Bab 4. Calon Istri
Setelah berkata demikian Alex membuang napas kasar, berharap Selena mau mendengarkannya.
Alex tak mau Selena menjadi korban Abraham. Alex jelas tahu sahabatnya itu benar-benar liar dan brutal, tidak peduli wanita itu baik atau jahat. Abraham akan menggauli para wanita jika dia penasaran. Terlebih tadi Alex dapat merasakan Abraham memiliki ketertarikan terhadap Selena. Maka dari itu, dia ingin menyelamatkan Selena dari Abraham. Namun, melihat senyum tipis nan penuh arti menyungging indah di bibir Selena sekarang. Alex tak dapat berharap banyak.
"Terima kasih tawarannya Tuan Alex, tapi aku bukan wanita bodoh. Kalau pun aku tidak berkerja dengan Tuan Abraham lagi dan berkerja menjadi bawahanmu, aku akan masuk ke lubang yang sama, sudahlah, sebaiknya Anda fokus dengan Emi, lihatlah sekretarismu tampak murung saat mendengar Anda menginginkan aku sebagai sekretaris Anda," kata Selena, penuh penekanan seraya melirik Emi beberapa meter dari mereka, tak sengaja menguping pembicaraan mereka barusan.
Alex reflek mengalihkan pandangan ke samping. Melihat Emi melempar senyum hambar padanya.
"Kalau begitu aku permisi." Selena tiba-tiba membalikkan badan kemudian melangkahkan kaki dengan cepat menuju pintu utama restaurant.
Alex tersentak. Dengan cepat mengalihkan pandangan ke depan. Melihat Selena mulai menghilang dari penglihatannya sekarang.
"Wanita yang sangat menakjubkan, dia harus menjadi milikku," celetuk Alex setelahnya.
Alex menaruh rasa kagum pada Selena, yang menurutnya tidak mudah terpengaruh.
Secara bersamaan pula Abraham baru saja keluar dari toilet. Lelaki itu lantas menghampiri Alex yang saat ini tengah membelakanginya. Perlahan, dia menepuk pundak Alex.
Alex membelalakan mata sedikit kala seseorang menyentuh pundaknya tiba-tiba. Secepat kilat
memutar tumit ke belakang.
"Aku pikir kau sudah pulang, kenapa kau masih ada di sini?" tanya Abraham seraya melirik sekilas Emi di ujung sana.
"Belum, aku baru saja berbicara dengan Selena, kau benar-benar belum menidurinya, 'kan?" tanya Alex penuh selidik.
Abraham mengerutkan dahi, pertanyaan Alex terdengar aneh dan membuatnya jadi penasaran. Abraham lantas menyeringai tipis.
"Kalau pun sudah memangnya kenapa? Kau ingin menidurinya juga?" Pancingnya berusaha mengetahui niat terselubung Alex. Jika Abraham secara terang-terangan meniduri para wanita. Berbeda dengan Alex, pria di hadapannya ini lebih liar, di depan publik saja nampak baik, tapi sama sepertinya.
Biasanya Alex akan tertawa atau pun menyengir kuda. Namun, ekspresi Alex yang sangat serius sekarang membuat kerutan di kening Abraham semakin timbul.
"Aku akan menidurinya, jika dia menjadi istriku kelak, aku mohon padamu, jangan sentuh Selena. Selena bukan lah wanita yang pantas kau tiduri, dia wanita baik-baik dan harus dijaga martabatnya,"ujar Alex.
Alis tebal Abraham lantas bertautan. "Apa kau menyukainya?"
"Iya, aku menyukainya, oh tidak-tidak bukan hanya menyukainya tapi aku juga mulai jatuh cinta padanya, Selena sudah mengambil separuh jiwaku hari ini, jadi aku harap kau menuruti permintaanku. Walaupun Selena keras kepala, tapi aku suka." Ada kekaguman yang terpancar dari sorot mata Alex.
Mendengar hal itu, dada Abraham mulai terbakar lagi. Lelaki bermata biru laut itu sedikit heran dengan respons organ dalamnya hari ini, selalu berdetak aneh ketika Alex menatap penuh kagum pada Selena sedari tadi.
Abraham lantas menarik napas panjang, berusaha menetralisir perasaan aneh yang mulai melandanya sekarang.
"Lex, jangan berbicara tentang cinta padaku, kita ini sama saja, kau dan aku itu kurang lebih sama, bedanya orang tidak tahu kebusukanmu itu, sementara aku semua orang tahu aku pemain wanita," balas Abraham kemudian berkacak pinggang. "Dengar, aku tidak akan menyentuh Selena, tapi jika dia mau, aku dengan senang hati akan menyentuhnya," lontar Abraham seraya menyeringai tajam.
Mendengar balasan Abraham. Urat-urat di leher Alex seketika menegang, matanya kontan melotot tajam. Dengan cepat dia mencengkram kuat kerah kemeja Abraham.
Namun, reaksi Abraham di luar nalar. Lelaki tersebut malah tertawa pelan.
"Hei, kita tidak berkelahi gara-gara seorang wanita kan? Oh come on, kau tahu sendiri kan kalau aku suka bercanda," kata Abraham, berusaha mencairkan suasana yang terasa mencekam.
Sebab Alex sekarang semakin mencengkram kerah kemejanya sambil melayangkan tatapan tajam. Hal yang tak pernah Abraham lihat dari sosok Alex. Selama berteman Alex tidak pernah marah padanya. Sekarang, Abraham sedikit terusik dengan reaksi Alex. Terlebih, tak ada tanda-tanda Alex akan menurunkan tangan.
"Lex, lepaskan!" seru Abraham, membuat Emi di ujung sana berjalan tergesa-gesa, menghampiri mereka.
"Aku tidak akan melepaskanmu, jika kau menyentuh calon istriku!" balas Alex dengan mata melotot keluar.
Abraham mendengus kasar. "Kau benar-benar gila, aku cuma bercanda Lex!"
"Pak, lepaskan Tuan Abraham,"kata Emi begitu sampai di dekat mereka. Emi tampak was-was, hendak melerai tetapi kedua pria ini tak memberinya ruang sama sekali.
"Bercanda katamu? Bercandamu berlebihan!" Alex mengabaikan keberadaan Emi. Emi sudah seperti patung bagi Alex.
Abraham mulai tersulut emosi. Dengan cepat menyentak kasar tangan Alex hingga pada akhirnya lelaki bermata hitam tersebut mundur sedikit ke belakang. Melihat hal itu, Emi menahan tubuh Alex tiba-tiba.
"Lex, kau harus tahu satu hal, meskipun aku pemain wanita, aku tidak akan meniduri wanita jika mereka tidak mau," kata Abraham dengan tegas.
Alex mendengus kasar. "Pegang kata-katamu, jangan sampai kau menyentuh Selena. Selena calon istriku, hanya aku yang boleh menyentuhnya!"
Abraham memutar mata sejenak. Meski sebenarnya dadanya terbakar sedari tadi kala mendengar Alex mengatakan Selena adalah calon istrinya.
"Iya, kau tenang saja, sudah lah jangan berkelahi karena masalah wanita, Lex. Apa kau tidak malu dengan Emi, uh?" kata Abraham.
"Untuk apa aku malu dengan Emi. Dia hanya lah bawahanku saja!" balas Alex, melirik Emi sekilas. tengah melempar senyum kaku padanya sekarang. "Pokoknya aku tidak mau tahu, jangan sentuh Selena! Selena milikku!"
Kemarahan Alex belum sepenuhnya mereda. Lelaki bermata hitam itu masih memandang Abraham dengan dingin.
"Iya, iya terserah kau saja! Sudahlah aku mau pergi!" Sama halnya dengan Abraham. Lelaki pemilik mata biru laut itu masih aneh terhadap dadanya yang terasa panas sejak tadi.
Tanpa mendengarkan tanggapan Alex. Abraham lantas melangkah cepat menuju pintu restaurant.
Sesampainya di luar. Selena mengerutkan dahi sedikit, saat melihat ekspresi Abraham nampak menahan kesal.
"Ada apa Tuan? Apa terjadi sesuatu di dalam toilet?" tanya Selena.
Abraham enggan menyahut justru menyambar pergelangan tangan Selena seketika. Selena membelalakan mata sejenak, dengan cepat memberontak. Namun, Abraham menarik tangannya dan menuntunnya menuju halaman parkir restaurant.
"Tuan Abraham, lepaskan tanganku! Anda kenapa?" kata Selena lagi, merasa aneh dengan sikap Abraham.
Untuk kesekian kalinya, Abraham tak menyahut. Pria bermata biru laut itu malah mempercepat langkah kaki. Tentu saja Selena mulai panik.
"Tuan, lepaskan aku!" pekik Selena.
Abraham mengabaikan permintaan Selena. Tak sampai lima menit, keduanya telah tiba di dekat mobil. Abraham cepat-cepat menuntun Selena masuk ke dalam mobil.
"Tuan kenapa aku duduk di sini? Bukankah aku yang seharusnya menyetir, aku akan turun sekarang, sebaiknya Tuan duduk di belakang, kita akan berangkat ke rumah Nyonya Nova sebentar lagi."
Selena keheranan kala Abraham menuntunnya untuk duduk di kursi sebelah kemudi. Tugas Selena bukan hanya jadi sekretaris Abraham, tapi jadi supir pribadi Abraham juga.
"Diam kau di situ! Tunda dulu ke rumah Nenek, kau harus ikut aku ke hotel sekarang!"
