Chapter 1
Seorang gadis terlihat termenung menatap kosong gelapnya malam, rasa dingin yang sedari
tadi menerpa tak mampu membuatnya terusik. Dia masih saja menatap langit hitam pekat,
tidak ada apapun disana selain gelap. Dia tidak perduli dengan keindahan gemerlap lampu-
lampu kota yang menghiasi malam, bahkan dia tidak memperdulikan suara bising dari klakson-
klakson kendaraan yang memecah keheningan malam. Dia tidak sadar jika mobil yang dia
tumpangi sudah berhenti di sebuah rumah mewah milik saudara ayahnya lebih tepatnya kakak
dari Ayahnya.
"Nona, kita sudah sampai" ucap supir yang duduk tepat di depannya, di kursi kemudi.
Dia hanya diam dan keluar dari mobil, masuk ke rumah megah itu. Sungguh dia sama sekali tidak
terpesona karena dia sudah sering kesini tapi dulu, sebelum dia pindah ke tempat terpencil dan
hidup dengan segala keterbatasan. Hidup dalam tekanan dan cemoohan masyarakat, itu semua
karena keegoisan ibunya yang meninggal ayahnya sendiri dalam keterpurukan demi pria
brengsek tua bangka yang hidup dalam ke sengsara dengan tameng cinta. Cinta yang
menyesatkan jiwa, membuat anak kecil berumur 8 tahun yang seharusnya bermain riang gembira
dengan teman-temannya malah harus bekerja keras di bawah teriknya matahari demi sesuap
nasi.
Hanya nasi saja tidak ada ikan atau lauk-pauk lainnya, itu pun dia sudah bersyukur. Tidak perduli
dengan tubuh mungil nan-rapuh penuh dengan luka dan lebam bekas pukulan. Apa salahnya? Dia
hanya anak kecil yang polos tidak tahu apapun. Dia hanya korban dalam ketersesatan wanita yang
melahirkannya, kenapa dia yang harus di siksa? Kenapa dia yang harus menerima hukuman?
Kenapa?
kenapa?
Pertanyaan-pertanyaan itu yang selalu memenuhi kepalanya hingga sekarang.
Untungnya saja ayahnya tak lepas dari tanggungjawab, dia selalu menghampirinya walau jarak
kota dan desanya berkilo-kilo mil jauhnya. Dia hanya bisa tersenyum manis menyambut
kedatangan pria gagah yang selalu jadi alasan dia untuk tersenyum. Pria itu membuatnya bisa
merasakan bagaimana rasanya sekolah dan jadi orang berilmu, beliu juga yang selalu
menyalurkan kehangatan dan semangat saat dia terjatuh. Pria itu membuatnya harus menekan
rasa bencinya pada ibunya sendiri, dia mengajarkan dirinya jika memaafkan itu lebih baik dari
pada membenci karena kebencian dan dendam tidak menghasilan apapun selain kehancuran. Dia
yang memberi tahu jika ada tuhan sebagai manusia dia harus senantiasa dekat dan
menyembahnya serta mencintainya.
Pria itu ya pria yang dia sebut ayah mengajarkan segala hal yang tak pernah terpikir oleh kepala
mungilnya, sayangnya TAKDIR lagi-lagi kejam padanya. Pria yang dia bangga-banggakan
perlahan hilang dan pergi, bahkan seulas senyum hangat yang selalu dia perlihatkan tak kunjung
terlihat sampai sekarang. Ayahnya tidak ada saat gadis mungil itu terjatuh, beliau tidak lagi
menjadi asalannya untuk tersenyum palsu. Pria tersebut tidak lagi membuatnya harus memakai
baju panjang dan tertutup untuk menutupi tubuh lebamnya, tidak ada lagi pahlawannya.
Tidak ada lagi!
Tidak ada lagi!
Dia pergi!, Dia sudah pergi bersama hembusan masalalu yang kian lama kian memudar terkikis
oleh waktu namun luka dan kenangan bersama beliau.
*****
GAZALA POV
Huhhhhh......
gue ngehela nafas kasar, gue lagi nenangin detak jantung gue yang sekarang lagi berdetak
kenceng banget. Gue tuh sebenarnya gugup plus rada takut dan ragu buat tinggal disini, gue masih
inget banget gimana sadisnya bibik gue.
Tapi kalau gak tinggal disini, gue musti tinggal dimana coba?. Ngekos? Njir mana gue tau dimana
ada kosan, orang gue ke Jakarta tuh pas gue umur 6 tahun dan sekarang umur gue gue 17. Mana
gue inget seluk beluk Jakarta, secara udah banyak banget perubahan. Bahkan gue ngerasa asing
sama nih ibu kota, padahal dulu gue tuh seneng banget keliling kota sama temen-temen gue dan
belagak kek geng mafia.
Bahkan kita sok-sokan ngajak anak kompleks sebelah berantem, hahaha namanya juga masih
bocah. Banyak soknya. Nah sekarang? Sumpah ya gue bakal nyasar beneran kalau gak ada supir
jemput gue, huaaaa gue gak bisa bayangin gimana kalau gue kesasar terus di culik dan di jual
obral di pasar loak kan ngeri njing.
Sekarang lagi jaman penculikan anak eh au ah gue masih masukkan dalam katagorikan anak kan?
Tau dah anak siapa. Mak gue aja gak ngakuin gue anak dia sedangkan bapak gue udah meninggal.
Iya, dia udah meninggal pas gue masih SMP. Terakhir gue ngeliat dia pas ngambil rapot kelas 8,
itu terakhir kalinya. Setelah itu gue gak ngelihat dia lagi sampai gue SMA, cuman uang dia doang
yang dateng.
Pas gue kelas 11 gue baru tau kalau bokap gue udah gak ada, itu karena bibik gue yang bilang dia
tuh Kakak bokap gue serta keluarga gue satu-satunya yang masih ada dan nganggep gue ada.
Waktu itu gak ada yang bisa gue lakuin selain nangis, gue pengen banget bunuh diri, biar gue bisa
sama bokap gue tapi gue urung.
Karena gue inget pesan bokap gue kalau kita ngerasa jatuh sejatuh-jatuhnya jangan sekalipun
untuk mengzolimi diri sendiri sungguh Allah tidak menyukainya dan nerakalah balasannya ingat
jika kamu gak sendiri masih ada tuhan.
Ingatlah masih ada orang yang sayang sama kamu walau itu hanya satu, bertahanlah untuknya.
Maka dari itu gue bertekad buat bangkit, walaupun gue ngerasa sakit karena gak ada satupun
yang beres dalam hidup gue sejak bokap gue pergi.
Nyokap gue makin gila karena kontol besar pemuas nafsunya, bapak tiri gue yang tiap hari mabok
Mulu padahal umur dia udah bau tanah. Bukan cuman itu, gue pernah mau di perkosa sama tua
Bangka itu dan bangsatnya nyokap gue malah ngeliatin gue doang dengan tatapan datar. Dia gak
perduli sama gue yang menjerit-jerit minta tolong, untungnya ada warga yang denger teriakkan
gue dan langsung nolong gue. Sejak itu gue gak satu rumah lagi sama dua orang gila itu, gue di
tampung sama saudara jauh nyokap gue yang satu kampung.
Gue gak perduli lagi gimana nasib pasangan gila itu, cukup gue nahan diri buat gak minggat dari
neraka itu. Dengan alasan bakti gue sama nyokap gue, gimana pun dia. Dia tetep nyokap gue tapi
sejak tragedi itu, gak ada rasa sedikitpun lagi di hati gue buat wanita sejenis nyokap gue.
Persetanan dengan masuk neraka, gue gak perduli. Dosa masih bertanya, gak selamanya anak
selalu salah.
Gue tinggal sama saudara nyokap gue cukup lama bahkan sampai sekarang, yab sebelum gue di
minta sama bibik gue buat ke kota. Dengan alasan pendidikan, awal gue nolak karena gue gak
tega buat ninggalin buk Aria. Saudara jauh nyokap gue karena sekarang umur dia gak lagi di
bilang muda tapi akhirnya gue mau karena beliau sendiri yang meminta, katanya pendidikan itu
penting dan masih ada Jojo cucu sulungnya yang mau tinggal sama dia dan bantu-bantu di
kebunnya. Dengan berat hati gue berangkat ke Jakarta ,kota yang kini sudah terasa asing. Padahal
gue udah nyaman tinggal sama beliau, walau masih satu daerah sama nyokap gue.
Tapi jaraknya cukup jauh harus pakai perahu, di kampung gue emang harus pakai perahu kalau
kemana-mana karena desanya di kelilingi sungai. Tapi kalau mau ke kebun jalan darat kok hehehe
ya kali berkebun di atas air.
Huhhhhh!
Lagi-lagi gue ngehela nafas kasar, sumpah gue deg-degan banget masuk ini rumah.
******
Perlahan tapi pasti Gazala berjalan masuk kerumah megah itu.
"Assalamualaikum" serunya dengan suara sedikit meninggi agar terdengar.
"Walaikumsalam" jawab pemilik rumah.
Kini pemilik rumah tengah duduk di ruang tamu, mereka sengaja duduk disana untuk menyambut
kedatangan anggota keluarga mereka yang kini kembali setelah bertahun-tahun terpisah.
"Masuk sayang" timpal Laila dengan suara lembut, wanita paru baya itu adalah bibik gazala
sekaligus kakak dari ayahnya.
Gazala hanya diam dan tertunduk malu dan Kiku, dia merasa tidak pantas berada di antara orang-
orang kaya. Lihat saja penampilan mereka berbanding balik dengan dirinya, dia hanya
mengenakan celana training yang sudah lusuh namun masih cukup bagus. Baju lengan panjang
warna biru polos, serta sandal jepit Kumal. Apa lagi rupanya, ah dia tidak bisa membayangkan
betapa kusam dirinya. Dia merasa seperti gembel yang di kasihani oleh Milioner dermawan,
apalagi saat ini dia lagi menyandang tas lusuh yang dia gunakan untuk membawa beberapa
barang dan pakaiannya.
Sungguh dia benar-benar merasa seperti gembel yang sering nangkring di pinggir jalan, boleh
pulang lagi gak sih ke kampung? Dia merasa tidak cocok tinggal bersama keluarga ayahnya yang
mewah banget.
"Kok diem sih, ayo masuk." Ucap Laila gemas, dia kesal sendiri karena sedari tadi keponakannya
itu hanya diam saja.
Padahal beberapa kali dia manggil gadis itu bahkan menyuruhnya untuk masuk tapi tidak ada
respon, dengan terpaksa dia menyeret kasar gadis bertubuh mungil itu agar mengikuti dirinya
duduk bersama yang lainya, yaitu kedua anaknya Tasya dan Bianca.
"Nah, kenalin ini Gazala. Ke ponakan mommy, dia bakal tinggal di sini mulai saat ini" ucap Laila,
membuat ke dua anaknya Tasya dan Bianca melongo tidak percaya.
Bagaimana bisa gadis yang mirip gembel itu adalah sepupu mereka, belum lagi mereka berdua
harus tinggal satu atap. Oh damn, sepertinya otak ibunya lagi geser.
"Dan dia bakal kuliah di kampus kamu Bianca, jadi kamu musti jaga gazala baik-baik. Mommy gak
mau ya kalau terjadi sesuatu pada Zala, kalau itu terjadi fasilitas kalian bakal mommy cabut"
sambung Laila dengan nada mengancam, sukses membuat keduanya serangan jantung lebih
tepatnya Bianca.
Putri bungsu Laila itu harus berubah profesi dari mahasiswa menjadi pengasuh.
Pengasuh bayi besar.
"What!" Pekik keduanya tidak percaya.
"No!, Mom. Masa dia satu kampus sama aku sih, nanti kalau ada temen aku tau kalau aku punya
sepupu yang modelnya kayak gini gimana?" Ucap Bianca protes.
Laila memutar matanya jenah, sedangkan gazala hanya diam. Dia sudah paham apa yang di
maksud saudaranya itu, TERSINGGUNG? butuh kata-kata yang lebih sakit dari itu agar bisa
membuat hati bekunya tersentil.
"Gak ada sesi tawar menawar" tegas Laila dan itu artinya keputusannya sudah finis.
Bianca berdecak kesal lalu pergi ke kamarnya dan membanting pintu kamarnya, sedangkan Tasya
masih saja diam. Otaknya masih mencoba mencerna kenyataan yang kini menamparnya cukup
keras.
"Oh God" pekiknya dalam hati.
