Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Gadis Nakal -2

Irene terbangun karena mimpi itu datang lagi. Mimpi soal kenangan buruknya saat berada di Paris. Liburan bersama teman-teman saat kelulusan itu berubah menjadi petaka saat ia mendatangi pesta saudara temannya yang mengenalkannya pada pria setengah iblis itu padanya.

Irene mengelap keringatnya dengan tisu, melayangkan pandangannya pada kamar tidurnya. Ia menangis sambil membungkam mulutnya.

Aku berusaha menjauhinya, sejauh mungkin dan tak meninggalkan jejak. Tapi, justru kini ia berada di rumahku, menemukanku dan dia masih gila.

Melvin terjaga sepanjang malam. Ia benar tidur dengannya, tapi ia terbangun saat wanita yang memeluk tubuhnya itu terlelap dalam balutan selimut membungkus tubuh polosnya yang menua. Ia muak sekali harus menyentuh wanita yang ia nikahi itu, yang ia inginkan adalah gadis di kamar sebelah, yang membuatnya nekat melakukan apapun untuk menemukannya.

Ia melempar segepok uang di meja, seorang pria mengambilnya sambil mencium amplop uang itu keluar dari kamar mandi.

"Panggil saja aku kalau dia butuh dipuaskan."

"Out." Melvin menyuruh pria yang telah menggantikannya memuaskan wanita paruh baya itu keluar.

Pria itu tak banyak bicara lagi dan keluar tanpa suara. Melvin tersenyum samar sambil menatap langit malam yang gelap.

"Aku sudah menemukanmu, Sayang. Kau milikku dan tetap akan jadi milikku," ujarnya mengelus udara yang baginya berwujud gadis cantik yang membuat dunianya jungkir balik tak karuan.

Melvin sama sekali tak ingin menikahi wanita yang telah ia ketahui adalah ibu kandung dari gadis yang ia cintai, ia tak punya pilihan lain.

Wanita paruh baya itu tak akan tahu jika pria yang menyentuhnya selama satu bulan itu bukanlah dirinya, dia akan duduk di bawah gelapnya kamar, sementara pria lain yang menyentuhnya dengan puas.

Ia akan melepaskan pakaiannya seolah ialah yang melakukan segalanya. Entah karena buta ataukah saking percayanya Salma padanya, ia tak pernah menaruh curiga bahwa pria yang menikahinya itu hanya memanfaatkannya. Jika kalian sudah tahu, diamlah.

Salma adalah wanita sibuk yang sering berkeliling mengikuti pameran demi pameran untuk butiknya. Dan itu menguntungkan Melvin, karena ia tak harus selalu bersama wanita yang sebenarnya tak berarti apapun baginya, hanya saja ikatannya dengan gadis yang ia sukai itu lah ia mau melakukan apapun.

Kini Melvin tahu segalanya perihal gadis yang tak ia ketahui namanya sebelumnya itu, semuanya. Irene Vanalika dua puluh delapan tahun, single, penyiar radio dan tinggal bersama papanya di sebuah perumahan yang cukup jauh dari rumah mamanya.

Mantan suami Salma seorang pengusaha batu bara yang sering bepergian, lagi-lagi itu akan menguntungkan Melvin, karena ia bisa leluasa bersama Irene, gadis yang membuatnya tak bisa lupakan malam indahnya itu.

Salma terbangun mendapati pria yang jauh lebih muda dari usianya itu masih memejamkan mata. Salma begitu mencintai pria yang menikahinya, yang memberinya kehangatan semalam sampai ia terlelap kelelahan. Ia menyibak selimut yang menutupi tubuh polosnya dan mulai melangkah ke kamar mandi. Ia berbalik sejenak daat mendapati Melvin menggeliat bangun.

"Pagi," sapa Melvin.

"Pagi, maaf aku telat bangun. Kau membuatku kelelahan semalam." Salma tersenyum mencium pipi Melvin dan melangkah masuk ke kamar mandi.

Melvin mengusap bekas kecupan Salma sama seperti yang ia lakukan selama ini. Ia mengenakan kemejanya dan tersenyum menatap pagi. Ia segera keluar dari kamar, mencari gadis yang ia rindukan selama ini.

Salma keluar dari kamar mandi dengan rapi dan wangi, ia menyuruh Melvin segera mandi dan turun, ia akan membuat sarapan.

Tanpa disuruh Melvin akan turun, dengan segenap hati karena di sana akan ada gadis yang membuatnya tersenyum.

Irene bangun sengaja saat mamanya memanggilnya turun. Ia tak punya jadwal siaran hari ini, makanya ia menunggu mamanya bangun dan tak harus berduaan dengan papa tirinya itu.

Ia membantu mamanya menyiapkan sarapan daripada duduk di meja makan bersama papa tirinya.

"Enggak ada siaran pagi?" tanya Mama pada Irene.

"Nanti malam, Ma," jawab Irene dengan senyumnya.

"Ren, tolong bawa ke meja," pinta mamanya memberikan sepiring besar waffle yang masih hangat.

Irene menelan salivanya susah, meja makan mendadak menjadi arena perang yang menegangkan. Di mana pasukan negara api akan menyerang negara bumi. Dan Irene ke sana hanya bermodalkan do'a. Do'a agar papanya itu tak merangkulnya atau menyeretnya ke kamar, menciumnya dengan ganas seperti yang pernah ia lakukan dulu.

Piring yang dibawa Irene berbunyi saat menyentuh meja makan yang terbuat dari kaca itu membuat Melvin yang mengetahui itu tersenyum smirk pada Irene.

"Jangan gemetar, Irene!"

Irene segera memundurkan langkahnya saat tangan Melvin ingin menyentuhnya diam-diam.

"Gadis nakal!" Melvin mengerang karena mencium aroma sampo yang Irene kenakan.

Irene kembali ke dapur dan menunggu sampai mamanya itu selesai berkutat di dapur dan makan bersamanya.

"Irene, kamu jangan kaku gitu donk sama papa kamu," kata Salma melihat puterinya diam saja saat berada di dekat suami barunya.

"Apa?"

"Iya, Mama lihat kamu selalu menunduk saat ada papa kamu, Melvin ini juga papa kamu, Ren. Kalian bisa jadi teman akrab," jelas Salma.

"Tentu saja, iya 'kan Irene?" Melvin menyanggupinya.

"Iya, Ma."

"Kalau gitu, biar kalian makin akrab antara papa dan anak, kamu mau 'kan Sayang, ngantar Irene pulang?" Salma mengusulkan yang langsung membuat Irene tersentak menatap mamanya dengan mata membulat. Hal itu membuat Melvin tersenyum samar.

"Enggak usah, Ma. Irene kan bawa mobil dan-"

"Ren, Mama mau kalian jadi akrab seperti halnya kau akrab dengan kekasih papamu. Atau lebih baik, kamu enggak usah pulang saja. Biar Mama telepon Jefry buat ijinin kamu tinggal sama Mama, papamu 'kan sibuk."

"Mama juga sibuk, sama saja. Nanti malah merepotkan, Papa Melvin."

"Aku tak merasa direpotkan." Melvin mengiyakan saja apa yang berhubungan dengan Irene. Irene makin susah menelan salivanya.

Waffle yang enak buatan mamanya berubah menjadi kain gombal yang terasa mencekik saat ditelan.

"Oke, nanti Mama akan bicarakan itu dengan Jefry agar Irene tinggal bersama kita." Salma memutuskan.

"Iya, Sayang." Melvin mengiyakan yang di mata Irene itu seperti akting di sinetron televisi.

"Ma, enggak perlu begitu. Rumah Mama kan jauh dari stasiun radio, Irene enggak apa kok di rumah Papa sendirian."

"Oke, kali ini kamu berarti mau diantar pulang Papa Melvin." Salma memutuskan.

Irene melihat wajah Melvin yang sumringah itu menjadi gemetar. Ia tahu pasti apa yang bisa pria itu lakukan jika berdua saja dengannya dalam satu mobil.

Mama meminta Irene menjual saja mobil lamanya, itu adalah hadiah dari mamanya saat ulang tahunnya yang ke delapan belas. Mamanya akan membelikan mobil untuknya yang baru dan Irene hanya bisa menuruti kemauan mamanya karena hanya dialah anak satu-satunya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel