BAB : 10
Rion melepaskan Keyzia dari pelukannya, memastikan keadaan gadis yang tiba-tiba saja membuatnya jatuh cinta.
“Ada apa? Kenapa menangis? Katakan padaku, Key?” tanya Rion.
Keyzia melepaskan tangan Rion yang bertengger di kedua pundaknya. “Om, jangan bersikap seperti ini terus padaku. Aku capek dengan masalah yang ku hadapi. Apa perlu aku bersujud di kaki Om, agar mau melepaskanku dari semua ini?”
“Melepaskan? Maksudmu melepaskan kamu dari tanganku. Begitukah?” Rion terkekeh. “Jangankan melepaskan dari kehidupanku, membiarkanmu lepas dari genggamanku saja tak akan ku biarkan, Key. Jadi, jangan berharap banyak untuk itu.”
Keyzia berniat pergi dari sana, tapi dengan cepat Rion kembali menarik lengannya dan mendorongnya hingga jatuh ke sofa. Tak hanya itu, kini Rion mencengkeram kedua lengannya dan menindihnya.
“Sudah ku katakan, kan ... kamu nggak akan pergi dan nggak akan bisa kemana-mana tanpa ijin dariku. Paham?!”
“Lepasin, Om ... ini sakit,” isaknya.
Terlihat benar-benar menakutkan tampang Rion saat ini, tapi kemudian diapun melepaskan cengkeraman tangannya di lengan Keyzia. Kemudian dengan lembut ia usap dan tiup bekas memerah atas tindakannya itu.
Ia tak tahu kenapa hatinya jadi seperti ini. Sosok Keyzia seakan mampu mengubah apapun yang ada dalam dirinya. Emosinya, perasaannya, bahkan sikapnya. Laksana hujan es di tengah gurun pasir, seperti itulah sosok Keyzia baginya.
“Kalau kamu tenang, aku akan tetap tenang. Jangan membuatku melawan emosiku sendiri karenamu,” ujar Rion masih berfokus pada lengan Keyzia.
“Tapi aku nggak bisa begini. Kehidupan kita berbeda, Om. Aku hanya anak SMA yang nggak ngerti dan nggak tau apapun. Kamu itu orang penting dengan seorang istri yang setia di sampingmu. Kenapa membawaku ke kehidupanmu? Harusnya kamu berikan perhatian ini pada Tante Bella. Bukan padaku,” jelas Keyzia menarik paksa tangannya yang ada di pegangan Rion.
“Menolakku lagi?”
“Om, aku punya kehidupan sendiri. Aku punya sahabat, punya kekasih. Kalau kamu jadikan aku istrimu, bagaimana kehidupanku selanjutnya?” isaknya.
Rion menangkis sebuah vas bunga yang ada di meja dengan tanganya hingga jatuh berserakan di lantai. Bahkan Keyzia sampai kaget dengan sikap laki-laki yang ada dihadapannya ini.
“Tak akan ada lagi laki-laki lain di sekitarmu selain aku, Keyzia! Hanya aku yang bisa bikin kamu tenang dan bahagia. Bukan yang lain!”
“Kita baru kenal dan Om sudah berharap sebegitu besarnya padaku. Aku ini orang lain, bukan orang terdekat yang sudah kamu kenal seluk-beluknya.”
“Setidaknya aku juga bukan orang bodoh yang mau begitu saja menjadikanmu sebagai milikku, Key.”
Keyzia bangkit dari duduknya. “Aku nggak akan pernah jadi milikmu! Nggak akan pernah!”
Tangan Rion mengepal saat mendengar balasan dari Keyzia. Sungguh, rasanya gadis ini memang dengan sengaja menyulut emosinya.
“Hatiku milik orang lain!”
Rion mendorong Keyzia hingga kembali jatuh ke sofa, kemudian dengan cepat ia menindih dan berusaha menciumi gadis itu meskipun penolakan penolakan terus diberikan Keyzia.
“Jangan melakukannya padaku, ku mohon,” pintanya terus mengelak saat Rion terus memaksakan kehendaknya.
Melihat Keyzia seperti itu, tiba-tiba saja hatinya malah merasa bersalah. Iya, dirinya seolah sudah melakukan kesalahan terbesar saat bersikap buruk pada dia.
Keyzia menangis, menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Memikirkan tindakan Rion yang benar-benar bisa di luar batas seperti itu pada dirinya.
“Aku minta maaf,” ucap Rion menarik Keyzia dan memeluknya erat. “Jangan menangis. Aku tak ingin kamu membenciku, Keyzia.”
****
Malam ini keduanya sampai di rumah. Ya, di kediaman Rion. Meskipun dokter meminta untuk tetap berada di rumah sakit hingga dua atau tiga hari ke depan, tapi Rion bukanlah orang yang akan menerima begitu saja perintah dari seorang dokter.
“Maaf, Tuan ... Nyonya dari tadi siang ngamuk terus di kamarnya,” ujar seorang asisten rumah tangga yang menghampirinya.
“Harusnya tak mengurung seperti itu,” komentar Keyzia ikut ambil suara.
“Jangan ikut mengurusi dia, Key,” komentar Rion.
“Dia begitu karena aku, Om,” balasnya.
“Buka pintu kamarnya,” suruh Rion pada penjaga yang berada di depan pintu kamar Bella.
Iya, saat pintu terbuka, penampakan sosok Bella langsung terlihat. Dia begitu emosi dengan wajahnya yang memerah karena marah dan kesal. Bahkan kini ruangan pribadinya itu tampak berantakan seperti habis terjadi perang dunia. Dengan langkah pasti ia berjalan cepat menghampiri Keyzia, berniat menyakiti tapi Rion malah menghalanginya.
“Sudah ku katakan, kan ... jangan coba-coba menyakiti Keyzia. Urusanmu denganku jika itu terjadi, Bell,” ancam Rion.
Bella berteriak histeris. “Kenapa, Rion! Kenapa gadis ini yang kamu pilih, bukan aku. Apa kekuranganku? Apa aku kurang cantik dan menarik, hingga matamu malah memilih dia,” tunjuknya pada Keyzia yang bersembunyi dibalik punggung Rion.
“Iya, kamu kurang dalam segala hal, Bella. Apa yang dimiliki Keyzia, tak dimiliki olehmu. Apa yang ku rasakan saat bersamanya, tak ku rasakan saat bersamamu. Jadi, bagaimana mungkin aku bisa memaksakan hatiku untukmu. Itu tak akan pernah terjadi. Aku tak menginginkanmu jadi milikku.”
“Jahat kamu, Rion! Gadis ini harus mati, dia nggak boleh terus hidup!”
Bella dengan cepat melangkah mengambil sebuah gelas yang ada di meja, kemudian melemparnya ke arah Keyzia. Tak mengenai, tapi pecahannya justru yang tak sengaja mengenai kakinya.
Rion menghampiri Bella dan menampar pipi wanita itu dengan kasar hingga tubuhnya jatuh ke lantai. “Aku diam, itu karena keinginannya. Bukan karena rasa kasihanku padamu. Jadi jangan mencoba mengusik emosiku lagi, Bella!”
“Bawa dia kembali ke kamarnya,” suruhnya pada penjaga yang langsung melaksanakan perintahnya, membawa Bella kembali masuk ke kamar meskipun teriakan-teriakan penolakan menggelegar seantero penjuru ruangan.
Rion membawa Keyzia menuju kamar. Matanya menelisik setiap sudut ruangan yang didominasi warna putih.
“Kenapa aku malah dibawa ke sini?” tanyanya bingung, masih diam di depan pintu masuk.
Dengan langkah cepat ia kembali balik badan dan berniat untuk keluar. Tapi belum kakinya mencapai luar ruangan, Rion malah lebih dulu menutup pintu kamar ... membuat langkahnya seketika terhenti saat itu juga.
“Buka pintunya, Om,” pintanya.
Bukannnya membuka pintu, tapi Rion justru malah mengunci pintu dan melempar anak kunci ke atas kasur.
“Kamu mau, kan, menemaniku tidur?” tanya Rion.
Berharap tak ada pemikiran aneh menguasai otaknya, tapi masalahnya sekarang perkataan Rion itu justru sudah membuatnya berpikir yang aneh-aneh.
“Apa yang Om katakan, sih? Jangan aneh-aneh deh,” komentarnya.
“Apanya yang aneh? Jangan lupakan kalau kamu adalah istriku, Key. Apa ada yang aneh jika aku memintamu untuk menemaniku tidur?”
“Aku nggak mau,” tolaknya langsung. “Ada Tante Bella, kan? Minta dia saja.”
“Saat aku menginginkanmu, kenapa malah memintaku untuk bersama dia?”
“Karena aku enggak mau!”
Rion tak membalas lagi perkataan Keyzia. Ia berjalan menuju lemari pakaian dan mengambil satu stel pakaian tidur dan menyodorkannya pada Keyzia. “Mandi dan ganti bajumu.”
“Aku nggak mau,” tolaknya lagi.
Kini Rion dengan paksa menarik Keyzia menuju kamar mandi, kemudian dengan cepat ia nyalakan shower dan mengarahkannya pada gadis itu. Ia gregetan sekali saat Keyzia terus terusan menolak apa yang ia perintahkan. Seperti tak ada rasa takut di kepala gadis ini terhadapnya.
“Ini sudah kedua kalinya kamu lakukan ini, Om. Aku benar-benar kesal padamu,” teriaknya.
“Iya, jika kamu terus begini, bukan tidak mungkin akan ku lakukan untuk yang ketiga kalinya, Key,” tawa Rion saat melihat ekspressi kesal Keyzia yang seolah jadi lawakan baginya.
Puas, kini Rion menghentikan serangannya. Ia bersidekap dada dihadapan Keyzia yang sudah basah kuyup. “Jadi, bagaimana, Key. Apa aku juga harus turun tangan membukakan pakaianmu. Hem?”
“Dasar om-om mesum!” teriaknya kesal malah mendorong Rion hingga jatuh ke dalam bath-up. “Kamu pikir aku gadis seperti apa, huh?”
“Kamu gadis baik-baik, hanya saja pikiranku tak bisa diajak baik jika bersamamu. Aku mau kamu itu jadi milikku seutuhnya, Key. Bisa, kan?”
Keyzia menarik lengan Rion agar segera keluar dari bak mandi itu. “Aku mau mandi, Om tunggu di luar,” pintanya.
Rion masih berdiri di posisinya.
“Om, keluar dulu. Ini sudah malam, kelamaan basah bisa masuk angin,” ocehnya.
Yap, akhirnya Rion menurut. Saat Keyzia mandi, ia cuman bisa berdiri di depan pintu kamar mandi dengan keadaan yang basah kuyup. Yang melakukan ini padanya adalah Keyzia, jadi tak akan ada emosi yang ia utarakan. Lain jika Bella yang melakukan, mungkin beberapa kali tamparan akan ia layangkan.
