Penyesalan
Istri Yang Dicampakkan Menjadi Sultan
Bab 6
Alia pulang ke rumahnya dengan perasaan bahagia, tapi kebahagiaan itu langsung menguap saat melihat Farhan yang berdiri di depan rumahnya. Entah apa lagi yang akan lelaki itu lakukan. Meskipun enggan tapi Alia harus menghadapi Farhan.
"Kamu udah ngomong sama Mbak Farida?" tanya Farhan. Alia mengerti arah pembicaraan lelaki itu.
"Ngomong apa?" Alia balik bertanya, ia hanya pura-pura tidak tahu.
Beberapa orang tetangga yang lewat terlihat memperhatikan mereka sambil berbisik-bisik membuat Alia menjadi risih. Akhirnya ia mengajak Farhan untuk bicara di tempat lain, ia juga tidak mungkin mengajak Farhan ke rumahnya karena pasti orangtua Alia ada di dalam. Alia hanya tidak ingin orang tuanya terlalu terbebani dengan masalahnya.
Sebuah kafe yang tidak jauh dari situ menjadi pilihan. Tempatnya yang tenang bisa membuat mereka berbicara lebih santai meskipun Alia sebenarnya tidak ingin berlama-lama berada di dekat Farhan.
"Kamu harus bujuk Mbak Farida. Gimana pun caranya!" ujar Farhan.
"Ini 'kan masalah kamu, Bang. Kenapa kamu ngerepotin aku, aku juga punya kesibukan lain. Kamu udah dewasa, selesaikan masalah kamu sendiri," balas Alia dengan santai lalu meminum jus yang dipesannya sekedar untuk menetralkan perasaan yang memang sedang tidak baik.
"Sok sibuk banget kamu, Al. Emang kerja apa sih kamu sampai nggak ada waktu cuman buat ngomong sama Mbak Farida?"
"Kamu nggak perlu tahu aku kerja apa, yang jelas aku nggak mau ngurus masalah kamu!" seru Alia dengan tegas.
"Kenapa aku nggak boleh tahu? Jangan-jangan kamu jual diri lagi!" tuding Farhan.
Alia terlihat mengepalkan tangannya menahan amarah, perkataan Farhan selain menyakiti hatinya Alia juga merasa direndahkan. Rahang wanita itu bahkan mengeras karena amarah yang ditahannya. Tangan Alia bahkan sudah terangkat untuk menampar Farhan tapi kini melayang di udara. Ia tidak ingin mengotori tangannya hanya untuk membungkam Farhan.
"Jaga ucapanmu, Bang. Aku nggak serendah itu!" tepis Alia, ia mengarahkan telunjuknya pada wajah Farhan.
"Kalau memang tidak, kenapa harus marah? Berarti–"
"Jangan pernah temui aku lagi apapun alasannya!" Alia memotong ucapan Farhan lalu mengeluarkan uang untuk membayar minuman yang dipesannya lalu pergi meninggalkan lelaki itu.
Perkataan Farhan sangat melukai Alia. Ia benar-benar tidak percaya semakin hari Farhan semakin kasar, meskipun bukan tindakan tapi perkataan Farhan cukup menggores kembali hati Alia.
Farhan sangat berubah drastis, bahkan tidak ada lagi sisi baik dalam diri Farhan yang dilihat oleh Alia. Dengan perlakuannya seperti ini bisa saja Alia dengan mudah membalik rasa cinta dalam hatinya menjadi benci pada lelaki yang pernah membahagiakannya selama lima tahun itu.
***
"Mau apalagi dia nemuin kamu, Al?" tanya Darma tidak suka. Tentu saja lelaki paruh baya itu masih menyimpan amarah untuk Farhan. Seorang ayah pasti tidak ingin melihat anaknya disakiti oleh siapapun.
"Cuman ngomongin masalah rumah kok, Pak," jawab Alia, ia terpaksa berbohong karena tidak ingin melibatkan orang tuanya dalam masalah pribadi Alia.
"Dia keras kepala sih, coba harganya turunin pasti udah kejual dari dulu," timpal Mira.
"Aku kasih saran aja nggak didengar kok, Bu. Biarin aja," tutur Alia.
Sudah hampir dua bulan tapi rumah itu belum terjual. Sebenarnya banyak orang yang menginginkannya tapi karena harga yang terlalu tinggi mereka mundur. Alia tidak terlalu memusingkan mengenai rumah itu, meskipun nantinya akan dibagi dua meskipun rumah itu memang hasil jerih payah Farhan tapi tetap saja ada hak Alia di dalamnya.
Alia hanya akan fokus untuk merintis karirnya. Ia harus bisa bangkit dan membuktikan pada mantan suaminya jika dirinya bisa juga hidup bahagia. Alia tidak akan pernah membujuk Farida untuk memaafkan Farhan karena itu urusan pribadi antara kakak dan adik. Farida juga sudah berpesan pada Alia agar tidak mengungkit lagi masalah mengenai Farhan.
[Mbak Alia, besok jam 11 siang ada pemotretan outdoor. Sebelum berangkat kita ke salon dulu, ya.]
Pesan masuk dari Ratna, wanita yang didapuk menjadi manager Alia. Ratna juga salah satu teman Dinda, wanita itu memang sedang menjadi pengangguran itu kenapa Dinda memilih Ratna untuk menjadi manager Alia karena Dinda memang tidak bisa terus mendampingi Alia.
[Iya, Mbak Ratna. Terimakasih informasinya, ya.] Terkirim.
Setelah melaksanakan salat isya Alia langsung beristirahat karena pagi harinya ia harus pergi ke salon sebelum menuju tempat pemotretan. Dinda memang mengatakan pada Alia untuk melakukan perawatan yang rutin untuk menjaga wajah dan tubuhnya agar selalu terlihat sehat.
Uang yang didapatkan dari pemotretan kemarin Alia pakai untuk perawatan. Untuk mendapatkan hal yang bagus memang harus rela mengeluarkan kocek yang dalam. Meskipun merasa sayang uang jutaan hanya untuk perawatan tapi Alia berpikir itu untuk merawat aset tubuh dan wajahnya.
Alia sudah membuat janji bertemu dengan Ratna di salon. Sebelum pergi Alia berpesan pada ibunya untuk tidak menerima Farhan jika lelaki itu datang.
"Kalau dia datang lagi kasih tahu aku ya, Ibu juga nggak usah keluar dari rumah," pesan Alia.
"Iya. Hari ini Ibu juga mau bantu-bantu Bu Kades yang mau hajatan kok," ujar Mira.
"Ya udah, aku berangkat dulu ya, Bu. Assalamu'alaikum," pamit Alia.
"Waalaikumsalam."
***
"Mas, kamu kapan balik lagi kesini? Aku kangen banget loh sama kamu," ujar seseorang dari balik sambungan telepon.
"Sabar ya, sayang. Mas lagi ngurusin rumah yang belum terjual," jelas Farhan dengan senyum yang mencoba dipaksakan. Ia menatap wanita yang berada di layar ponsel itu dengan bahagia setelah beberapa hari mereka tidak berkomunikasi.
"Bapak juga udah nanyain kamu. Kapan mau lamar aku?" tanya Marissa membuat Farhan kini terlihat kikuk. Ia memang berniat menikahi Marissa tapi setelah rumah miliknya terjual. Ia ingin membuat pesta yang mewah untuk pernikahan keduanya ini.
"Mas belum ngomong sama Mbak Farida soal ini. Mas belum sempat ketemu soalnya," ujar Farhan berbohong. Farida bahkan tidak ingin menatap Farhan apalagi berbicara pada lelaki itu.
Jika saja Farhan tidak mendapatkan cuti panjang mungkin ia tidak bisa datang menemui Alia dan Farida. Farhan ingin menyelesaikan masalahnya bersama Farida baru ia akan tenang, ia juga harus meminta restu kakaknya itu sebelum menikahi Marissa.
"Mas jangan kelamaan dong, nanti perut aku makin keliatan buncit tahu," gerutu Marissa dengan wajah yang cemberut.
"Mas janji bulan ini kita menikah, ya. Mas juga nggak mau kalau orang-orang tahu kalau kamu hamil," tutur Farhan. Ini alasan kuat Farhan menceraikan Alia, ia melakukan hubungan terlarang dan membuat Marissa kini mengandung anaknya.
Jika saja saat itu Farhan menolak ajakan teman-teman kantornya mungkin kejadiannya tidak akan berakhir seperti ini. Tapi apalah daya, nasi sudah menjadi bubur. Tidak akan ada gunanya menyesali, lebih baik menjalani.
Bersambung ….
