4. Masuk UKS (1)
Bab 4 :
Masuk UKS (1)
******
NADYA membuka atasan seragamnya begitu pintu ruang ganti perempuan ditutup oleh Fara. Jam kedua telah dimulai dan kegiatan untuk mengisi pelajaran Penjaskes hari ini adalah bermain voli. Semua perempuan Kelas XI IPA 1 berganti di ruang ganti yang sama. Lagi pula, di lantai dua hanya ada satu ruang ganti untuk perempuan.
Fara, yang baru saja menutup pintu, kini berjalan mendekat ke rombongan teman sekelasnya yang sedang berganti baju itu sembari berkata, "Eh, seriusan, nih, kita main voli lagi? Gue nggak bisa main voli, nih, haha!"
Setelah itu, Fara pun mulai membuka seragamnya.
"Udah, gak apa-apa. Pokoknya kita main aja," ujar Rani, si pendek yang memiliki rambut sebahu, teman sebangku Syakila.
Setelah mendengar ucapan Rani, seluruh perempuan yang ada di ruang ganti itu pun tertawa. Nadya hanya ikut tersenyum, begitu pula Gita. Maklum, dari dua belas orang perempuan yang ada di Kelas XI IPA 1, orang-orang yang agak pendiam itu cuma Gita, Nadya, Nur, Vina, dan Alyssa. Namun, sebenarnya Gita itu lumayan cerewet dan ketus kalau sudah ngomong sama Nadya.
Tari, yang sudah selesai mengganti seragamnya dengan seragam olahraga, kini berjalan ke ujung ruangan. Di sana ada jendela yang ditutupi oleh gorden berwarna magenta. Nadya dan Gita kebetulan ada di dekat jendela itu juga, tetapi bodohnya Tari malah membuka sedikit pinggiran gorden itu. "Kalo gue mah hobi main voli. Tiap Selasa gue nungguin main voli. Kebetulan gue lagi semangat juga, nih," ujarnya santai, kemudian dia melihat ke arah Syakila dan berkata, "Lo harus jadi lawan gue, Sya. Lo pinter juga, ‘kan, main voli? Harus, pokoknya."
Bukannya fokus dengan kata-kata Tari, semua perempuan yang sedang berganti pakaian itu malah panik ketika Tari membuka gorden magenta itu. Fara berteriak, "Wooiii, wooi!! Gue lagi pake baju, neh!!!! JANGAN BUKA GORDENNYA!!"
"WOI, TAR!!" teriak Selly. Syakila tertawa. Parasnya terlihat semakin cantik ketika tertawa.
"EH COPOT! TUTUP WOI!!" teriak Zahra. "ITU DI BAWAH, KAN, LAPANGAN VOLI LAKI-LAKI!!"
Gita menghela napasnya dan menggeleng, sementara Nadya, cewek itu membelalakkan matanya. Nyatanya, Nadya tadi kontan memakai celana cepat-cepat lantaran Tari membuka pinggiran gorden jendela itu. Tari kini tertawa terbahak-bahak, sebelah tangannya masih memegang pinggiran gorden. "Makanya, kalian itu cepetan! Pake baju aja lama amat!!"
"Yee si bego," ujar Fara. "Lagian, mau ngapain cepet-cepet? Pak Bian aja belum ke lapangan kok!! Ini juga bukan pertemuan pertama untuk materi bola voli, 'kan? Jadi, kayaknya agak santai. Gak ngambil nilai juga."
Kini, saat mereka semua sudah selesai memakai seragam olahraga, tiba-tiba Tari kembali membuka gorden itu sedikit lagi. "Eh, gila! Itu smash-nya Aldo keren banget!"
Kontan para perempuan di ruang ganti itu heboh. Mereka mendekati jendela dan membuka gorden itu semakin lebar, lalu berlomba-lomba melihat ke bawah. Nadya hanya berdiri, diam di tempat—di belakang mereka—dan sebenarnya Nadya masih bisa melihat ke bawah meskipun sedikit.
Terlihatlah Aldo di sana, ia baru saja berhasil mem-block smash dari lawan kemudian ber-high five dengan Rian. Aldo mulai ke belakang dan melakukan servis atas dan gerakannya itu berhasil memukau para cewek yang sekarang ada di ruang ganti bersama Nadya. Aldo tampak begitu bersinar di lapangan.
"Beuh...emang gak perlu diragukan lagi, deh," ujar Tari.
"Eh, kurang ajar—iya, ya, kerennyaaaa...! Ugh, gue suka banget kalo Aldo pake dekker lutut warna hitamnya!" Fara mulai kesengsem sendiri, cewek itu mulai memegangi pipinya yang chubby. Gita mulai menyikut Nadya. Nadya kontan menoleh kepada Gita dan menganga, mengatakan 'Duh, Git, jangan mulai!' dari tatapan matanya.
"Aldo mah emang gitu. Selalu hebat dalam olahraga," ujar Selly. Kata-katanya disambut dengan kalimat persetujuan dari mereka yang mendengarkan. Setelah itu, Selly melanjutkan, "Eh, itu liat! Junior kelas satu sama kakak kelas tiga yang cewek-cewek kok pada nontonin permainan voli anak cowok kelas kita? Mereka, kan, pasti ada kegiatan olahraga mereka sendiri! Ciaah, pasti pada mau liatin Aldo—eh eh eh, beneran! Mereka keliatan histeris banget, tuh!!"
Mereka tertawa, kecuali Vina, Nadya, Nur, dan Syakila. Syakila hanya tersenyum simpul. Tiba-tiba Tari menatap Nadya dan berkata sembari menaikturunkan alisnya dengan jail, "Ciee, Nadya... Aldo, tuh, di bawah."
Semua orang beralih menatap Nadya sembari tersenyum jail dan Nadya mulai membelalakkan matanya. Vina menatap Nadya dengan senyuman manis. Jantung Nadya berdebar dan pipinya merona. "Eh? Kok aku?!"
Nadya menatap teman-temannya itu dan mereka semua hanya senyum-senyum dan terkekeh; mereka semua mau menjaili Nadya dan membuat cewek itu salah tingkah, kecuali Syakila. Syakila hanya tersenyum manis kepada Nadya. Gita sibuk menyikut Nadya sedari tadi sembari tertawa. Nadya mulai kelimpungan sendiri, cewek itu mulai menggaruk kepalanya dan berteriak, "Udah, ah! Nanti kedengeran sampai ke luar..." dengan wajah yang memerah.
Fara tertawa. "Aldo keliatan banget bahagianya, mukanya yang fresh itu keliatan beda hari ini. Dia banyak ketawa juga, tuh," ujar Fara. "Acieee Nadyaaaa!!" ucap cewek itu lagi.
Nadya hanya bisa menggaruk tengkuknya. Akan tetapi, diam-diam Nadya tertunduk dan tersenyum malu-malu. Saat Gita merangkulnya, ia terkikik geli meski wajahnya memerah. Habisnya, walaupun semua itu hanya ledekan, tetap saja itu adalah hal iseng untuk membuat tertawa. Mereka semua mulai keluar dari ruang ganti dan menuju ke lapangan voli khusus perempuan.
******
Nadya menatap bola voli di tangannya dengan gugup. Berkali-kali ia menarik dan mengeluarkan napasnya lewat mulut lantaran ini gilirannya untuk melakukan servis. Gita melihat ke arah Nadya dengan penuh penantian. Sesungguhnya, Gita berharap Nadya bisa memasukkan bola ke area lawan meskipun hanya kebetulan. Nadya sama sekali tidak bisa bermain voli. Dari kecil, Nadya cuma bisa main badminton, cewek itu juga tak pernah belajar cabang olahraga yang lain. Hal itu membuatnya sama sekali tidak bisa bermain voli. Akan tetapi, ia harus ikut bermain untuk mencukupkan anggota.
Nadya perlahan mengayunkan tangan kanannya untuk memukul bola. Ayunan tubuhnya itu ternyata juga seiring dengan napasnya. Akhirnya, ia memukul bola itu dan yap! Bola itu masuk ke area lawan dan Gita lantas menatap Nadya dengan gembira. Senyum Gita merekah.
"Sip, Nad!!" teriak Gita. Setidaknya Gita memang lebih baik daripada Nadya dalam permainan bola voli. Gita bertepuk tangan sejenak sebelum berlari ke depan untuk mem-passing bola yang datang ke arahnya. Nadya tersenyum semringah. Sepertinya, bermain voli akan lebih mengasyikkan jika kita—paling tidak—bisa melakukan servis sekali saja.
Begitu Gita berhasil mem-passing bola ke area lawan kembali, bola itu ternyata mengarah ke Syakila. Syakila kemudian melompat dan bermaksud untuk mengakhiri kegiatan balas-membalas passing itu dengan satu smash. Syakila adalah andalan sekolah untuk voli perempuan—selain Tari—di kelas itu. Jadi, tentu saja Syakila pandai melakukannya.
Begitu Syakila melakukan smash, semua orang di tim Nadya memperhatikan ke mana bola itu menuju. Mata Gita terbelalak saat melihat bola itu mengarah tepat ke kepala Nadya yang kini sedang berjongkok untuk membenarkan tali sepatunya. Tari yang satu tim dengan mereka kontan berlari dengan cepat ke arah Nadya, bermaksud untuk mengambil bola itu sembari berteriak, "Nad, AWAS!"
"NADYA!!" teriak Gita sembari berlari ke arah Nadya.
Nadya dengan cepat menoleh kepada Gita; ia menatap Gita dengan linglung. Nadya mengedipkan matanya keheranan—dan semua orang mulai semakin melebarkan mata—hingga akhirnya terdengar suara gedebuk keras.
Nadya terjatuh dan terduduk di tanah. Gita dan teman-teman yang lain langsung berlari menghampiri Nadya.
"Nad! Lo gak apa-apa?!" teriak Gita dengan panik begitu ia berjongkok di depan Nadya. Nadya kini sedang menunduk dan memegangi kepalanya yang terasa sakit bukan main. Tidak ada yang menertawakan Nadya karena Nadya terkena bola di bagian belakang kepalanya. Smash itu sangatlah kuat dan tajam, bahkan bunyi benturannya terdengar begitu keras. Mata Nadya terpejam dan sesekali cewek itu mengerang kesakitan. Pandangannya mengabur. Tari langsung memegangi bahu Nadya. "Nad!"
"Git, bawa dia ke UKS," ujar Tari, lalu Gita mengangguk dengan cepat. Gita langsung merangkul Nadya, bermaksud untuk mengajak Nadya berdiri, tetapi Nadya menggeleng.
"Nggak, Git, nggak usah," ujar Nadya pelan.
"Apaan, sih, Nad? Ayo ah! Nggak usah ngebantah! Kepala lo pusing, 'kan?!" ujar Gita. Nadya menggeleng meski nyatanya ia tak bisa melihat Gita dengan jelas. "Udah, nggak apa-apa, Git. Gue nggak mau absen."
"Halah, udah, ah!" teriak Gita. Tari kemudian berkata, "Udah, Nad, lo ke UKS aja. Biar gue yang ngomong ke Pak Bian."
Nadya diam sebentar, kemudian cewek itu mengangguk perlahan. Gita langsung mengajaknya berdiri—seraya merangkulnya—lalu mereka pergi ke UKS. Semua orang menatap kepergian mereka dengan ekspresi wajah yang masih separuh terkejut. Syakila menatap mereka dengan nanar, mulut Syakila sedikit terbuka.
Setelah Gita dan Nadya pergi, Pak Bian mulai datang ke lapangan voli perempuan untuk mengabsen dan mengawasi permainan voli perempuan. Tari telah menyampaikan insiden yang menimpa Nadya tadi kepada Pak Bian dan Pak Bian pun memberikan Nadya izin. []
