Pustaka
Bahasa Indonesia

JERATAN SI KUPU-KUPU MALAM VS CEO AROGAN

21.0K · Ongoing
Akselia Ivona
16
Bab
144
View
9.0
Rating

Ringkasan

Judul: JERATAN CINTA SI KUPU-KUPU MALAM VS CEO AROGAN Sinopsis Kevin—CEO muda, dingin, dan arogan—hidup dalam dunia bisnis yang penuh intrik. Baginya, cinta adalah kelemahan, dan wanita hanyalah gangguan. Namun, segalanya berubah saat ia bertemu dengan Celsie, seorang gadis malam yang penuh misteri. Celsie bukan wanita biasa. Ia terpaksa bertahan hidup di dunia malam setelah kehilangan segalanya. Dibalik senyumnya yang menggoda, tersimpan luka yang mendalam. Kevin tertarik, bukan hanya pada kecantikannya, tetapi pada keberaniannya menantang dunia yang kejam. Namun, Celsie tidak sendirian. Ada Natalia (Tali)—teman kerjanya yang ambisius dan licik, siap melakukan apa saja untuk mendapatkan Kevin. Dan ada Ariana—sekretaris pribadi Kevin yang setia, diam-diam mencintainya dan tak ingin kehilangan pria itu. Di balik gemerlap kota, skandal besar meledak. Mami Lola, pemilik klub malam, mengendalikan Celsie dengan tangan besi. Aldo, seorang bodyguard misterius, diam-diam melindungi Celsie, tapi apakah benar ia hanya sekadar pelindung? Atau ia punya alasan lain untuk menjauhkan gadis itu dari Kevin? Ketika cinta, ambisi, dan pengkhianatan bertabrakan, Kevin harus memilih: Mengorbankan reputasi demi Celsie, atau membiarkannya tenggelam dalam dunia yang tak berperasaan? Di antara tiga wanita yang menginginkannya, siapa yang akan memenangkan hatinya? Dan di antara dua pria yang berjuang, siapa yang akan mendapatkan Celsie?

RomansaDewasaThrillerGentlemanDingin

Bab1: perkenalan dengan Kevin dan dunia bisnis nya

Langit yang mendung menyelimuti kota, namun di dalam ruang kantor Kevin, segalanya terlihat sempurna. Pencahayaan yang hangat, furnitur mewah, dan jendela besar yang menghadap ke gedung-gedung tinggi yang menjulang. Kevin, CEO muda yang terkenal di dunia bisnis, sedang duduk di balik meja kerjanya yang terbuat dari kayu hitam berkilau. Wajahnya tegas, mata tajam, dan tubuh tegap dengan setelan jas yang selalu dipilih dengan cermat. Namun, ada sesuatu yang tampak hampa dalam dirinya—kehilangan semangat hidup yang membuatnya sulit untuk tersenyum.

"Kevin, rapat dengan klien internasional akan dimulai dalam lima menit," suara Ariana, sekretaris pribadinya yang cantik, memecah kesunyian.

Ariana adalah wanita dengan penampilan sempurna. Rambut panjangnya yang terawat, mata biru yang tajam, dan sikap yang sangat profesional. Namun, di balik sikapnya yang selalu tegas, ada sesuatu yang berbeda dalam pandangannya ketika dia menatap Kevin.

Sesuatu yang tak terucapkan, sebuah perasaan yang tak bisa disembunyikan meskipun dia berusaha keras untuk tetap menjaga jarak. Ariana tahu bahwa Kevin tidak pernah memberikan ruang untuk perasaan dalam hidupnya, tapi dia tidak bisa menahan dirinya.

"Terima kasih, Ariana. Segera masuk ke dalam ruangan, kita harus menyelesaikan ini dengan cepat," jawab Kevin dengan nada suara yang datar, tak menunjukkan emosi apapun. Begitu biasa baginya untuk bekerja dengan penuh fokus, tanpa menaruh perhatian lebih pada orang-orang di sekitarnya. Semua dalam hidupnya seakan bergulir seperti mesin yang tak pernah berhenti.

Ariana mengangguk dan meninggalkan ruangan. Kevin kembali menatap layar laptopnya, mengabaikan notifikasi email yang terus muncul. Pikirannya melayang ke tempat yang sangat jauh. Bisnis memang memberikan segalanya—kekuasaan, uang, dan pengaruh—tapi Kevin merasa kosong. Ia merasa terjebak dalam rutinitas yang tak memberi ruang untuk dirinya menjadi manusia seutuhnya. Ia merindukan sesuatu yang lebih, meski dirinya tidak tahu apa itu.

Namun, hidupnya segera berubah tanpa diduga.

Sore itu, seperti biasa, Kevin menghadiri sebuah acara penting di sebuah klub malam mewah, tempat di mana orang-orang berkelas dan kaya berkumpul. Di sana, ia bertemu dengan seorang gadis yang sepertinya tak pernah dilihatnya sebelumnya. Namanya Celsie.

Celsie, seorang penari klub malam yang mempesona dengan gerakan yang memikat, tidak bisa diabaikan oleh siapa pun yang melihatnya. Setiap langkahnya menggambarkan sebuah kisah penuh misteri—misteri yang Kevin merasa harus dijelajahi lebih jauh.

Kevin berdiri di bar, memandang ke arah

panggung, dan saat itulah matanya tertumbuk pada Celsie. Ia bisa merasakan ketegangan dalam tubuhnya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ada aura yang berbeda, sesuatu yang membuatnya terpesona, meski ia berusaha keras untuk menghindarinya.

Celsie menari dengan penuh gairah di atas panggung, mengenakan gaun hitam yang memamerkan lekuk tubuhnya dengan sempurna. Cahaya gemerlap menyinari tubuhnya, seakan menambah kilau yang sudah ada. Tetapi di balik penampilannya yang menggoda, ada sebuah kesedihan yang tak bisa ia sembunyikan. Kevin bisa merasakannya, meski ia hanya melihatnya sepintas.

Ariana, yang berdiri di samping Kevin, menyadari tatapan sang CEO yang tak pernah bisa ditarik. "Kevin, sepertinya kamu tertarik pada gadis itu," katanya, suara ringan namun tajam.

Kevin tak menggubris komentar itu. Matanya terus tertuju pada Celsie yang kini mengubah gerakan tariannya, seakan sadar bahwa dia menarik perhatian.

"Ariana, siapkan diri untuk rapat berikutnya," jawab Kevin singkat, meski pikirannya teralihkan. Ia tahu Ariana tahu lebih banyak daripada yang ia katakan, tetapi saat ini, ia tidak ingin berbicara tentang hal itu.

Setelah beberapa saat, Kevin memutuskan untuk mendekat. Dengan langkah mantap, ia berjalan menuju panggung, mencoba untuk tidak menunjukkan ketertarikan yang jelas. Di matanya, Celsie hanyalah bagian dari dunia malam yang penuh fantasi dan kepalsuan. Namun, ada sesuatu yang memanggilnya lebih dekat.

Celsie berhenti menari ketika melihat Kevin mendekat. Senyumnya terukir tipis, tidak sepenuhnya bahagia, tetapi ada kehangatan dalam mata indahnya yang kelam.

"Apakah kamu menikmati pertunjukannya?" tanya Celsie, suaranya lembut namun penuh teka-teki.

Kevin menatapnya dalam-dalam, mencoba untuk membaca ekspresi wajahnya. "Kamu berbeda dari yang lainnya," jawabnya. Ia merasa seperti ada yang tidak biasa dengan gadis ini—sesuatu yang menarik dan mengganggu sekaligus.

Celsie tertawa kecil. "Aku bukan gadis biasa, pak Kevin," jawabnya, seakan mengetahui siapa dia tanpa harus berkata lebih banyak.

Kevin terdiam sejenak, matanya menyelidiki Celsie, mencoba mencari tahu lebih banyak tentangnya. Namun, ia tidak bisa melanjutkan percakapan lebih jauh karena Celsie sudah harus kembali ke pekerjaannya. Dia memberi Kevin pandangan singkat, penuh misteri, sebelum berjalan meninggalkan tempat itu.

Kevin berdiri di sana, merasa terpecah antara keinginan untuk mengenal lebih dalam dan rasa tanggung jawabnya terhadap dunia yang telah membuatnya sukses. Namun, satu hal yang pasti—Celsie bukanlah gadis yang mudah untuk dilupakan.

"Ini baru permulaan," gumam Kevin pada dirinya sendiri, menatap Celsie yang menjauh di atas panggung.

Malam semakin larut, tetapi Kevin masih berdiri di tempatnya, matanya tak bisa lepas dari sosok Celsie yang perlahan menghilang di balik tirai panggung. Detak jantungnya terasa lebih cepat dari biasanya, dan itu membuatnya terganggu. Kevin tidak pernah mudah tertarik pada wanita—baginya, mereka hanya bagian dari dunia yang tak perlu terlalu dipikirkan. Namun, ada sesuatu dalam diri Celsie yang mengusiknya.

Matanya yang indah, tajam, dan seolah menyimpan rahasia yang tak terungkap. Senyumannya yang samar, penuh misteri, membuat Kevin ingin mencari tahu lebih dalam.

"Kevin, ini bukan pertama kalinya kamu ke tempat ini, tapi baru kali ini aku melihatmu benar-benar memperhatikan seseorang," suara Ariana kembali memecah lamunannya.

Kevin menghela napas panjang. Ia meraih gelas whiskey yang ada di depannya, menyesapnya pelan. "Aku hanya penasaran," jawabnya datar.

Ariana tersenyum miring, seakan tidak percaya. "Penasaran bisa berubah jadi sesuatu yang lebih, kamu tahu itu?"

Kevin tidak menjawab. Sebagai seseorang yang selalu mengendalikan segalanya, ia tidak suka perasaan yang muncul tiba-tiba ini. Namun, semakin ia mencoba mengabaikannya, semakin wajah Celsie memenuhi pikirannya.

Keesokan harinya, di kantornya yang megah, Kevin mencoba kembali fokus pada pekerjaannya. Ia duduk di balik meja, menatap laporan bisnis yang baru saja dikirimkan oleh timnya. Namun, pikirannya berkelana ke tempat lain—ke senyum misterius Celsie, ke cara gadis itu menatapnya seakan tahu sesuatu yang tidak dia sadari.

Ia menggelengkan kepala, mencoba menepis pikirannya. "Ini tidak masuk akal," gumamnya.

Tapi pikirannya terus berkhianat. Ia kembali mengingat bagaimana Celsie tersenyum saat menatapnya, bagaimana ia berbicara dengan nada suara yang tenang namun menggoda.

Lelah dengan pikirannya sendiri, Kevin akhirnya meraih ponselnya. Jarinya bergerak cepat mencari informasi tentang klub malam tempat Celsie bekerja. Dia bukan tipe pria yang mencari wanita dua kali, tetapi kali ini, dia membuat pengecualian.

Sekali lagi, ia menyadari bahwa Celsie bukanlah seseorang yang mudah dilupakan.

Malamnya, Kevin kembali ke klub itu. Kali ini, ia tidak datang sebagai pebisnis yang menghadiri acara, tetapi sebagai pria yang ingin mendapatkan jawaban.

Lampu-lampu neon berkedip di dinding, musik mengalun dengan tempo lambat, menciptakan suasana yang begitu menggoda. Kevin duduk di bar, matanya mencari sosok yang membuatnya kembali ke tempat ini.

Dan kemudian, dia melihatnya.

Celsie.

Malam ini, dia tidak menari di atas panggung. Sebagai gantinya, dia duduk di salah satu sudut ruangan, berbicara dengan seorang pria tua yang tampak seperti pelanggan tetap. Ada senyum tipis di wajahnya, tapi matanya tetap memiliki tatapan yang sama—seakan dia hidup di dunia yang berbeda, jauh dari tempat ini.

Kevin bangkit, berjalan mendekat. Saat Celsie akhirnya menyadari keberadaannya, ia menoleh, dan untuk sepersekian detik, matanya menunjukkan keterkejutan sebelum kembali tenang.

" Pak Kevin," katanya lembut, seakan sudah mengharapkan kehadirannya.

Kevin duduk di hadapannya, menatapnya dalam-dalam. "Kamu benar. Kamu bukan gadis biasa."

Celsie tersenyum, kali ini sedikit lebih tulus, tetapi tetap penuh misteri. "Dan kamu bukan tipe pria yang akan kembali untuk hal yang tidak penting."

Kevin menyandarkan tubuhnya, menatapnya lebih dalam. "Lalu, apa menurutmu alasan aku kembali?"

Celsie mengangkat bahu, lalu menyesap minumannya. "Mungkin karena aku punya sesuatu yang tidak bisa kamu abaikan."

Kevin terkekeh, sedikit terkejut dengan keberanian gadis ini. "Sombong sekali."

Celsie hanya tersenyum lagi, senyum yang sama yang menghantuinya sejak pertemuan pertama. "Atau mungkin, kamu hanya ingin mencari jawaban dari sesuatu yang tidak bisa kamu pahami."

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Kevin tidak bisa menyangkal bahwa Celsie benar.