Chapter 2
Sekarang gazala terbaring di kamarnya, setelah berkenalan dengan kedua kakak sepupunya,
lebih tepatnya di perkenalkan. Laila langsung menyuruhnya untuk istirahat, Zala meletakan
tas sandang miliknya sembarang juga rangsel yang berisi buku-buku serta novel koleksinya. Yang
dia kumpulan dari dia SMA dengan uangnya sendiri tentunya. Hahhh….. "besok sajalah beres-
beresnya. Cepek banget, pengen tidur" Batinnya.
Dia merebahkan tubuh mungilnya di ranjang besar dan empuk di belakangnya, lalu memejamkan
mata. Tidak butuh waktu lama untuknya tertidur apalagi sekarang tubuhnya sangat lelah.
Keesokannya dia terbangun karena mendengar suara azan, jadi dia langsung mandi walau dingin.
Lalu berwudhu dan solat subuh, selesai sholat dia merapikan tempat tidurnya.
Mengosongkan isi tas dan ranselnya, menyusun pakaiannya di lemari dan menyusun rapi buku-
bukunya di rak buku.
"Akhirnya selesai juga" gumamnya sambil tersenyum lega, kini kamarnya sudah rapi.
Lalu dia keluar dari kamarnya, berniat untuk sarapan.
"Pagi bik, kak Tasya sama kak Bianca" sapanya ramah pada ke tiga wanita yang kini duduk di
meja makan. Gadis itu mencoba meramahkan diri walau responnya tidak terlalu baik.
"Pagi juga sayang" jawab Laila hangat, lain halnya dengan Bianca dan Tasya.
Mereka belum juga menerima kehadiran Zala, karena penampilannya yang bikin sakit mata. Lihat
saja sekarang gadis itu mengenakan baju kaos kebesaran dan warnanya sudah pudar berpadu
dengan celana pendek yang sudah lusuh.
Persis seperti pembantu rumah tangga!.
Bahkan baju pembantu lebih baik dari pada yang di kenakan Gazala sekarang, kepala dua wanita itu terasa nyeri memikirkan penampilan Gazala yang tidak manusiawi menurut mereka.
"Ada gak sih Lo baju yang bagusan dikit kek, gak kayak pembantu gini" ketus Bianca, mulut wanita
itu memang terkenal pedas.
"Emang kenapa kak?, Ah maaf. Aku gak punya baju kayak kalian" ucap Zala pelan sambil
menunduk karena tidak mau melihat tatapan sinis dari kedua kakak sepupunya.
"Emang duit yang kita kirim kemaren-kemaren kemana aja?" Tanya Tasya bingung karena selama
ini uang bulanan selalu mereka kirim untuk kebutuhan Zala.
"Aku gunain buat beli buku dan les kak" jawab Zala seadanya.
"Seharusnya Lo beli pakaian, liat aja penampilan Lo kayak gembel gitu" ucap Bianca sinis.
"BIANCA" bentak Laila membuat kedua anaknya kaget termasuk Zala.
Pasalnya wanita paru baya itu sedari tadi hanya diam menikmati makanannya.
"Bisa gak sih kamu jaga lisan kamu itu, gimana pun bentuk dan penampilan zala. Dia tetap saudara
kalian berdua, darahnya mengalir deras darah keluarga Achilles" tegas Laila
"Tapi mom, masa iya pas kuliah entar penampilan dia kayak gini. Malu-maluin aja, mommy tau
kan kalau kampus aku tuh kayak gimana" ucap Bianca tidak terima.
Laila memutar matanya jenah, dia sangat tau kalau mahasiswa di kampus putri bungsunya itu
rata-rata hanya bisa menghabiskan uang orang tuanya saja untuk hal yang tidak berguna.
Contohnya ya ada di depan mata, putrinya sendiri. Kalau saja Bianca tidak kuliah disana mungkin Laila tidak akan pernah mau memasukan Zala kesana, Laila sangat tau bagaimana polosnya putri
dari adiknya itu.
Namun sayangnya putri bungsunya itu kuliah di sana dan Laila tidak akan membiarkan Zala jauh
dari pengawasannya. Cukup Fadil kecil itu menahan penderitaan bertahun-tahun tanpa
pengawasan kerabat dekatnya.
"Kalau gitu kita belanja, kalian gak mau bukan penampilan adik kalian kayak gini jadi ayo benahi.
Mommy udah pusing denger ocehan kalian" ucap Laila, membuat kedua putrinya mendesah
pasrah.
Sedangkan Zala hanya diam, dia tidak bisa berkata apapun karena dia merasa tidak perlu
mengatakan apapun.
"Iya udah deh" ucap Bianca dan Tasya pasrah.
"Oke, selesai makan kita ganti baju dan berangkat ke mall oke" ujar Laila dengan wajah
sumringah.
"Iya" jawab Bianca malas dan Tasya hanya mengangguk samar.
Zala hanya diam dan ikut mengangguk, dia pasrah. Dia tidak bisa menolak jika dia buka suara
maka perutnya akan kosong dan dia tidak suka. Tidak berselang lama mereka akhirnya selesai
makan. Semua orang pergi ke kamarnya mereka masing-masing, bersiap-siap pergi ke mall. Saat
ini Zala mengenakan pakaian yang bagus sangat bagus malah baginya, pakaian yang baru dia
pakai sekali dan itu pun saat dia jalan-jalan dengan teman-temannya sekelasnya.
Dia poles wajahnya dengan bedak agar tidak kusam, bibir keringnya dia basahi menggunakan
libblos dan juga tubuhnya dia banjiri dengan beberapa wewangian agar tidak bau tentu saja dengan merek yang sering di jual di pasar tradisional. Penampilannya saat ini jauh berbeda dari
biasanya, dia terlihat sangat keren dan menawan. Serasa cukup dia pun keluar dari kamarnya
karena bibik dan ke dua kakak sepupunya sudah menunggu di bawah.
"Bik, Zala udah nih ganti bajunya." Ucap gazala riang.
Laila tersenyum lembut melihat wajah senang Zala, dia berharap jika wajah itu akan selalu ada.
Agar hatinya merasa tenang, cukup beberapa tahun yang lalu dia pusing dan di Landa rasa
khawatir terus menerus karena memikirkan keadaan gazala.
"Yaudah, ayo kita masuk ke mobil" ucap Laila
"Loh, kak Tasya sama kak Bianca gak ikut?" Tanya Zala bingung karena kedua kakak sepupunya
tidak terlihat di mana pun.
"Mereka berdua udah di mobil, ayo entar kesiangan. Bisa-bisa kita terjebak macet. Tau sendiri
gimana Jakarta" jawab Laila lalu melangkah pergi.
Zala hanya mengangguk paham dan mengikuti Laila masuk ke mobil, benar saja Tasya dan Bianca
kini tengah duduk tenang di kursi penumpang dengan ponsel di tangan mereka. Keduanya sibuk
dengan dunia masing-masing.
"Jono, ayo berangkat" ucap Laila pada supirnya.
"Iya nyonya" jawab Jono sopan.
Singkat cerita kini mobil yang mereka tumpangi kini melaju dengan kecepatan sedang, beriringan
dengan beberapa kendaraan lainnya. Sepanjang jalan hanya ada keheningan yang terlihat, tidak ada yang berniat untuk membuka mulut semua sibuk dengan benda pipih nan canggih di tangan
mereka. Entah apa yang mereka lihat kecuali Zala, dia malah sibuk menatap kosong jajaran
gedung tinggi yang tersusun sedemikian rupa di sepanjang mata memandang.
Dia terlalu sibuk dengan pikirannya, entah kemana jiwanya pergi yang jelas dia tidak sadar jika
mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan gedung megah yang di penuhi ratusan manusia
yang berlalu-lalang keluar masuk gedung dengan beberapa barang di tangan mereka.
"Zala, ayo keluar kita udah sampai loh" ucap Laila lembut.
Zala hanya mengangguk lalu membuka pintu mobil dan melangkah keluar, berjalan mengikuti
ketiga wanita yang ini berjalan di depannya. Cukup lama mereka berkeliling dan membeli barang-
barang yang di butuhkan, akhirnya mereka keluar dari pusat perbelanjaan tersebut dengan tas
belanjaan di tangan mereka masing-masing.
Sesampainya di parkiran mereka memasuki semua barang belanjaan mereka ke bagasi lalu
masuk mobil dan mengegas mobil mereka menuju ke jalan raya. Singkat cerita kesini keempat
wanita itu sudah berada di rumah, lebih tepatnya berada di kamarnya masing-masing. Laila dan
Tasya langsung merebahkan tubuh mereka karena lelah, serta Bianca mengerjakan tugas yang
belum selesai. Sedangkan Zala, dia merapikan barang belanjaannya. Memasukkan pakaian-
pakaian serta menyusun buku-buku baru dia beli, bukan hanya itu dia juga membeli beberapa
sandal dan sepatu tentu saja harganya sangatlah mahal baginya.
Awalnya dia menolak membeli barang-barang mahal itu namun kedua kakaknya memaksa
dirinya, dengan terpaksa dia membelinya. Dia juga membeli beberapa alat tulis serta labtop,
supaya lebih mudah mengerjakan tugas nanti saat sudah kuliah. Tidak lupa dia juga membeli
benda pipih tidak lain adalah handphone, agar dia lebih mudah berkomunikasi dengan Tasya
Bianca atau bibiknya. Selesai beres-beres, dia masuk ke kamar mandi berniat membasuh
tubuhnya yang sudah lengket. Selesai mandi dia mengganti pakaiannya dengan pakaian lebih
santai, celana kolor berpadu dengan kaos oblong sedikit kebesaran.
Kini dia terbaring di ranjangnya sambil mengutak-atik ponsel barunya, maklum dia belum pernah
punya ponsel canggih. Kalau pun ada hanya ponsel biasa, hanya bisa SMS dan nelpon itu pun dia
sudah senang apalagi sekarang.
Kalau labtop, dia sudah sering menggunakannya. Karena saat SMA dulu dia sering praktek
menggunakan perangkat keras tersebut, otak Zala yang cerdas sangat cepat menyerap apa yang
di jelaskan gurunya jadi dia tidak terlalu penasaran karena isinya sama saja. Namun tiba-tiba saja
dia mengantuk tapi dia masih ingin bermain dengan benda pipih itu, alhasil dia malah tertidur
dengan ponsel masih menyala.
Untuk pertama kalinya dia tidur dengan sangat damai, tidak ada bayang-bayang mimpi yang
sering menghantuinya. Tidak ada rasa takut yang menggerogoti jiwanya yang kini melayang
entah kemana, dia terlihat sangat tenang dan nyaman. Padahal setiap ingin tidur dia selalu
berkumat-kamit memohon pada sang pencipta agar mimpi yang menghantuinya selama
bertahun-tahun tidak datang namun sialnya, mimpi itu selalu datang.
Bukan karena menyeramkan atau mengerikan, hanya saja dia merasa aneh saja. Bagaimana bisa
di mimpinya dia bercinta dengan seorang PEREMPUAN, dia ingin menolak namun wanita yang
wajahnya samar itu membuatnya tak berkutik. Setiap malam mimpinya berbeda-beda. Kadang-
kadang dia hanya berjalan berdua dengan wanita yang begitu asing di matanya. Jika Zala kini
tengah tertidur pulas lain halnya dengan Laila dan kedua putrinya, kini mereka sedang menikmati
makan malam mereka.
"Kemana Zala? Kok dia gak ikut makan malam" tanya Laila pada kedua putrinya.
Sedangkan yang di tanya mengangkat bahu acuh.
"Tau, di kamar mungkin" jawab Bianca acuh.
"Kok gak di panggil sih, dia belum makan malem. Entar dia sakit, gih panggil" perintah Laila
dengan wajah khawatir.
"Gak usah lebay deh mom, kalau dia laper juga turun. Mungkin dia lagi tidur, tadi aku liat dia
capek banget" jawab Tasya datar.
Ibunya itu selalu berlebihan jika menyangkut Zala.
"Tapi mom khawatir, gimana kalau dia sakit atau lainnya" ucap Laila
Kedua putrinya memutar mata mereka jenah. Mana mungkin bocah itu sakit, mereka yakin jika
Zala sudah terbiasa tidak makan sehari pikir mereka.
"Kalau mom khawatir liat aja sendiri di kamarnya, aku yakin dia tidur" jawab Tasya datar
"Ah benar juga, yaudah mom ke kamar adik kalian dulu. Kalian lanjut aja makannya" ucap Laila,
dia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kamar Zala.
Sedangkan Tasya dan Bianca hanya diam dan menikmati makanan mereka dalam diam, tidak
berselang lama Laila kembali lagi ke meja makan.
"Benar yang kamu bilang sya, dia tidur" seru Laila membuat Tasya dan Bianca menghela nafas
jenah.
"Udah aku bilang bukan, mom aja yang gak denger" ucap Tasya datar, Laila hanya tersenyum kiku.
Mereka pun melanjutkan makan malam mereka, walau hanya ada hening karena bagi mereka
ngobrol saat makan adalah hal yang tidak sopan. Kecuali ada hal penting yang ingin di bicarakan.
