Chapter 3
Empat hari sudah Zala tinggal di rumah bibiknya, tidak banyak dia lakukan selama empat hari itu. Nonton, mendengar musik dari MP3 mini miliknya atau baca buku dan main game juga mengutak-atik labtop miliknya, tidak banyak yang dia lakukan untuk mengisi waktu senggangnya. Sedangkan kedua kakak sepupunya sibuk dengan urusan masing-masing,
Tasya sibuk membantu Laila mengurusi perusahaan mereka sedangkan Bianca sibuk dengan kuliahnya. Zala hanya sendirian di rumah dengan rasa bosan yang hampir menggerogoti tubuh mungilnya. Ah jangan bilang dia sendirian karena ada banyak pelayan di rumahnya serta pada pria berbaju hitam yang berdiri di beberapa sudut rumah, tak hayal Zala sering mengobrol dengan mereka jika sedang bosan.
Tidak banyak yang mereka bicarakan selain tentang kehidupan yang kejam, dia berharap jika waktu berputar sangat cepat karena dia sangat ingin cepat-cepat ospek dan menjadi mahasiswa karena dia sudah sangat bosan. Sekarang Zala tengah duduk di sofa sambil menonton film favoritnya, yang biasa dia tonton sambil menunggu orang rumah pulang. Tanpa sadar dia malah tertidur, namun tidak berselang lama dia terbangun karena ada yang nepuk pipinya lembut.
"Eh, kak Tasya kapan pulang?" seru Zala saat tau siapa yang membangunkannya.
"Baru aja, kamu kok tidur disini sih dek. Kalau mau tidur ke kamar gih, entar sakit semua loh
badannya" jawab Tasya
"Aku tadi nonton eh malah ketiduran, em bibik eh mommy sama kak Bianca udah pulang?" Tanya Zala sedikit kiku memanggil Laila mommy.
Itu karena permintaan Laila agar tidak memanggil wanita paru baya itu bibik lagi, karena sekarang Zala adalah bagian dari keluarganya. Tasya dan Bianca juga sudah menerima kehadirannya, bahkan tidak segan-segan kedua wanita itu memanjakan Zala dan membuat Zala risih sendiri. Alasannya cukup simple karena sekarang Zala sudah tidak seperti pertama kali mereka bertemu, lagipula percuma mereka menolak toh tidak merubah fakta bahwa Zala bagian dari mereka yaitu anggota keluarga Achilles. Jadi sebagai keluarga mereka harus menerima satu
sama lain bukan ?, serta saling menyayangi dan mencintai layaknya keluarga.
Apalagi Bianca, dia sangat posesif dan tidak membiarkan Zala keluar rumah jika tidak dengannya dengan alasan takut nyasar.
" Mommy, dia agak maleman pulang. Kalau Bianca bentar juga pulang" jawab Tasya, Zala hanya mengangguk paham.
"Yaudah kalau gitu kakak mau ke kamar dulu, mau bersih-bersih. Kamu jangan ketiduran lagi entar badannya pegal-pegal kalau tidur di sofa" ucap Tasya
"Iya kak, siap" jawab Zala dengan nada tegas dan wajah konyol. Tasya terkekeh geli melihat tingkah Zala yang bikin gemes. Di acak-acaknya poni Zala gemas lalu melangkah pergi meninggalkan Zala yang kini memekik kesal, gadis itu memang tidak suka jika poni miliknya di
acak-acak.
"Huhh, jadi berantakan deh" gumam zala kesal.
Dia merapikan kembali poni miliknya sambil berjalan menuju kamarnya namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti karena ada yang memanggilnya.
"Zala"
"ya" jawab Zala singkat lalu membalikkan dia mengenali suara yang memangginya, itu suara
Bianca.
"Kamu mau kemana?" Tanya Bianca. Wanita itu berdiri tidak jauh dari Zala.
"Ke kamar kak, aku ngantuk" jawab Zala seadanya.
Bianca manggut-manggut doang.
"Kak kapan sih ospeknya, aku udah bosen nih di rumah Mulu" tanya Zala dengan wajah polos.
"Kampus udah ospek dua hari yang lalu dan hari ini hari terakhirnya" jawab Bianca membuat Zala melongo, tidak percaya. Bagaimana bisa dia melewatkan ospek, oh Gosh! Seharusnya dia mengecek web resmi kampusnya agar dia tau kapan ospek akan mulai.
"Kok kakak gak ngasih tau sih, gimana kalau aku gak keterima di sana. Aish….., kenapa aku sangat bodoh dan melewatkan hal terpenting" ucap Zala panik plus khawatir.
Bianca terkekeh geli, wajah Zala terlihat lucu dan menggemaskan jika sedang panik seperti ini.
Ah dia makin sayang saja, dia tidak rela jika ada membuat wajah imut adiknya itu menjadi suram.
Cukup wanita sialan yang di sebut Zala sebagai ibu yang membuat wanita bertubuh mungil itu tersiksa fisik serta batin.
"Gak usah panik gitu, kakak emang sengaja gak ngasih tau kamu. Mommy mau kamu istirahat dirumah saja, jadi kakak minta izin sama ketua ospek agar kamu tidak ikut selama ospek. Mommy
juga udah ngomong sama rektor juga pemilik kampus"jelas Bianca membuat Zala bernafas lega.
Namun ada satu hal yang menganggunya, pemilik kampus? Apa maksudnya? Bukannya dia kuliah di universitas negeri? Oh damn, jangan bilang kalau dia bakal kuliah di universitas swasta.
"Bukannya aku kuliah di universitas negeri? Kok malah di swasta sih?" Tanya Zala jengkel, otaknya tiba-tiba saja tidak bisa mencerna dengan baik.
"Emang siapa yang bilang kalau kampus kakak itu universitas negeri?" Ucap Bianca berbalik
bertanya.
Zala hanya diam, dia pikir memang tidak ada yang bilang kalau dia akan kuliah di universitas
negeri.
Zala menghela nafas pasrah.
"Jadi kapan ngampusnya?" Tanya Zala dengan wajah lesu.
"Besok, jadi kamu musti pagi bangunnya karena kakak gak suka nunggu." Jawab Bianca lalu pergi
menuju kamarnya, meninggalkan Zala yang kini termenung di tempatnya.
Malam itu Zala tidur lebih awal dari biasanya, alhasil dia bangun sangat pagi-pagi sekali. Dia tidak ingin kesiangan dan di tinggal oleh Bianca, setelah bersiap-siap dia langsung keluar dari kamarnya dan menuju ke meja makan. Namun sesampainya disana tidak ada yang terlihat kecuali para pelayan yang berlalu lalang menyiapkan sarapan, jadi dia memilih untuk menonton sembari menunggu yang lain turun kebawah. Zala terlihat fokus menonton film anime yang sering tayang saat pagi hari, dia tidak sadar jika kedua kakak sepupunya dan wanita yang kini sudah dia anggap
sebagai ibunya sudah duduk di meja makan.
Hingga akhirnya seorang pelayan menghampirinya membuatnya tersadar jika semua orang sudah duduk di meja makan.
"Nona, anda di panggil nyonya untuk sarapan" seru pelayan itu.
"Iya" jawab Zala singkat lalu mematikan televisi dan berjalan menuju meja makan.
"Pagi semua" sapanya dengan senyum di wajahnya.
"Pagi juga sayang"
"Pagi juga dek" jawab mereka
"Tumben pagi, biasanya jam setengah tujuh baru bangun" tanya Tasya bingung.
"Dih, bangun pagi salah apalagi siang. Jadi kayak judul lagu Raisya aja serba salah" ucap Zala jengkel.
Ketiga wanita itu hanya terkekeh, membuat bibir Zala bertambah maju.
"Kata kak Bianca, hari ini tuh hari pertama aku kuliah jadi aku gak mau telat jadi aku bangun pagi" ujar Zala menjelaskan alasannya bangun pagi.
"Ohhhh" jawab Tasya singkat dan mengangguk mengerti.
"Bulat" ketus Zala kesal, Tasya terkekeh mendengar nada bicara Zala.
"Kamu ini hobby banget deh bikin adik kamu kesal sya" ujar Laila tidak habis pikir dengan Tasya yang hobby menggoda Zala.
"Habis lucu sih, mukanya kalau cemberut tuh bawaannya pengen ketawa" jawab Tasya dengan
nada jenaka, Zala memutar matanya jenah.
"Emang muka aku mirip muka pelawak apa!" Ucap Zala sinis
"Mirip dek hahaha" ledek Bianca membuat Zala bertambah cemberut.
Membuat semua orang tertawa geli serta gemas melihatnya.
"Ish kok mommy ikutan ketawa sih, bukannya belain" ucap Zala kesal
"Hahaha, iya iya mommy gak ketawa nih. Kalian berdua juga berhenti menertawakan adik Kalian,
kalian liat tuh mukanya udah masem gitu" ujar Laila, sedangkan kedua putrinya hanya diam dan mencoba menahan tawa mereka agar wajah adik mereka tidak berubah jadi jeruk nipis. ASEM!.
"Oh ya Zala, Kamu bakal masuk jurusan hukum sama kayak kak Bianca, biar dia bisa ngawasin kamu terus dan gak boleh nakal serta harus nurut apa kata kak Bianca ya" nasehat Laila agar zala tidak membuat masalah yang akan mempersulit dirinya sendiri.
"Iya mom" jawab Zala yakin, ya dia yakin kalau bisa melakukannya itu semua.
Dia bukan tipe orang yang banyak tingkah dan cenderung tidak banyak bicara tapi tidak pelit, Zala tipe orang yang tidak pintar bergaul dan lebih nutup diri dari orang asing atau sekalipun sudah kenal tapi bias sangat terbuka tergantung dia ingi bercerita atau tidak.
"Dek, hari ini kakak gak bisa nganter. Kakak ada seminar di Bandung jadi kamu di anter sama kak Tasya ya" Ujar Bianca sambal menyeruput susu yang dia pegang.
"Baiklah, tapi kak aku gak tau dimana gedung fakultas hukum. Terus aku juga gak tau dimana
kelasku" jawap Zala bingung sendiri, dia sudah membayangkan bagaimana dia di kampusnya
nanti.
"Kak yang bakal nganter kamu sampai ke kelas jadi gak perlu khawatir" ujar Tasya.
"Bukannya kakak mau kerja, Terus kalau telat gimana?. Jadi gak usah deh kak, aku bisa sendiri kok entar" jawab Zala menolak, dia tidak mau merepotkan orang lain.
"Gak bakal, udah yuk berangkat. Udah siang nih. Kamu gak mau bukan telat entar" ucap Tasya bersikeras ingin mengantar Zala sampai di kelasnya.
Dia ingin memastikan adiknya itu baik-baik saja sampai di kelasnya, Zala hanya menghela nafas pasrah lalu mengangguk.
"Mom, kak Bianca aku berangkat" ucap Zala lalu mencium tangan kedua wanita itu.
Dengan gontai dia mengekori Tasya lalu masuk ke mobil, sepanjang jalan Zala hanya diam. Dia sibuk dengan musik yang dia dengar menggunakan headset, sambil memandangi jejeran gedung yang tersusun sedemikian rupa di pinggir jalan. Sedangkan Tasya, dia fokus menyetir mobilnya dan berbicara dengan seseorang menggunakan headset bluetooth, tidak berselang lama mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah gedung megah dan mewah.
Ada banyak orang yang berlalu lalang, keluar masuk gedung tersebut, Gedung tersebut merupakan kamus Zala.
"Dek, kita udah sampai. Yuk keluar" seru Tasya membuat Zala sadar.
Dia mencopot headset di telinganya lalu turun dari mobil, begitu juga dengan Tasya. Saat ini Zala mengenakan kemeja biru laut namun di tutup oleh jaket miliknya. Berpadu dengan celana jeans, serta sepatu kets hitam putih. Sedangkan Tasya, dia mengenakan rok pinggul selutut warna hitam serta kemeja putih ditutupi oleh almamater warna abu-abu dan sepatu high heels sejari warna hitam. Tasya terlihat menawan dan anggun, apalagi rambut ikal miliknya yang terurai tertata sangat rapi. Berbanding balik dengan Zala yang kini hanya menguncir kuda rambutnya dengan asal dan menyampingkan poni miliknya.
Kini kedua wanita itu berjalan menyusuri koridor demi koridor, tanpa perduli jika begitu banyak
pasang mata yang menatap mereka dengan tatapan kagum. Lebih tepatnya pada Tasya karena
Zala menutupi kepala dan wajahnya menggunakan topi jaket miliknya. Sesampainya di kelas Zala
langsung masuk namun sebelum itu berpamitan dengan Tasya.
"Kak, aku masuk ya" ucap Zala lalu mencium tangannya Tasya.
"Iya, kamu baik-baik ya. Jangan nakal, kalau ada apa-apa telpon kakak aja atau mommy. Terus uang jajan kamu udah kakak transfer, kamu hemat-hemat ya jangan boros" nasehat Tasya.
"Iya kak, yaudah aku masuk dulu" jawab Zala sambal tersenyum lalu melangkah masuki kelasnya yang kini sudah penuh oleh mahasiswa dan mahasiswi. Dia menundukkan kelapanya agar tidak bertatapan dengan teman-temannya, dia merasa sangat canggung dan kurang nyaman apalagi tidak ada yang dia kenal, karena dia tidak mengikuti ospek. Begitu juga dengan teman-teman sekelas Zala, mereka bingung saat melihat Zala masuk ke kelas. Dia memilih untuk duduk di dekat
jendela, tidak berselang lama dosen pun masuk.
Hari pertamanya kuliah tidak ada yang istimewa, bahkan belum ada aktivitas ngajar mengajar sesuai prosedur. Semua dosen hanya memperkenalkan diri mereka dan memberitahu mereka mengajar di mata kuliah apa. Zala tidak terlalu perduli akan hal itu, dia memilih untuk bergelut dengan pikirannya. Ada sebagian dari mahasiswa di kelasnya yang antuisa merespon dosen-dosen tersebut, tentu saja mereka merupakan calon-calon mahasiswa caper dan sebagian lagi seperti Zala merasa bosan dan beranggapan kitu bukan hal penting
