Pustaka
Bahasa Indonesia

Jerat Cinta Tuan Casanova

34.0K · Tamat
Ocean Na Vinli
39
Bab
47
View
9.0
Rating

Ringkasan

Bagi para wanita, Abraham Dawson adalah sosok pria yang sangat seksi dan menawan. Tidak memungkinkan banyak kaum hawa berbondong-bodong ingin tidur dengannya. Karena ketampanannya, pria yang menjabat sebagai CEO perusahaan Langham Crop itu tak tanggung-tanggung tidur dengan banyak wanita hingga dia juluki sebagai tuan cassanova. Namun, berbeda dengan Selena, sekretaris baru yang selalu bersikap biasa saja terhadap Abraham. Wanita itu kerap kali memasang tampang dingin setiap kali bertatap muka dengan Abraham. Hal itu membuat Abraham jadi penasaran pada Selena. "Berapa harga badanmu? Malam ini temani aku sebentar di hotel!" Tidak ada angin atau pun badai, Abraham tiba-tiba berkata. "Maaf Tuan, aku bukan lah jalang! Badanku tidak ada harganya, sebaiknya Anda menyewa wanita lain saja untuk memuaskan birahi Anda!" balas Selena penuh penekanan. Bagaimanakah kelanjutannya, apakah Abraham akan diam saja? Simak ceritanya

RomansaDewasaKawin KontrakMusuh Jadi CintaOptimisMandiri

Bab 1. Sang Casanova

"Tuan, boleh aku duduk di atasmu." Wanita berambut blonde menengok ke atas sekilas, di mana Abraham Dawson tengah menikmati permainan kedua tangannya sejak sepuluh menit yang lalu.   

Lelaki berwajah sensual itu tak menyahut, duduk di atas sofa sambil menyenderkan kepalanya ke headboard sofa. Sesekali ia mengeluarkan erangan tertahan, menikmati sentuhan demi sentuhan yang dilakukan sang jalang, yang saat ini berjongkok di hadapannya. Pijatan lembut yang dibuat sang jalang membuat Abraham sesekali memejamkan mata. 

"Tuan, bolehkah?" Sang jalang tampaknya sudah tak sabaran. Dada Abraham yang terbuka sedikit sejak tadi membuat gairahnya semakin memuncak. 

"Um, lakukan saja dulu tugasmu, Blaire," balas Abraham, tanpa menatap sang lawan bicara. Masih asik memejamkan mata.

Blaire merengut, kendati demikian tangannya tak berhenti bergerak, tengah melakukan tugasnya sebagai seorang jalang. 

"Tapi Tuan—argh!"

Belum sempat Blaire melayangkan protes. Abraham tiba-tiba berdiri, menjambak rambutnya kemudian menekan dagunya dengan sangat kuat, hingga Blaire merintih kesakitan.

Kaki Blaire mulai bergetar hebat, menahan takut saat sepasang mata elang Abraham menatapnya dengan sangat tajam sekarang. Pria itu seolah-olah menguliti dirinya hidup-hidup sekarang juga. 

"Tuan, aku minta maaf, mohon lepaskan aku sekarang." Blaire berkata dengan sorot mata memelas. Berharap singa di hadapannya ini menurunkan tangannya sekarang, sebab tarikan di rambutnya terasa begitu kuat hingga beberapa helai rambut panjangnya mulai berjatuhan ke lantai.

Sejak tadi, ringgisan pelan pun kerap kali keluar dari bibir Blaire. Lelaki yang tadi bersikap biasa saja, berubah menjadi buas bak singa yang siap menerkam lawan bicaranya. Blaire tak menyangka, kabar burung yang berhembus di antara para jalang, ternyata benar adanya. Bahwa jika ada sesuatu yang menganggu Abraham. Lelaki bermata biru laut ini tak akan segan-segan mengangkat tangan, tak peduli ia gender sang lawan adalah seorang wanita. 

Blaire amat tertipu, tertipu dengan senyuman manis Abraham di awalan perkenalan tadi.

Beberapa menit sebelumnya Abraham menyambutnya dengan senyum indah sehangat sang mentari di pagi hari. Sampai-sampai Blaire tidak mengira kucing mungil ini akan berubah menjadi seekor singa buas sekarang.

Iya, ini adalah pertama kalinya Blaire melayani Abraham, CEO Langham Crop, cucu terakhir dari trah Dawson. Satu jam sebelumnya, Madam Loraine menyuruhnya datang kemari, karena Abraham membutuhkan teman untuk bermain, Tentu saja Blaire menyanggupi. Dia juga sudah lama menunggu giliran untuk disetubuhi Abraham. Sang casanova yang selalu dibicarakan teman-temannya karena gagah nan perkasa ketika bermain. 

"Tuan ..., lepas, shftt." 

Abraham enggan menuruti, justru semakin menarik kuat rambut Blaire, hingga Blaire mengeluarkan rintihan kembali. Sekarang, sorot mata Abraham terlihat semakin menyala-nyala. Blaire semakin ketakutan dan sesekali meneguk air ludahnya dengan susah payah. Tak ada satu kata pun yang terlontar dari bibir tipis Abraham sejak tadi. Namun, melalui sorot mata lelaki itu memancarkan rasa jijik yang teramat dalam pada Blaire. 

"Tuan, maafkan aku, aku benar-benar minta ma ahk ...." 

Blaire seketika tersungkur ke lantai. Abraham baru saja menghempas kepalanya tanpa perasaan sama sekali. Blaire tercengang, dengan cepat menoleh ke atas sambil berusaha menggerakkan kakinya di lantai hendak bersujud di hadapan Abraham. Ketakutan akan diusir mulai merayap di hati Blaire perlahan-lahan.

"Tuan, aku—"

"Jangan banyak bicara kau! Bisa-bisanya kau mengaturku dasar jalang! Apa kau sudah bosan hidup hah!?" sela Abraham lalu cepat-cepat ia hempas tangan Blaire kala jari-jemari wanita bertubuh sintal mulai merayap di sepatu pantofel miliknya saat ini. 

"Tidak Tuan, maafkan aku, tadi aku salah, ayo kita lanjutkan—" 

"Cukup! Keluar kau dari ruanganku sekarang!" pekik Abraham seketika dengan mata kian melotot tajam. 

Blaire terlonjak. Secepat kilat beranjak dari lantai sambil merapikan gaunnya yang sedikit berantakan akibat permainan liar Abraham tadi. Setelah itu, Blaire memberanikan diri menatap Abraham yang saat ini masih memandangnya dengan tatapan tajam bak seekor singa yang akan menerkam.

"Tuan aku benar-benar minta maaf kejadian tadi, jika kau membutuhkan aku, hubungi—" 

"Diam! Pergi kau sekarang!" sela Abraham. Bola matanya tampak membara sekarang. 

Blaire dirundung ketakutan lantas cepat-cepat mengambil tas clutch hitam miliknya di atas meja lalu berjalan dengan tergesa-gesa menuju pintu utama. Meninggalkan Abraham menghempas kasar tubuhnya ke sofa kembali.  

Saat pintu terbuka, pupil mata Blaire seketika melebar kembali. Selena, sekretaris Abraham berdiri tepat di depan pintu dengan raut wajah datar. I-pad ditangan menjadi tanda bahwa Selena ada keperluan dengan Abraham. 

"Keluarlah, aku ada urusan dengan bosku," kata Selena membuka pembicaraan.  

Blaire tak menyahut, malah mendengus kasar kemudian mengayunkan kaki lalu menabrak pundak Selena. 

Selena memutar bola mata, tampak muak melihat sikap salah satu jalang atasannya tersebut. Setelah itu, Selena mulai melangkah masuk ke dalam kemudian menutup pintu ruangan rapat-rapat. 

Begitu melihat kedatangan Selena, riak muka Abraham yang semula merah padam berubah dalam sekejap. Lelaki bermata biru tersebut menyungging senyum penuh arti seketika. 

"Ada apa Selena? Aku belum menyuruhmu masuk tapi tidak apa-apa, ayo kemarilah duduk di sampingku," kata Abraham sambil menepuk-nepuk sofa di sampingnya. 

Alih-alih menanggapi, Selena justru mengedarkan pandangan di sekitar dengan mimik muka tampak sangat serius. Selena tengah memindai ruangan yang terlihat sangat berantakan menurutnya, kursi kebesaran Abraham jaraknya sangat jauh dari meja kerja, beberapa dokumen dan miniatur yang biasanya terpajang di meja tergeletak semua di lantai. Dapat dipastikan Abraham bermain dulu di atas meja kerja.

"Selen, kemarilah jangan terlalu serius dalam berkerja, aku tahu kau lelah, ayo duduklah, nanti OB akan membersihkan ruangan ini," papar Abraham lagi tanpa mengalihkan pandangannya dari Selena, yang saat ini masih sibuk memperhatikan keadaan ruangan. 

Selena seketika mengalihkan mata kepada Abraham. "Tidak usah, sebaiknya Anda yang membersihkan kekacauan ini, apa Anda tidak malu? Air dewasa Anda akan dibersihkan oleh orang lain."

Wajah nan datar dan suara lembut itu terdengar sangat tajam dan menusuk-nusuk telinga Abraham sejenak, tapi anehnya lelaki itu tak marah atau pun merasa tersinggung dengan ucapan sekretaris yang baru menjabat selama empat bulan ini. 

Abraham justru tersenyum tipis. Selena benar-benar berbeda dari para wanita yang pernah dia temui. Dingin, terkesan cuek, dan tentu saja pemberani. Sejak pertama kali berkerja, Selena sudah membuat Abraham penasaran. Wanita itu selalu memasang tampang dingin setiap kali bertatap muka dengannya. 

"Air dewasa? Aku baru saja mendengar istilah itu. Hm cukup menarik."

Abraham memiringkan kepala sedikit, menatap Selena dengan senyum tipis, yang tak sirna sedari tadi.

"Tapi, kenapa tidak sperma saja, kau jangan naif, air dewasa yang kau bilang itu akan menghasilkan makhluk hidup yang sangat menggemaskan," sambung Abraham, setelahnya kekehan pelan keluar dari bibir tipisnya itu. 

Selena tak menggubris, justru menggeser layar i-pad di tangannya hendak memeriksa jadwal atasannya. 

Abraham tersenyum getir, dia sudah seperti seonggok daging busuk yang tak menarik di mata Selena. 

"Berapa harga badanmu? Malam ini temani aku sebentar di hotel!"

Tidak ada angin atau pun badai, Abraham tiba-tiba berkata.