Secantik Yang Kuingat-3
Irene rasanya enggan sekali masuk ke dalam mobil putih besar itu, bukan karena tak nyaman atau hal lain. Ia hanya tak mau berdekatan dengan papa tirinya itu.
Salma melambaikan tangannya pada Irene yang memberi isyarat agar segera masuk ke dalam mobil putih milik Melvin itu. Irene pun mengunci pintu dan masuk ke dalam mobilnya untuk pergi ke butiknya.
"Masuk, atau perlu kugendong ke dalam putriku, Sayang?" ujar Melvin sambil tersenyum menatap Irene.
Mobil Mama sudah tak terlihat, yang ada hanyalah sisa hanyalah debunya saja yang masih beterbangan. Dan Irene berusaha menetralkan degub jantungnya yang ketakutan pada pria yang memperhatikannya dari tadi.
"Kau secantik yang aku ingat." Glek! Irene tak menoleh pada pria yang berstatus papanya itu.
Ingat Irene, dia Papa kamu, oke!
"Bisakah kita berangkat sekarang, Pa?" tanya Irene dengan sopan.
Melvin tersenyum dan menyalakan mesin mobil Pajero Sport miliknya itu dan menjauhi rumah Mama. Irene duduk sangat menepi, kentara sekali jika ia tak ingin berdekatan dengan Melvin.
"Aku sudah mencarimu ke mana-mana dan voila! Aku menemukanmu bukan?" Melvin melihat Irene dari sudut matanya dan tetap fokus menyetir.
"Irene tak mengerti apa yang Papa maksud." Irene berkata seolah ia tak mengerti apa yang Melvin maksud.
"Sungguh tak mengerti? Apa mau bantu kuingatkan?" tanya Melvin mengedipkan matanya pada Irene.
"Aku turun di sini saja." Irene membuka pintu mobil namun terkunci. Ia berbalik menatap Melvin. "Aku turun di sini saja, Papa Melvin."
"Kenapa, Sayang? Enggak bisa ya, papa 'kan kangen sama kamu." Melvin menggoda Irene.
"Menjijikkan!" desis Irene membuang mukanya.
"Papa? Huh, aku tak suka kau memanggilku dengan sebutan nama itu, demi kamu aku terbang jauh-jauh ke Indonesia dan mencarimu, rasanya setimpal saat melihatmu secara langsung." Melvin tak terpengaruh oleh semua kata-kata kasar Irene.
"Kau men-stalkerku?! Apa di sana sudah tak ada gadis yang bisa kau tiduri hingga susah payah ke mari?" Irene menaikkan nadanya karena kesal.
"Banyak. Hanya tinggal tunjuk saja mana yang mau melepas gaun mereka dan duduk di pangkuanku suka rela. Hanya saja, aku menyukai tantangan, Irene Sayang. Dan kau membuatku tertantang sekali." Melgij melirik sekias ke arah Irene.
"Kau gila! Sinting! Tunggu sampai Mama tahu semua kebiadabanmu!" umpat Irene kembali. Hari ini mood-nya sangat buruk karena satu pria gila.
"Bilang saja. Dan kau akan membuat Salma membencimu, kau akan dituduh menggoda suami barunya. Mudah saja bukan?" Melvin mengancam balik.
"Mama pasti lebih percaya anaknya ketimbang kamu yang hanya sebulan menikah dengannya!" Irene percaya diri akan pendapatnya.
"Coba saja."
"Akan kucoba."
"Setelah itu aku akan membawamu ke rumahku. Kita bisa bersama lagi seperti malam itu, ranjangku merindukanmu, Irene." Melvin mengatakannya dengan sangat romantis, tapi di telinga Irene itu seperti mantera kematian.
Irene mengumpat. Semua kata-kata terburuk di dunia kembali tumpahkan pada telinga pria yang memakai kemeja biru dongker itu. Yang mendapat sumpah serapah, tak menjawab dan malah tertawa, ia bahkan sangat menikmati kemarahan Irene.
Tepat di halaman rumah Papa Jefry, papa kandung Irene, ia langsung melompat dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah, Bibi Rani menyapa Irene dan Melvin sebagai tamu majikannya, menanyakan apakah Irene mau sarapan atau tidak. Ia berbalik dan mendapati pria yang menjadi Papa tirinya itu pun masuk ke dalam.
"Mau apa kau masuk?" bentak Irene pada Melvin membuat Bibi Rani melihatnya terkejut.
"Tak ada peraturan tertulis bahwa aku tak boleh masuk. Kemasi barang-barangmu, come on my daughter!" Melvin tanpa dosa menyuruh Irene segera berkemas.
"Enggak!" jawab Irene tegas, ia menaiki tangga dengan cepat. Melvin menatap Bibi yang melihat adegan drama keduanya terdiam.
"Bi, lanjutkan saja beberesnya. Puteriku itu sedang merajuk," perintah Melvin.
"Iya, Pak Melvin." Bibi Rani kembali melanjutkan tugasnya dan membiarkan pria yang ia ketahui berstatus papa tiri Irene itu mengikuti Irene ke lantai dua.
Melvin mengejar Irene sampai ke kamarnya, ia memasukkan satu kakinya ke pintu sebelum Irene menutup pintu kamarnya. Tentu saja, tenaga Irene tak sebanding dengan Melvin.
Irene terjatuh di lantai, Melvin mengulurkan tangannya pada Irene yang jelas langsung ditolak Irene. Ia tahu puterinya itu akan berteroak seketika membungkam mulut Irene dengan tangannya yang lebar. Irene tentu saja memberontak dan lagi-lagi dia kalah tenaga.
"Jangan buat aku mengikatmu di atas ranjang dan 'berolahraga' atau kau kemasi barang-barangmu?" tanya Melvin berbisik di telinga Irene.
Irene menganggukkan kepalanya, Melvin mencium kening Irene yang langsung ditolak mentah-mentah. Irene mengeluarkan kopernya dan memasukkan barang-barangnya ke dalam sana sembarangan.
Melvin mengawasi Irene dengan duduk di atas ranjang Irene yang berwarna merah muda. Ia menyibak isi koper Irene, ia mengangkat bra milik Irene mengelus dan menciumnya sesaat.
Irene yang tahu akan hal itu menjadi semakin takut dan gemetar. Ia masuk ke dalam kamar mandi dan menangis di sana.
Dia pria gila, terobsesi padaku. Hubungi Stevan! Ya! Oh tidak ponselku! Irene kebingungan mencari ponselnya hilang dari dalam tasnya.
Ia keluar dan mendapati ponselnya berada di tangan Melvin. Irene menatap horor apa yang dilakukan Melvin.
"Hapus, hapus, hapus," ujar Melvin menghapus sesuatu di dalam ponsel putih milik Irene. Sang Empunya merebut begitu saja ponselnya dari tangan Melvin.
"Kembalikan! Apa yang kau lakukan!"
"Menghapus semua nomer pria yang ada di ponselmu. Aku tidak menyukainya, Sayang. Oh, kecuali Papa Jefry," jelas Melvin dengan senyum tanpa dosa. Irene menatap ponselnya yang tak kalah horor, semua kontak nama pria yang ada di dalam ponselnya hilang.
"Kau jahat! Gila!" umpat Irene lagi. Ia kesal karena ulah Melvin, Irene memukul dada Melvin yang ditangkap oleh kedua tangan Melvin yang besar itu.
"Aku tak suka kau dekat laki-laki selain aku dan wali sahmu," ujar Melvin menatap tajam Irene.
"Kau bukan papa kandungku dan juga kau pria gila yang dinikahi Mama. Mama sudah salah menikahimu!" seru Irene menatap wajah Melvin lekat-lekat. Melvin melihat air mata Irene mengalir karena kesal dan itu membuat Melvin melepaskan tangannya.
"Sudah semuanya? Ayo kita berangkat, Sayang." Melvin menutup koper Irene dan membawanya turun.
"Eughhhh!" Irene mau tak mau mengikuti langkah Melvin yang turun dahulu.
♧
Jefry mengerutkan keningnya saat mendapat telepon dari nama kontak wanita, Salma, mantan isterinya.
"Ya, Salma."
"Jef, Emm ini aku, apa kau mengganggumu?"
"Tidak juga, katakan saja." Jefri berkata dan menghela napas.
"Begini, ini soal Irene puteri tunggal kita."
"Kau sudah bertemu dengannya bukan? Kami semalam mengobrol katanya sudah bertemu denganmu dan suami barumu, dia terdengar menyukai papa barunya." Jefry merasa sedikit lega.
