Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB.6 Tawar menawar

Melisa terkejut ketika Arga sedikit meninggikan suaranya, melirik sinis lalu kembali acuh membelakangi tubuh Arga yang hendak memeluknya.

"Mendekatlah sini Melisa. Kamu tidak perlu takut, aku tidak akan menggigitmu," Arga terus meringsek mendekat ke arah Melisa.

Melisa menghela nafas sambil melirik malas. Ia takut jika nanti menolak Arga akan menerkamnya lagi, "hmm, baiklah," ujar Melisa lalu segera berbalik badan dan kini wajah keduanya saling berhadapan.

Arga tersenyum dengan kedua lesung pipit yang mengembang sempurna. Baru kali ini Melisa melihat wajah Arga dari jarak yang sangat begitu dekat dan Arga pun tidak menunjukkan kekasarannya. Memiliki wajah oriental dengan di hiasi kedua alis yang cukup tebal dan bulu mata yang sangat lentik membuat kesan pertama Melisa saat melihat Arga dari jarak yang begitu dekat itu membuatnya luluh. Selama bercinta ia sama sekali tidak pernah memandang wajah rupawan milik Arga karena kebrutalannya dalam permainan ranjang membuat Melisa susah untuk membuka matanya. Dan kini seolah mendapatkan jackpot ia di perlihatkan sosok rupawan dari seorang Arga Adiputra.

"Kenapa menatapku begitu? " tanya Arga dengan menaikkan satu alisnya.

"Eh, maaf-maaf. Aku kira tadi ada ulet bulu yang nempel, ternyata alis, hehe." jawab Melisa salah tingkah dan reflek menyentuhkan telunjuknya pada alis Arga.

Lantas Arga ikut tertawa melihat Melisa yang gugup salah tingkah.

"Kalau kamu suka, katakan saja,"

Melisa menggeleng lalu ia rebahkan kepalanya di atas dada bidang Arga. Harum parfum body musk begitu menyeruak masuk menusuk hidung, ada kenyamanan tersendiri ketika Melisa menghirup harum tubuh milik pelanggan brutalnya itu. Begitu pun Arga, ia seolah terhanyut terbawa suasana ketika Melisa merebahkan kepalanya pada dada bidangnya. Arga pun reflek membelai lembut kepala melisa yang basah karena habis keramas.

Malam semakin larut namun dari keduanya nampak tidak memperlihatkan bahwa mereka ingin berbicara. Hanya suara dentingan jam dan suara dari deru Ac yang menemani mereka malam ini. Melisa yang mulai merasa nyaman tidak terasa ia terlelap pada dada bidang Arga, suara dengkuran yang keluar dari mulut Melisa membuat Arga berdecih sambil melongok ke arah wajah Melisa.

"Cewek kok tidurnya ngorok, ada-ada saja," Arga menggelengkan kepala lalu ia perlahan-lahan membenarkan posisi tubuh Melisa untuk di rebahkan di sampingnya. "Hmm, kasihan juga," gumamnya sambil memandang wajah Melisa yang nampak begitu lelah.Setelah puas memandangi ia pun berjalan keluar hendak menemui Chelsi.

*****

Chelsi yang saat itu tengah menikmati segelas wayne di ruanganya pun di buat terkejut ketika Arga memaksa masuk ke dalam ruang pribadinya.

BRAK

"Maaf Mam, tapi Pak Arga memaksa masuk," seru salah satu asisten Chelsi.

Chelsi hanya menggerakkan tangannya menyuruh asistennya itu pergi.

"Ada apa Pak Arga? apa pelayanan anakku kurang memuaskan? " ucap Chelsi sambil menyesap segelas wayne yang sedang di pegangnya.

Arga lantas berjalan menuju Chelsi dengan langkah gagahnya.

"Aku mau Melisa. Jadi bisakah kamu melepaskannya?" seru Arga mentap Chelsi tajam.

Chelsi berdecih "dia primadona di sini. Jadi tidak akan aku biarkan siapapun mengambilnya," kepulan asap rokok membumbung tinggi saat Chelsi menghembuskannya ke atas.

Arga berdecak kesal. Ia pun geram karena Chelsi tidak mau menuruti permintaannya.

"Bukannya kamu juga sudah memiliki istri? Lantas buat apa Melisa ikut denganmu?" selidik Chelsi sambil menunjukkan telunjuknya yang lentik dan kuku yang begitu mengkilat karena terkena cahaya lampu ke arah Arga.

"Aku menyukainya. Istri aku tidak pernah tahan dengan segala fantasi liarku. Sedangkan dia, dia mampu bertahan dan menikmatinya sehingga gejolak bercintaku tidak sia-sia."

Chelsi pun kembali menyesap sebatang rokoknya sambil memainkan sebuah gelas kecil yang sudah berisi sampagne itu.

'Kalau aku melepaskannya nanti penghasilan di rumah bordil ini menjadi berkurang. Dan kebanyakan pelanggan menginginkan Melisa untuk menjadi teman tidurnya,' gumam Chelsi

PLAK

Arga melemparkan sebuah kartu black card ke atas meja Chelsi seakan tahu apa yang tengah membuat Chelsi begitu berat melepaskan Melisa. Sontak Chelsi pun terperanjat kaget karena Arga melemparkannya begitu saja.

"Ambil black card milikku. Isinya jangan di tanyakan lagi, pasti kamu tahu kan bahwa black card tidak ada batasnya. Setelah itu serahkan Melisa kepadaku."

Lantas Chelsi segera mengambilnya dan ia pun menyunggingkan senyum tipis di ujung bibirnya.

"Apakah ini bisa di percaya?"

Arga berdiri lalu berjalan memutar ke arah Chelsi.

"Tentu sayang. Silahkan kamu bisa mengeceknya," seru Arga pada telinga Chelsi.

Hembusan hangat dari nafas Arga membuat bulu roma Chelsi seketika merinding. Ia lantas menoleh ke arah Arga yang begitu dekat jaraknya dengannya.

"Baiklah tampan. Aku akan melepaskan lacurku itu," seringai Chelsi sambil mengecup pipi Arga.

"Hm.. kalau begitu urusanku di sini selesai. Nanti pagi Melisa akan langsung aku boyong ke rumahku,"

Arga lantas beranjak berjalan ke arah pintu tanpa menoleh ke arah Chelsi.

"Tak apalah aku melepaskan permata yang begitu berharga. Yang terpenting aku kaya karena kartu ini ada di genggamanku,"  Chelsi  mengambil gagang telfon lalu menelfon asistennya.

"Luna tolong bilang pada Dimas suruh siapkan mobil karena malam ini aku akan pergi."

"Baik Mam,"

"Aku akan bersenang-senang. Menghabiskan semua isi di dalam kartu ini," ucap Chelsi sumringah sambil berjalan dengan menenteng tas merk terkenal.

***

Keesokan paginya, Melisa menggeliatkan tubuhnya ke kanan ke kiri, mengerjapkan kedua matanya sambil memperhatikan ke sekeliling ruangan yang menurutnya nampak sangat berbeda.

"Aku di mana ini? " gumam Melisa lalu beranjak dari ranjang berjalan menuju ke arah jendela, melongokkan kepala untuk melihat pemandangan dari luar kamar.

"Loh," Melisa beringsut mundur tatkala pemandangan yang berada di luar kamar nampak sangat berbeda."aku dimana ini! bukannya semalam aku berada di rumah bordil mami Chelsi. Kok sekarang berada di sini,"

Melisa pun berlari ke arah pintu hendak membukanya namun sayangnya pintu terkunci. Melisa berusaha membolak balikkan knop pintu itu tapi tetap saja tidak terbuka.

"Aarrgh. Aku di mana dan ini kamar siapa," Melisa merasa geram karena Arga mempermainkannya.

"Aku harus keluar. " ucapnya lantas menoleh ke arah jendela, berfikir lewat melalui jendela agar ia bisa terbebas dari seorang Arga Adiputra.

"Baiklah, aku akan lewat dari jendela saja. Berikan aku keselamatan tuhan," lirihnya lalu ia bergegas mengikat beberapa selimut agar memanjang dan memasangkannya di pinggiran balkon yang terbuat dari besi. Melisa melirik ke arah jam yang ternyata sudah menunjukkan angka tujuh. Ia sudah berjanji akan pulang menemui kedua anaknya yang tengah sakit di tempat nya berasal.

"Arga sungguh gila. Aku sudah menemaninya tidur dengannya semalaman sampai aku tidak mendapatkan pelanggan lagi. Sekarang aku malah di kurung di kamar sialan ini." gerutunya lalu ia menurunkan sebuah selimut yang sudah ia ikat memanjang.

Melisa pun menurunkan secara perlahan selimut itu dan memastikannya sampai ke bawah.

Arga yang kebetulan tengah menikmati secangkir teh tepat di bawah kamar Melisa langsung terperanjat karena sebuah selimut yang sudah sampai di depan matanya.

Menyeringai kejam Arga pun lantas segera menuju ke kamar Melisa untuk menggagalkan rencananya.

Tidak butuh waktu lama Arga sekarang sudah berada di depan kamar Melisa dan segera membuka kunci kamarnya.

Saat Melisa hendak turun, tiba-tiba suara pintu terbuka lantas Melisa pun reflek menoleh dan terlihat siapa yang sudah berada di depan pintu sana.

"Jangan pernah berfikir untuk kabur dariku, Melisa." serunya sambil berjalan mendekat ke arah Melisa yang hendak turun

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel