Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab2: Celsie, Gadis aYang Tersembunyi fiBalik Masker

Celsie merasakan detak jantungnya semakin cepat, meskipun ia berusaha keras untuk tetap tenang. Namun, tidak bisa dipungkiri, pandangan Kevin yang tajam dan penuh perhitungan itu mulai mengusik ketenangannya. Dengan gaya duduk yang penuh kewibawaan, Kevin tampak begitu tidak peduli dengan keramaian klub malam itu, seakan dunia di sekitarnya hanyalah latar belakang untuk kehidupannya yang sempurna. Ia tahu betul siapa dirinya – seorang CEO muda yang memegang kendali atas hampir segala hal yang ia inginkan.

Begitu Kevin mendekat, Celsie bisa merasakan aura keangkuhannya yang memancar kuat. Kevin adalah pria yang selalu terbiasa mendapatkan apa yang dia mau, dan sikapnya yang dingin serta arogan adalah bagian dari pesonanya yang tak terelakkan. Dia duduk dengan postur tegak, memandang Celsie dengan ekspresi datar yang tidak menunjukkan sedikit pun minat pada kehidupan malam yang sibuk di sekitar mereka.

"Jadi," Kevin mulai, suaranya rendah namun terdengar sangat jelas, seolah setiap kata yang diucapkannya adalah sebuah perintah, "aku ingin tahu apa yang membuatmu begitu menarik di mata para pengunjung di sini."

Celsie menatapnya dengan mata tajam. “Aku kira kamu datang kemari hanya untuk mencari hiburan, bukan untuk menilai siapa yang menarik siapa.” Suaranya tidak kalah dingin, berusaha untuk menjaga jarak.

Kevin menyeringai sinis. "Hiburan? Kalau itu yang kamu pikirkan, kamu jelas belum mengenal aku," katanya sambil melemparkan pandangan skeptis pada Celsie. "Aku tidak punya waktu untuk sekadar mencari hiburan. Tapi aku punya cukup waktu untuk mengamati kamu, dan aku yakin ada lebih dari sekadar penampilan di sini."

Celsie mengerutkan kening, merasa agak terganggu dengan ketidakhumblan Kevin. "Oh, jadi kamu pikir aku hanya bisa dilihat dari satu sisi? Hanya karena kamu seorang CEO, lalu semua orang harus terkesan?" kata Celsie, berusaha menahan amarah yang mulai muncul.

Kevin terkekeh pelan, menatap Celsie dengan tatapan yang penuh penilaian. “Jangan terlalu sensitif. Dunia ini memang tentang penilaian, dan aku sudah cukup lama berada di puncak untuk tahu bagaimana cara membuat orang tunduk dan mengerti tempat mereka.”

Celsie merasa seolah-olah dikelilingi oleh tembok ketegaran Kevin yang tidak bisa ditembus, dan hatinya semakin bimbang. Ia tahu betul siapa pria di depannya ini: Kevin, CEO muda yang sukses dan terkenal dengan sikap dinginnya. Tidak ada yang bisa menandingi kekuasaannya, dan ia terbiasa mendapatkan apa saja yang dia inginkan, termasuk perhatian wanita seperti dirinya.

"Apa yang kamu ingin aku katakan, Kevin?" tanya Celsie, suaranya semakin keras, mencoba menyamarkan ketidaknyamanannya. "Bahwa kamu bisa mendapatkan apa saja hanya karena kamu memiliki kekuasaan? Aku bukan orang yang mudah terpesona dengan hal itu."

Kevin menatapnya tanpa berkedip, sebuah senyuman kecil muncul di sudut bibirnya. "Kekuasaanku? Tentu saja. Tapi aku lebih tertarik pada sikapmu yang terlalu keras kepala. Biasanya, wanita seperti kamu mudah jatuh pada pesona pria dengan status tinggi, tapi kamu malah memilih untuk melawan. Itu menarik."

Celsie mengepalkan tangannya, berusaha mengendalikan diri. "Aku tidak melawan, Kevin. Aku hanya tidak tertarik pada permainan yang kamu coba mainkan."

Kevin memiringkan kepala, memandang Celsie dengan tatapan tajam yang penuh rasa ingin tahu. "Permainan? Bukankah hidup ini memang permainan, Celsie? Setiap langkahmu, setiap keputusan yang kamu buat, itu semua adalah bagian dari permainan yang lebih besar. Hanya saja, kebanyakan orang tidak menyadari itu."

Celsie merasa terpojok, tapi dia tahu satu hal: dia tidak bisa membiarkan Kevin mendikte hidupnya. "Kamu bisa berpikir seperti itu," jawab Celsie dengan suara datar, "tapi aku tidak akan membiarkan diriku terjerat dalam permainanmu."

Kevin tertawa pelan, matanya menyiratkan keangkuhan yang sulit disembunyikan. "Tunggu saja. Kamu akan menyadari suatu hari nanti bahwa dunia ini tak seindah yang kamu bayangkan. Dan mungkin, saat itu, kamu akan ingin berada di sisiku, bukan di dunia ini yang penuh kepalsuan."

Celsie merasa hatinya berdebar, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Kamu terlalu yakin pada dirimu, Kevin. Dunia ini jauh lebih rumit daripada yang kamu kira."

Kevin memandang Celsie dengan senyum yang tidak menunjukkan sedikitpun rasa kasihan. "Mungkin. Tapi aku lebih suka melihat orang-orang seperti kamu berusaha melawan kenyataan. Itu selalu menarik."

Celsie menarik napas panjang, mencoba untuk tetap teguh. "Aku akan tetap melawan, Kevin. Tidak peduli seberapa tinggi kamu berada."

Kevin berdiri, meninggalkan Celsie dengan sebuah senyuman penuh arti. "Kita lihat saja nanti, Celsie. Jangan terlalu keras kepala, karena terkadang, yang harus kamu lakukan hanyalah menyerah."

Dengan itu, Kevin berjalan meninggalkannya begitu saja, seakan tidak ada yang penting dalam pertemuan itu selain kepercayaan dirinya yang tak tergoyahkan. Celsie memandangnya pergi, merasa semakin terperangkap dalam dunia yang belum sepenuhnya ia pahami. Namun, ia tahu satu hal pasti: Kevin adalah pria yang tidak akan pernah ia biarkan menang dengan mudah.

Langkah kaki Celsie terasa berat saat ia melangkah keluar dari klub malam itu, perasaan yang campur aduk menyelimuti dirinya. Ia tak bisa mengabaikan ketegangan yang masih menggantung antara dirinya dan Kevin, pria yang seolah tak peduli dengan siapa dirinya. Namun, di balik sikap dinginnya, Celsie tahu ada sesuatu yang lebih, sesuatu yang membuatnya merasa tidak aman dan sekaligus tertantang.

Begitu keluar dari pintu utama, ia mendengar suara mesin mobil yang menyusul dari belakang. Sebuah mobil hitam yang tampak elegan berhenti tepat di depannya, dan jendela mobil itu terbuka. Kevin, dengan tatapan tajam dan penuh kepercayaan diri, menatapnya dari dalam mobil.

"Ke mana kamu pergi?" suara Kevin terdengar rendah, namun mengandung perintah yang jelas.

Celsie mengerutkan kening dan berhenti sejenak. "Aku bisa pulang sendiri," jawabnya, sedikit menantang.

Kevin membuka pintu mobil dengan mudah, matanya tetap terkunci pada Celsie. "Tidak. Kamu akan ikut aku. Aku tidak suka melihat seseorang berjalan sendirian di malam yang gelap ini."

Celsie bisa merasakan rasa kesal mulai naik, namun ia menahan diri untuk tidak melawan terlalu keras. "Aku tidak perlu pengawalan, Kevin," katanya tegas, mencoba menjaga jarak.

Kevin mengangkat satu alis, seolah tidak terkesan dengan penolakan itu. "Aku tidak peduli. Kamu akan masuk ke mobil ini, atau aku akan membawamu masuk dengan cara yang tidak akan kamu suka." Nada suaranya berubah lebih serius, meskipun tetap terdengar seperti perintah.

Celsie terdiam sejenak, memandang Kevin dengan hati yang bergejolak. Ia tahu bahwa menentangnya di sini dan sekarang hanya akan membuat keadaan lebih buruk. Namun, ia juga tidak bisa membiarkan dirinya terlihat lemah di hadapan pria ini. Dengan satu tarikan napas panjang, ia akhirnya membuka pintu mobil dan duduk di kursi penumpang.

"Ini bukan karena aku ingin kamu mengantar pulang," Celsie berkata dengan suara rendah, meskipun tatapannya tetap tajam. "Tapi aku tidak ingin berdebat lebih lama."

Kevin tertawa pelan, senyuman penuh kemenangan muncul di wajahnya. "Kamu membuatnya lebih sulit dari yang seharusnya, Celsie. Tapi aku senang kamu akhirnya paham."

Mobil itu melaju pelan di malam yang sunyi, hanya suara mesin yang terdengar di antara mereka. Kevin tetap tenang di balik kemudi, sementara Celsie mencoba menenangkan pikirannya yang masih kacau. Dia tidak tahu apakah ia merasa kesal atau merasa terjebak dalam permainan yang tidak ia pilih.

"Kenapa kamu repot-repot mengantar aku?" tanya Celsie, suara agak tajam. "Kamu bukan tipe orang yang peduli dengan orang lain, bukan?"

Kevin menatapnya sekilas, matanya tajam seperti pisau. "Aku bukan tipe orang yang peduli dengan kebanyakan orang. Tapi kamu berbeda, Celsie. Aku ingin tahu apa yang ada di balik sikap keras kepala dan maskermu."

Celsie terdiam, merasa sedikit terganggu dengan kenyataan bahwa Kevin begitu mudah melihat melalui sikapnya. "Aku tidak punya masker," jawabnya cepat. "Aku hanya tidak tertarik pada dunia yang kamu mainkan."

Kevin hanya tersenyum. "Kamu memang keras kepala, tapi itu yang aku suka. Kamu bisa berpura-pura tidak peduli, tapi aku tahu kamu tertarik dengan dunia ini, entah kamu akui atau tidak."

Mobil itu berhenti di depan rumah Celsie, dan Kevin menatapnya sejenak, seolah ingin berkata sesuatu. "Kamu akan kembali ke dunia ini, Celsie," katanya, suaranya lebih rendah dari sebelumnya, penuh makna. "Tapi jangan pikir itu akan mudah."

Celsie merasa ada sesuatu yang menggelitik di dalam dirinya, perasaan yang sulit untuk dipahami. Namun, ia hanya mengangguk dingin dan keluar dari mobil tanpa berkata apa-apa.

Kevin menatapnya pergi, sebuah senyuman tipis tetap tersungging di wajahnya. "Kita akan bertemu lagi," katanya pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada Celsie.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel