Bab 4 - Perpustakaan Bawah Tanah
“Setelah pulang dari menjalankan misi, ibu pasti terkejut ketika melihat aku tidak ada di rumah,” batin Luo Yi seraya melangkah ke arah kursi. Sesampainya di depan kursi, ia duduk dengan santai, tetapi hatinya masih berkata-kata. “Ibu pasti mencariku. Aku ingin pulang, tetapi aku belum menguasai Teknik Pernafasan Alam.”
Pandangan matanya tertuju pada meja di depannya. Meja bundar dengan ukiran gambar naga yang melingkar.
Tak lama kemudian, Hua Lianyi datang dari dapur dengan nampan kayu berisi Nasi Bambu Seribu Akar serta guci keramik yang di dalamnya berisi Teh Bunga Persik.
Sembari meletakkan nampan di atas meja, Hua Lianyi dengan tenang bertanya, “Apa yang sedang kau pikirkan, Yi'er?”
“Saya hanya khawatir ibu saya mencari saya, tetapi saya sudah bertekad untuk tidak pulang sebelum mendapatkan kekuatan,” jawab Luo Yi seraya membantu Hua Lianyi menyiapkan makanan yang telah dimasak wanita itu.
“Jadi kau pergi ke sini tanpa berpamitan dengan orang tuamu, ya?” tanya Hua Lianyi dengan tenang.
“Sebelum berangkat ke sini, saya bermimpi. Di dalam mimpi itu saya mendengar suara tanpa rupa yang mengatakan, ‘Jika kau menginginkan kekuatan, datanglah ke Hutan Lianhua.’ Setelah bangun dari mimpi itu, saya pun bertekad untuk pergi ke hutan ini, tetapi karena rumor mengatakan bahwa belum pernah ada seorang pun yang kembali setelah memasuki hutan ini, saya pergi ke hutan ini secara diam-diam tanpa sepengetahuan ibu saya, karena saya telah menduga ibu saya tidak mungkin mengizinkan saya pergi ke hutan ini.” Luo Yi menceritakan alasannya datang ke sini.
Hua Lianyi yang kini telah duduk di kursi dengan tenang menyesap tehnya, baru setelah itu ia merespon. “Tekadmu tinggi, Yi'er. Tapi jika kau pergi ke sini tanpa berpamitan dengan ibumu itu tidak baik. Ibumu pasti sangat mengkhawatirkanmu.”
Luo Yi menundukkan kepalanya. “Maafkan saya. Kalau begitu, setelah ini saya akan pulang untuk meminta izin kepada ibu saya.”
Hua Lianyi dengan tenang berkata, “Jangan, Yi'er. Jika banyak orang tahu kau keluar dari hutan ini dalam keadaan selamat, kemungkinan besar akan banyak kultivator berdatangan ke sini untuk mengincar sumber daya Hutan Lianhua. Biarkan rumor itu terus berlanjut agar hutan ini aman dari kultivator-kultivator yang serakah.” Setelah berkata demikian, ia menyesap teh lagi.
“Lalu bagaimana dengan ibu saya?” tanya Luo Yi.
“Siapa nama ibumu? Biar aku saja yang menyampaikan izinmu pada ibumu, karena aku bisa ke tempat ibumu dengan Jurus Teleportasi, jadi tidak ada yang akan tahu kalau aku datang dari hutan ini,” kata Hua Lianyi dengan tenang.
“Jurus Teleportasi?” Luo Yi mengerutkan keningnya.
“Ya,” jawab Hua Lianyi dengan tenang. “Dan aku juga akan mengajarkan jurus itu padamu setelah kau berhasil menguasai Teknik Pernafasan Alam. Kau beritahukan saja nama ibumu dan di mana dia tinggal”
“Nama ibu saya Luo Yin, dan rumah ibu saya di Klan Luo yang berada di Ibukota Ningzou bagian tenggara,” jawab Luo Yi.
Melihat Luo Yi belum menyentuh makanan buatannya, Hua Lianyi dengan tenang bertanya, “Apakah kau tidak menyukai masakanku, Yi'er?”
“Bukan begitu, Guru,” kata Luo Yi. “Saya hanya ... masih canggung. Selama ini saya hanya makan masakan ibu, jadi saya belum terbiasa makan masakan orang lain.”
Hua Lianyi tersenyum hangat, lalu dengan tenang ia berkata, “Kalau begitu, anggap saja itu masakan ibumu. Anggap saja ini rumahmu sendiri, karena aku tidak akan mengizinkanmu keluar dari hutan ini sebelum kau menguasai semua ilmu yang akan kuajarkan.”
Setelah Hua Lianyi berkata demikian, akhirnya pun Luo Yi mulai mencicipi Nasi Bambu Seribu Akar dan Teh Bunga Persik buatannya.
Setelah selesai makan dan menikmati Teh Bunga Persik, dengan tenang Hua Lianyi bangkit dari duduknya seraya berkata, “Sebelum pergi menemui ibumu, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu.”
“Apa itu?” tanya Luo Yi.
“Ikuti aku!” Hua Lianyi berjalan dengan tenang ke sudut ruangan.
Luo Yi mengangguk, lalu mengikutinya.
Di sudut ruangan, Luo Yi melihat gurunya itu mengetukkan jarinya tiga kali pada lantai kayu. Kemudian, sebuah lingkaran di lantai perlahan terbuka, memperlihatkan pintu rahasia yang tersembunyi rapi, sebuah jalan masuk menuju ruang bawah tanah.
“Lewat sini!” kata Hua Lianyi seraya melangkah ke dalamnya.
“Baik.” Luo Yi mengikutinya masuk ke dalam, berjalan melalui tangga spiral yang membawa mereka turun ke sebuah ruangan tersembunyi di bawah Paviliun Bunga Persik.
Sesampainya di bawah, mereka sekarang berada di tengah-tengah ruangan berbentuk bundar dengan diameter kurang lebih sepuluh tombak.
Di ruangan ini, Luo Yi melihat rak-rak buku melingkar mengikuti dinding, menjulang hingga mendekati langit-langit. Ruangan ini tidak gelap, karena terdapat kristal-kristal bergelantungan di langit-langit yang memancarkan cahaya terang seperti lampu.
“Inilah Perpustakaan Bawah Tanah. Di sini tersedia banyak buku-buku tentang alkimia dan taktik pertarungan. Di sini juga ilmu yang telah disembunyikan berabad-abad akan mengajarkanmu bukan hanya seni beladiri, tetapi juga ilmu-ilmu yang belum banyak diketahui dunia.” Hua Lianyi menjelaskan dengan tenang tenang ruangan rahasianya.
Luo Yi memperlihatkan ekspresi kagum dengan ruangan ini, ia tidak tahu harus berkata apa selain mengucapkan, “Terima kasih, Guru. Aku akan membaca banyak buku di sini.”
Hua Lianyi tersenyum tipis. “Selamat membaca! Kalau begitu, aku pergi dulu.”
Sebelum Luo Yi sempat merespon, tiba-tiba cahaya lembut dengan cepat menyelimuti tubuh Hua Lianyi, kemudian gurunya itu menghilang dari hadapannya dalam waktu kurang dari satu tarikan nafas.
“Inikah jurus yang dimaksud Guru.” Luo Yi menyadari apa yang baru saja ia lihat. “Sepertinya Guru menggunakan Jurus Teleportasi untuk menemui ibuku di Klan Luo.”
***
Di tempat lain, jauh dari heningnya Hutan Lianhua, suasana Klan Luo tampak berbeda.
Luo Yin yang baru saja pulang dari menjalankan misi, terlihat sangat khawatir melihat putra semata wayangnya tidak ada di rumah.
“Luo Yi! Di mana kau, Nak?” Luo Yin memanggil-manggil nama anaknya dengan nada khawatir seraya memeriksa seluruh ruangan rumahnya, tetapi ia tidak menemukan Luo Yi, membuatnya semakin khawatir.
Tiba-tiba, angin tipis berhembus di dalam ruangan. Cahaya lembut muncul di tengah-tengah halaman kecil rumah itu, dan dari pusaran cahaya itu, sosok wanita bergaun biru muda perlahan menampakkan diri.
Luo Yin terkejut. Ia refleks mundur satu langkah sambil menaruh tangan di gagang pedangnya. Namun, ketika melihat sosok yang muncul tidak menunjukkan aura membahayakan, ia menahan diri.
“Siapa kau?” tanya Luo Yin dengan suara waspada.
Wanita itu tersenyum tenang. “Namaku Hua Lianyi. Aku datang bukan untuk menyakiti siapa pun. Aku datang mewakili Luo Yi.”
Mendengar nama anaknya disebut, ekspresi Luo Yin berubah. “Kau tahu di mana Luo Yi?”
Hua Lianyi mengangguk pelan. “Putramu berada di tempat yang aman. Dia datang ke Hutan Lianhua demi mencari kekuatan. Aku kini menjadi gurunya.”
