kalau gini mah bikin kesel orang, mana ini cewek-cewek malah ngerumpi lagi. Gak tau apa gue mau keluar, pakai jalan lain? Udah dari tadi gue pakek kalau ada. Ini mah gak ada, gue tuh di himpit sama mereka. Jadi ya gue cuman diem dan masang headset di telinga gue, biar telinga gue gak ternoda sama ocehan sampah mereka. Karena gak ada kerjaan, gue malah mengubek-ubek kuah bakso yang masih kesisa di mangkok gue.

Akhirnya gue memilih buat pergi, karena udah waktunya gue masuk kelas. Tanpa pamit gue pergi gitu aja ninggalin ibu-ibu rempong lagi asik ngerumpi.

Pas udah di kelas gue langsung duduk di kelas nunggu dosen masuk, ya gini-gini aja hidup gue.Membosankan. Gak ada yang menarik sama sekali, akhirnya dosen masuk dan gue fokus sama pelajaran yang di terangkan sama dosen. ngelupain hal yang gak penting karena gue musti fokus nyatet hal penting yang di jelasin dosen di depan gak semua hanya beberapa saja yang menurut gue perlu di catet doang, tidak berselang lama dosen keluar karena udah habis jamnya. Gue beresin buku-buku yang berserakan di meja gue, gue masukin semua ke ransel gue. Setelah selesai gue keluar dari kelas dan jalan keluar gedung fakultas menuju ke halte busway

yang sering jadi tempat gue nunggu kak Tasya jemput.

*****

Zala menatap langit yang kini terlihat mendung, dia mendesah pelan. Kayaknya bakal hujan nih…

pikirnya, namun tiba-tiba saja dia menangkap sesosok wanita yang kini tengah berjalan gontai menuju jalan raya yang kini penuh oleh kendaraan yang berlalu lalang.

Spontan Zala lari kearah wanita itu dan langsung menarik tangannya kasar ke tepi jalan.

"Mbak kalau mau nyeberang tuh liat kanan kiri dulu mbak, liat banyak kendaraan yang lewat"

ucap Zala, wanita itu hanya diam dan menatapnya penuh arti.

"Kalau Mbak mau nyeberang, saya antar mau?" Tawar Zala, lagi-lagi wanita itu hanya diam.

"Mbak bisu atau gimana sih? Orang ngomong dari tadi malah di pandangin doang. Ya seenggaknya berterima kasih ke atau apa kek gitu" ucap Zala kesal.

"Gue gak nyuruh Lo nolongin gue jadi gue gak perlu berterimakasih kasih" ucap wanita itu datar, Zala memutar matanya jenah.

Dasar wanita menyebalkan, nyesel dah nyamperin orang gila yang mau bunuh diri…. batinnya.

"Serah deh mbak, sok atuh kalau mau lanjut bunuh diri. Tapi saran saya kalau mau mati jangan libatkan orang lain cukup diri sendiri, gantung diri kek atau apa gitu. Tapi kalau Mbak mati, mbak yakin bakal gak sengsara lagi dan tersiksa? Cuman mau ngingetin doang kalau orang udah mati gak bakal hidup lagi" ujar Zala

"Tapi serah mbak sih mau gimana, keputusan ada di tangan mbaknya sendiri." Timpal Zala lalu lari lagi ke halte busway karena mobil jemputannya sudah datang.

Sedangkan wanita itu masih di disana menatap Zala dengan tatapan penuh arti, ada seulas senyum dibibir keringnya. Kini Zala sudah di dalam mobil, karena kecapean dia malah tertidur dan Tasya tidak berniat untuk membangunkannya karena dia tidak tega melihat Zala yang tertidur dengan pulasnya. Bahkan dia tidak terbangun saat para bodyguard menggotongnya ke kamarnya, lalu membaringkan tubuh mungilnya di ranjang empuk miliknya.

"Capek banget keliatannya tuh anak, gak biasanya dia tidur di mobil" gumam Tasya yang kini tengah duduk di sofa.

Kini wanita 26 tahun itu tengah menyelesaikan pekerjaannya yang dia tinggalkan tadi demi menjemput adik kecilnya yang kini sudah di alam mimpinya, dia tidak tega membuat Zala menunggu lebih lama lagi. Jadi dia meninggalkan pekerjaannya dan membawanya ke rumah,

Tasya terlalu fokus dengan labtop miliknya. Dia tidak sadar jika ada seseorang yang kini sudah

duduk di sampingnya.

"Lembur kak?" seru seseorang secara tiba-tiba, membuat Tasya tersentak kaget.

"Astaghfirullah hal'azim, ASTAGA!.... Bianca kamu kebiasaan deh ngagetin kakak Mulu dah" pekik Tasya kesal, sedangkan Bianca dia hanya menyengir kuda dan memasang tampang polos miliknya.

"Hehehe, maaf. Oh ya, dedek Zala mana kok gak keliatan?" Ujar Bianca, lalu bertanya mengenai

keberadaan Zala.

"Sudah di maafkan, Zala? dia tidur" jawab Tasya kembali fokus ke pekerjaannya.

"Tumben tuh anak udah molor, biasanya jam segini nongkrong di depan TV tuh anak. Nonton

Tayo" ucap Bianca bingung.

"Dia kecapean karena ngampus, tau dah apa aja yang dia lakuin di kampus sampai terkapar gitu.

Di suruh meraton ngelilingi kampus kali tuh anak" jawab Tasya asal tanpa mengalihkan tatapannya dari laptop.

"Oh, kalau hukum mah memang capek kalau semester pertama. Apalagi tugas-tugasnya uh banyak banget tapi aku rasa itu bukan masalah gede kan tuh anak pinter" ucap Bianca begitu antusias.

Tasya hanya mengangguk dan berdehem.

"Kapan kamu pulang?, Bukannya rencananya besok baru pulang" tanya Tasya sambal mendongak

dan menatap bingung adiknya.

"Hehehe, aku sengaja pulang cepat. Karena aku khawatir dengan Zala, kakak tau sendiri kalau kampus aku tuh isinya manusia sok semua. Apalagi Zala masuk ke sana karena beasiswanya" jelas Bianca lalu mendudukan dirinya di samping Tasya.

Tasya memutar matanya malas.

"Udah kakak bilang dari dulu kalau itu kampus menang tampilannya doang, elit sih elit tapi isinya cuman orang-orang sampah yang berlomba-lomba pamer harta, kamu yang ngeyel pengen masuk kesana." Ucap Tasya datar.

"Ya, itu karena temen-temen aku banyak masuk kesana. Lagian kita udah janji masuk kampus yang sama. Sebagai teman yang baik kan gak bias nolak." ujar Bianca, Tasya hanya diam dan tidak merespon apapun.

Dia memilih untuk fokus ke labtop miliknya, dia terlalu malas berdebat dengan adiknya yang bodoh itu.

"Kak" panggil Bianca.

"Hem" jawab Tasya seadanya.

"Zala tuh beneran anak om ya kok gak mirip sih" tanya Bianca, dia sudah lama ingin menanyakan hal itu pada Laila namun ibunya hanya bungkam. Tidak ada satu jawaban pun yang keluar dari mulutnya, malah beliau mengalikan pembicaraan.

"Iyalah emang anak siapa lagi, kamu gak merhatiin iris matanya yang mirip banget sama om Fadil." Jawab Tasya yakin.

Bianca mengangguk setuju.

"Kenapa kamu ragu kalau Zala bukan anak om Fadil?" Tanya Tasya penasaran.

"Bukan ragu kak, hanya saja sifat keduanya berbanding balik. Om Fadil kan orangnya PD gila terus

sering tebar-tebar pesona lah anaknya malah kebalikannya" jawab Bianca sambil mengingat bagaimana pemalunya Zala.

Tasya terkekeh, pantas saja ibunya males banget ngejawab pertanyaan Bianca, soalnya gak ada yang bermutu pikir Tasya.

"Mungkin mirip Ibunya kali" jawab Tasya asal. Bianca mengangguk mengerti.

"Udah sana istirahat, jangan gangguin kakak kerja" usir Tasya membuat Bianca berdecik kesal.

Dia beranjak dari duduknya lalu pergi ke kamarnya, Tasya menghela kasar melihat tingkah adiknya itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel