Pustaka
Bahasa Indonesia

Jalan Sunyi sang Pendekar

21.0K · Ongoing
Rizki Al-Mubarok
25
Bab
2
View
9.0
Rating

Ringkasan

Dengan ketenangan, kutapaki jalan sunyi di tengah dunia yang bising oleh ambisi. Dengan ketenangan, kugenggam pedang bukan untuk membunuh, tetapi untuk melindungi. Dengan ketenangan, kuhadapi para penguasa kekuatan tanpa menyimpan dendam dan kebencian. Dengan ketenangan, kulewati cobaan, luka, dan kehilangan, tanpa kehilangan arah. Dengan ketenangan, kutulis kisahku di dunia persilatan—kisah tentang seorang anak pendekar yang menemukan kekuatan di jalan sunyi, “Jalan Sunyi sang Pendekar”.

FantasikultivasiactionpendekarTransformasiPlot TwistPetualanganZaman KunoKekuatan SuperBaper

Bab 1 - Suara dari Alam Mimpi

PLAK!

Tamparan itu datang sebelum Luo Yi sempat menjelaskan apa pun.

“Dasar tidak tahu diuntung!” Luo Yang membentaknya dengan wajah merah padam. “Sudah kubilang berkali-kali untuk tidak usah keluar rumah! Bikin malu saja kau ini!”

“Tapi, Ayah—”

PLAK!

Tamparan keras itu mendarat di pipi Luo Yi, tetapi bukan itu yang paling menyakitkan.

“Jangan panggil aku ayah! Aku tidak sudi memiliki anak cacat sepertimu!” kata-kata ayahnya itu lebih tajam dari bilah pedang.

Luo Yi merasa sakit sekali! Sakit bukan karena ia mendapatkan tamparan keras dari ayahnya, melainkan kata-kata ayahnya yang seperti sayatan pedang itu, menyayat hatinya.

Sementara di dapur, Luo Yin, ibunya Luo Yi, yang sedang memasak di dapur, segera bergegas menuju ke ruang utama ketika ia mendengar suara keributan suami dan anaknya.

Setibanya di ruang itu, ia dikejutkan dengan anaknya yang tiba-tiba berlari ke arahnya dan memeluknya sambil menangis. Tentu saja sebagai seorang ibu ia bisa merasakan apa yang dirasakan anaknya saat ini.

Sembari memeluk anaknya, Luo Yin menatap suaminya dengan tajam. “Apa yang kaulakuakn pada anak kita, Suamiku?”

“Anak kita?” Luo Yang bertanya dengan nada merendahkan. “Itu anakmu, bukan anakku. Aku sudah tidak ingin lagi menganggapnya sebagai anak!”

Luo Yin melebarkan matanya. “Apa ... apa yang membuatmu sampai tega berkata seperti itu?” Luo Yin bertanya dengan suara gemetar, dan air matanya telah membendung di kelopak matanya.

“Tentu saja karena anak sialanmu itu telah menghancurkan nama baik keluarga kita!” jawab Luo Yang. “Sudah jelas-jelas dantiannya cacat, tapi anakmu itu malah nekat ikut seleksi pendaftaran murid di Sekte Pedang Langit. Semua orang jadi tahu kalau kita memiliki anak cacat. Bikin malu saja!”

“Jika ... jika memang menurutmu kehormatanmu itu lebih penting daripada anakmu sendiri, maka kau harus pergi dari rumah ini!” Air mata Luo Yin kini telah membuncah membasahi pipinya. “Ini ... ini rumahku, dan kau tidak lagi pantas berada di sini!”

Mendengar itu, Luo Yang langsung menggebrak pintu rumah dan pergi begitu saja tanpa berkata apa pun.

“Ayah!” Luo Yi berteriak, ingin mengejar, tetapi tangannya ditahan oleh ibunya.

“Sudahlah, Yi'er. Ayahmu sudah tidak menyangimu lagi.” Luo Yin berusaha menenangkan diri dan mengusap kedua air matanya, karena tidak ingin anaknya melihat dirinya bersedih.

Luo Yi menundukkan kepalanya. Ia mengusap air matanya dengan punggung tangan kanannya sembari berkata, “Maafkan aku, Ibu! Kalau saja aku mematuhi perintah ayah, seharusnya kejadian seperti ini tidak akan terjadi.”

Luo Yin memeluk anaknya lagi, mencoba untuk menenangkan anaknya sembari mengusap rambutnya dengan lembut. “Kau tidak bersalah, Luo Yi. Ibu tahu kau melakukan itu karena kau memiliki tekad yang kuat. Apa pun keadaanmu, jika kau tetap memiliki tekad kuat dan pantang menyerah, percayalah! Suatu keajaiban kelak pasti akan datang padamu!”

***

Malam itu, di dalam kamar kediaman tempat tinggalnya, Luo Yi merebahkan dirinya di atas ranjang. Sorot matanya menyiratkan kepahitan yang telah ia alami.

Sembari menatap langit-langit kamar, ia mengingat kata-kata ibunya tadi sore, lalu bergumam, “Aku berjanji, akan menjadi kultivator terkuat di dunia persilatan ini, dan membuat semua orang mengakuiku, terutama ayahku!”

Setelah berkata seperti itu, tiba-tiba rasa kantuk menyerangnya, sehingga ia tak bisa untuk tidak menutup matanya.

Ia pun bermimpi berada di sebuah tempat aneh. Tidak ada tanah, tidak pepohonan, tidak ada rumah, dan juga tidak ada benda atau pun makhluk hidup. Sejauh mata memandang, yang dilihat di sekitarnya semuanya berwarna putih.

“Tempat apa ini?” Luo Yi mengernyitkan keningnya.

Di tengah kebingungan ini, tiba-tiba sebuah suara tanpa rupa mengejutkannya, membuat jantungnya berdebar-debar.

“Jika kau menginginkan kekuatan, pergilah ke Hutan Lianhua!”

“Siapa kau?” tanya Luo Yi, namun sebelum ia mendapatkan jawaban dari suara misterius itu, tiba-tiba muncul cahaya yang sangat terang dan menyilaukan, membuat dirinya terbangun dari tidurnya.

***

Mata Luo Yi terbuka, dan cahaya matahari pagi berhasil menerobos masuk melalui celah jendela kayu kamarnya.

“Sudah pagi, ya.” Ia merasa waktu berjalan begitu cepat, tetapi ia teringat mimpi yang semalam ia alami. Ia teringat akan kata-kata sosok misterius dalam mimpi itu. “Apakah aku akan mendapatkan kekuatan jika aku pergi ke hutan itu?”

Tepat setelah memikirkan hal itu, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, membuatnya menoleh ke arah pintu. Ia melihat ibunya memasuki kamar.

“Sepertinya kau sudah sedikit lebih baik, Yi'er.” Luo Yin berjalan mendekati Luo Yi.

“Iya, Ibu. Aku sudah merasa lebih baik sekarang.

” Luo Yi menatap ibunya sembari tersenyum tipis, sementara dalam hati ia berkata, “Hari ini aku akan pergi ke hutan itu tanpa sepengetahuan ibu!”

Entah kenapa, meskipun telah mendengar anaknya mengatakan itu, Luo Yin masih merasa gelisah. Namun, ia berusaha menyembunyikan kegelisahannya, lalu merespon Luo Yi dengan berkata, “Ayo kita makan! Ibu sudah menyiapkan makanan kesukaanmu.”

***

Siang itu, setelah ibunya meninggalkan rumah untuk menggantikan ayahnya mencari uang, Luo Yi bergumam, “Baiklah, ini saatnya aku pergi ke hutan itu!”

Kemudian, ia segera keluar dari rumah untuk pergi ke Hutan Lianhua yang terletak di sebelah timur laut dari Ibukota Ningzou, tempat tinggalnya.

Ia tahu jika ia meminta izin ibunya untuk pergi ke hutan itu, ibunya pasti tidak akan mengizinkannya, karena konon Hutan Lianhua adalah hutan terlarang dan belum pernah ada orang yang kembali setelah memasuki hutan itu. Oleh karena itulah ia pergi secara diam-diam.

Meski ia tahu rumor kalau Hutan Lianhua adalah hutan terlarang, ia tetap bertekad untuk pergi ke sana, karena ia merasa mimpi yang semalam ia alami adalah sebuah petunjuk baginya.

Di sepanjang jalan, orang-orang Klan Luo membicarakan kecacatannya.

“Lihat itu! Itu bocah cacat dantian yang kemarin mencoba ikut seleksi pendaftaran murid di Sekte Pedang Langit!” kata seorang pria yang melihat Luo Yi.

Seseorang pria di sampingnya menimpali, “Aku juga tidak menyangka klan kita akan memiliki anak cacat seperti dia. Sepertinya ayahnya sangat malu sekali meliat kecacatannya terbongkar."

“Aku juga mendengar kabar kalau ayahnya pergi dari rumah meninggalkan dia dan ibunya.”

Sementara Luo Yi yang mendengar itu berusaha memendam amarahnya, lalu berlari meninggalkan kota hingga tiba di perbatasan antara Ibukota Ningzou dan padang rumput.

***

Setelah lima batang dupa terbakar melakukan perjalanan di padang rumput, akhirnya Luo Yi sampai di hadapan Hutan Lianhua, meski nafasnya tersengal-sengal.

Ini kali pertamanya ia melihat hutan ini. Bisa dikatakan ini adalah hutan raksasa, melihat pohon-pohon yang sangat besar dan menjualang setinggi menara.

Meskipun ia merinding melihat hutan lebat yang dalamnya tampak gelap itu, ia tetap memiliki tekad untuk memasuki hutan itu. Karena seperti yang dikatakan ibunya, jika ia punya tekad kuat, maka keajaiban pasti akan datang padanya, dan ia percaya akan hal itu.

“Semoga sesuatu yang buruk tidak terjadi!” katanya, lalu melangkahkan kaki memasuki hutan.

Saat memasuki hutan itu, suara dedaunan bergoyang terdengar dari pohon raksasa di sekitarnya. Heningnya hutan ini hanya dipecah oleh cicitan nyaring tonggeret.

Ketika mendengar suara gemerisik dari semak-semak belukar, Luo Yi segera menghentikan langkahnya dan berdiri terbujur kaku.

“Apa itu?” Keringat dingin mengalir deras dari pelipisnya.