Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB : 11

Rion sibuk di ruang kerjanya dengan setumpuk kertas dan map dihadapannya. Tak ke kantor, bukan berarti ia akan tidur-tiduran nggak jelas. Ayolah, ini adalah kebiasaan yang sudah ia lakukan semenjak lama. Jadi, tak akan ada keluhan dengan semua ini. Malah lebih heran lagi jika semua pekerjaan tak berada di sekelilingnya.

Sebuah ketukan pintu membuat fokusnya buyar. Diam, tak merespon, ia kembali dengan kertas dihadapannya.

Lagi, ketukan itu kini membuatnya rada kesal. Berani-beraninya orang di rumah ini merusak konsentrasinya bekerja.

Beranjak dari kursi dan dengan langkah cepat berjalan menuju pintu. Ia ingin tahu, siapa pelaku dan calon korban kemarahannya.

Pintu dibuka, hendak langsung emosi, tapi semua itu seolah menghilang dari niatnya saat mendapati siapa yang ada dihadapannya kini.

“Key,” gumamnya.

“Maaf aku gangguin Om. Aku cuman mau nganterin ini,” ujarnya menyodorkan teh hangat pada Rion.

Rion langsung menerima itu.

“Takutnya Om masuk angin, kan tadi basah-basah,” pikirnya. Balasan apa yang ia dapatkan? Cowok yang ada di depannya ini malah senyum-senyum. “Jangan berpikiran yang tidak-tidak dulu. Aku cuman nggak mau ...”

“Terserah, kamu mau bilang apapun itu, aku terima.” Rion membelai lembut pipi Keyzia. “Tapi yang jelas, ini ku anggap sebagai bentuk perhatianmu padaku, Key,” tambahnya.

Keyzia menarik napasnya berat. Niat hati hanya ingin mengantarkan minuman sebagai rasa ... entahlah. Tapi Rion malah berpikir ia memberikan perhatian. Dahlah, sepertinya apapun sikapnya, tak ada yang pas di mata Rion.

“Terserah, apa yang mau Om katakan lah,” keluhnya hendak berlalu pergi dari sana. Belum kakinya melangkah, tapi Rion dengan cepat menyambar tangannya ... membuat langkahnya terhenti.

“Aku mau bicara padamu,” ujarnya membawa Keyzia masuk ke dalam ruangannya dan gadis itu hanya menurut.

“Apalagi, sih, Om?” tanya Keyzia menyingkirkan tangan Rion yang masih menggenggam tangannya hingga terlepas.

“Besok mulai sekolah, ya,’’ ujar Rion.

Dahi Keyzia berkerut. “Maksudnya?”

“Aku ijinin kamu sekolah.”

“Hah?”

“Kenapa? Kamu nggak mau? Atau, sekolah kamu yang biasa tempatnya nggak nyaman? Biar ku carikan sekolah lain yang paling bagus,” terang Rion.

Keyzia malah menghambur memeluk erat Rion. “Aku senang banget, Om,” ungkapnya. “Ku pikir Om nggak bakalan ngijinin aku masuk sekolah lagi.”

Keyzia masih bicara dan memeluknya erat. Tak tahukah dia betapa kagetnya dirinya saat mendapat pelukan dan sikap ini? Benar, memang hanya sebuah pelukan. Tapi baginya, saat Keyzia memberikan sesuatu padanya tanpa ia minta, itu adalah sebuah kebahagiaan besar.

Perlahan kini kedua tangannya melingkar membalas pelukan Keyzia. “Aku senang saat kamu merasa senang,” balasnya malah menikmati pelukan itu.

Keyzia yang tadinya seolah merasa bahagia tiada terkira dan lupa segalanya, tiba-tiba sadar akan sikapnya pada Rion. Dengan cepat ia melepaskan pelukannya dan menyingkirkan lengan Rion yang melingkar di badannya hingga terlepas.

Mimik canggung langsung terlihat di wajah dan sikapnya. “Maaf ... aku nggak bermaksud nggak sopan. Cuman karena terlalu senang, malah begitu jadinya,” ujarnya.

Jangan karena sikapnya barusan membuat Rion berpikir kalau ia sudah menerima. Tetap, tak akan ada pengaruhnya.

Fokus Rion yang tadinya hanya pada Keyzia, sedikit terusik dengan pergerakan di depan pintu kamarnya. Senyuman sinis terukir di sudut bibirnya saat mengetahui siapa yang ada di sana. Ya, siapa lagi pelakunya kalau bukan Bella. Sepertinya wanita itu benar-benar tak suka akan sikapnya pada Keyzia.

“Aku balik ke kamar,” ujar Keyzia.

Sebelum melangkah pergi, Rion dengan cepat menarik Keyzia hingga berakhir di pelukannya dan mengunci dengan kedua tangannya hingga tak bisa melepaskan diri. Ia menyusupkan wajahnya di lekukan leher gadis itu, meskipun dia menolak.

“Lepasin aku!”

“Hanya ingin memberikan ciuman selamat malam,” bisiknya tepat di telinga Keyzia dan beberapa kali menciumi leher gadis itu.

Jujur saja, ini godaan baginya saat dihadapkan dengan Keyzia. Rasa yang tak pernah muncul saat bersama Bella atau wanita manapun. Rasanya ingin ia miliki gadis ini seutuhnya, tapi mengingat dia yang masih sekolah, rasa keinginan itu kembali terhenti.

Keyzia berusaha menjauhkan Rion dari hadapannya. Benar-benar tidak waras laki-laki ini. Bagaimana mungkin dia bersikap agresif begini padanya? Rasanya semakin was-was jika berada di dekat Rion.

Setelah puas, barulah Rion melepaskan Keyzia dari rengkuhannya.

Keyzia memukul dada Rion. “Aku kesal padamu!” umpatnya langsung berlalu pergi dari sana dengan langkah cepat.

Sementara Rion, seperginya Keyzia malah tersenyum. Ya, rasanya lucu saja saat melihat gadis itu merasa kesal. Padahal ia lakukan semua itu untuk membuat Bella yang mengintainya, merasa semakin panas. Tapi justru Keyzia yang panas.

****

Beberapa hari ke belakang, kehidupannya terasa begitu berat. Bahkan badannya begitu pegal seperti habis marathon berpuluh-puluh kilo meter. Apalagi otaknya, yang seakan diajak berpikir keras. Tapi malam ini, dirinya begitu puas. Ya, tidurnya terasa begitu nyenyak, hingga tak terjaga sekalipun semenjak merebahkan badan di kasur. Sepertinya kasur dan bantal ini membawa efek positif.

Alarm membuatnya yang masih berada di alam mimpi, langsung terjaga. Melakukan pergerakan untuk meregangkan otot badan, tapi malah tak bisa. Ada sesuatu yang menghalangi geraknya.

Matanya yang masih berada di efek ngantuk, perlahan mulai terbuka. Lebih tepatnya, ia paksa untuk melek. Langsung, fokusnya malah ke sosok yang kini ada dihadapannya. Bahkan wajah itu berada sangat-sangat dekat. Hanya berjarak hitungan centi dengan wajahnya.

Napasnya seketika tercekal saat menyadari itu. Ingin teriak, tapi kok ya suaranya seolah tertahan di tenggorokan.

Ia gigit bibir bawahnya, menetralkan detak jantungnya dan memejamkan kedua matanya, berusaha menenangkan diri. Barulah, kekuatan itu muncul. Langsung, ia berteriak kencang.

Yakinlah, teriakannya pasti membuat seisi rumah ini dibuat kaget. Tapi ia lebih kaget ketika bangun tidur justru ada cowok di sampingnya, untuk yang kedua kali.

Dengan cepat dan paksa ia singkirkan lengan kekar yang membelit badannya posesiv ... kemudian segera beranjak dari tempat tidur.

“Om, kenapa malah ada di sini?!!!!” Ayolah, ia masih memakai nada berteriak saat bicara pada makhluk menyebalkan yang seolah tak melakukan kesalahan apa-apa itu.

Dia menatap kearah Keyzia, kemudian tersenyum. “Key, ini masih pagi dan kamu sudah membuat seisi rumah ini jadi heboh.”

Keyzia yang berdiri, menatap kesal. Padahal untuk menghindari Rion, makanya ia memilih tidur di kamar ini, tapi ternyata dia malah dengan seenaknya masuk dan tidur bersamanya. Astaga! Semoga nggak terjadi apa-apa semalam di saat ia tidur. Dua kali, loh, dirinya tidur dengan cowok yang sama.

“Jangan melupakan kalau aku ini suamimu,” ingatkan Rion. Ia menyingkirkan selimut yang masih menutupi badannya.

Keyzia langsung menutupi kedua matanya dengan telapak tangan. Takut, jika matanya tak sengaja malah melihat sesuatu yang belum saatnya ia lihat.

“Aku masih mengenakan pakaian, kenapa malah menutup matamu begitu?”

Mendengar itu, barulah ia singkirkan telapak tangannya dari wajahnya. Benar, dia masih mengenakan pakaian. Entah kenapa pikiran yang ‘nganu’ selalu membelit otaknya jika menyangkut Rion.

“Om, bisa tidak ... jangan membuatku kaget. Apa-apaan dengan semua ini? Kenapa malah tidur di sini? Om punya kamar, kan?”

“Aku mengajakmu tidur di kamarku ... maksudku kamar kita. Tapi kamu malah di sini. Jadi, apalagi yang harus ku lakukan kalau bukan mengikutimu. Mungkin kamu memang nggak menyukai kamar itu. Dan memang ... ku akui ternyata di sini lebih nyaman. Ya, lebih tepatnya karena ada kamu di dekapanku,” jelas Rion mengumbar senyuman.

Tampang kaget kembali diperlihatkan Keyzia karena perkataan Rion. Yang benar saja. “Om bilang apa?”

“Ya ... kamu tidur nyenyak di dekapanku,” ulangnya meyakinkan Keyzia.

“Jangan ngarang!” umpatnya tak percaya. “ Ia menghampiri Rion dan menarik lengan cowok itu untuk segera bangun. “Sekarang mending Om keluar dari sini ... aku mau mandi dan siap-siap mau sekolah.”

“Oke ... baiklah,” setuju Rion. “Tapi ...”

“Apalagi, sih?’’ kesalnya.

Dengan cepat Rion langsung mencium bibir Keyzia sekilas. Mata gadis itu melebar seketika pendapatkan perlakuan darinya,

“Morning kiss,” ucapnya tersenyum puas saat apa yang ia inginkan bisa didapatkannya. “Sampai ketemu di meja makan,” tambahnya langsung pergi, meninggalkan Keyzia yang masih diam mematung.

Seperginya Rion, barulah ia merasa kepalanya seperti diguyur hujan hingga membuatnya sadar akan apa yang terjadi barusan. “Om!!!!!!!” teriaknya menggemparkan kediaman Rion.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel