Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Pria Itu Lagi-1

Malam ini Irene pulang kerja dengan terburu-buru, jam kerjanya baru berakhir beberapa menit lalu dan ia sudah keluar mengabaikan sapaan teman-teman kerjanya di stasiun radio terkenal di ibukota.

Irene melajukan mobilnya menjauhi tempat kerjanya dan bersama pengguna lain memenuhi jalanan yang basah. Ia ingin segera sampai ke rumah lama, di mana rumah itu milik mamanya, sementara papanya dan dirinya tinggal di sebuah rumah baru yang dibeli.

Rumah penuh kenangan itu masih sama, berdiri kokoh bercat putih dan hangat. Mamanya sedari pagi menelepon anak semata wayangnya itu untuk segera pulang ke rumah lama. Dan Irene, menyanggupinya datang sepulang kerja.

Irene memarkirkan mobilnya di halaman dan masuk ke dalam rumah, ruang tamu yang dulu masih sama hanya saja sedikit berbeda pada sofa-sofa baru yang mamanya beli.

"Ma, aku datang," sapa Irene saat masuk.

Ia mendapati mamanya berada di ruang makan, sedang menata piring berisi menu makan malam. Wanita empat puluh sembilan tahun itu masih tampak muda karena rajin berolahraga dan menjaga asupan makanannya.

"Irene! Mama kangen sekali denganmu, Sayang!"

"Irene juga kangen sama Mama. Mama kapan datang?" tanya Irene.

"Semalam, langsung tidur kecapekkan dan baru telepom kamu pagi tadi. Baru pulang kerja ya?"

"Iya, langsung datang ke sini."

"Pantesan, oh ya sebentar. Sayang, Irene sudah datang nih," panggil mamanya pada seseorang yang tak berada di sekitar mereka.

Seorang pria turun dari lantai dua sambil menggulung ujung kemejanya menatap dua wanita di ruanh makan. Irene yang mencomot udang asam manis buataan mamanya mendadak tak berselera makan. Ia terkejut menatap wajah pria yang turun dari lantai dua rumah mamanya.

Demi apapun, Irene ingin sekali menghilang saat ini juga. Irene memundurkan kakinya lemas dan terkejut saat wajah pria yang dipanggil mesra mamanya itu mendekat dan semakin dekat. Mamanya memeluk lengan pria itu dan tersenyum pada Irene.

"Irene, ini suami Mama yang baru, Papa tiri kamu," ujar Salma pada puterinya, Irene.

Ini enggak mungkin! Irene terdiam dan memucat saat pria itu mengulurkan tangannya pada Irene dengan senyumnya yang tak Irene sukai.

Bayangan saat pria itu dengan tega dan bernafsu mengambil hal yang berharga untuknya dengan paksa kini berada di depannya, berstatus papa tirinya.

"Halo, Sayang(ku)," ujar Melvin dengan senyumnya, yang bagi Irene, itu adalah senyuman iblis.

Irene mengulurkan tangannya takut. Hanya sejenak ia menyorongkan tangannya lalu ia tarik kembali.

"Maafkan Mama enggak langsungin pernikahan kami di Indonesia, Melvin lagi ada tugas di sana lama, jadi kami memutuskan menikah saja di sana. Kamu enggak marah kan, Sayang?" tanya Mama mendekati Irene, memeluknya sebagai ungkapan rasa minta maafnya.

Sementara Irene mengangguk, ia melihat wajah Melvin yang tersenyum padanya. Iren bahkan memutari meja dan memilih menjauhi sebisa mungkin pria itu, sementara mamanya dan pria barunya duduk berdampingan di depan Irene.

"Irene, makan yang banyak ya." Mama menyendokkan banyak makanan ke atas piring Irene, karena tahu Irene sangat suka masakan mamanya.

Sementara Irene duduk dengan perasaan takut luar biasa, di depannya pria itu menatapnya dalam senyum mesra pada mamanya.

"Gimana kabar papamu?"

"Baik, Ma. Papa tetap bekerja seperti biasanya." Irene menjawab.

"Baguslah. Kamu masih kerja di stasiun radio, Ren?" tanya mamanya.

"Iya, Ma." Irene menjawab singkat.

"Kamu sakit? Wajahmu terlihat pucat?" tanya Melvin pada Irene yang membuat Irene seketika berhenti menyuapi mulutnya dengan makanan dan menatap ke arah Melvin yang sejajar dengannya.

Irene berusaha tak berteriak, ia menjawab apa yang ditanyakan papa barunya itu, pria yang sebenarnya tak pantas menjadi papanya, karena usia mereka terpaut jauh. Tapi, bukan karena itu saja yang membuat Irene menatap papa barunya itu, tapi kelakuannyalah di bawah meja yang membuat Irene terkejut.

Irene merasakan ada sesuatu yang mengelus betisnya, mengelusnya pelan. Dan jelas itu bukan kaki mamanya, karena wanita paruh baya itu sedang berada di meja sebelah kiri Melvin.

Setelah makan malam yang tak berselera bagi Irene, kini ia dihadapkan pada permintaan mamanya yang lain. Yaitu menginap di rumah malam ini, yang ditolak Irene secara halus dengan berbagai alasan.

"Ma, Irene menyetujui Mama menikah lagi, tapi kenapa dengan pria yang cocok sebagai adik Mama?" tanya Irene sedikit keberatan.

"Cinta itu enggak pandang bulu mau tua dan muda sama saja. Mama merasa cocok dengan Melvin, dia pun sama. Tak ada yang memaksa untuk saling suka, lagipula mama juga butuh seseorang yang menemani Mama setelah bercerai dengan papamu, Irene." Mamanya menjelaskan.

"Aku tahu Ma, tapi kenapa sama pria yang jauh dari usia Mama?" tanya Irene kembali.

"Sudahlah Irene, mama cinta sama Melvin dan Melvin pun cinta sama Mama. Kamu enggak usah khawatirkan mama lagi dan fokus ke masa depan kamu, Sayang." Salma mengecup kening puterinya itu.

Ia tahu bahwa puterinya itu hanya terlalu khawatir padanya, Salma masuk ke dalam dan meninggalkan Irene yang masih senang berada di rooftop rumahnya.

Saat ia berbalik, pria yang tak ingin ia dekati itu berdiri menatapnya sambil memegang jus jeruk. Irene melempar pandangannya ke arah lain, ia beringsut menjauh.

Namun ia terkejut kala ruang kosong di sebelah kirinya sudah tak ada, berganti dengan sebuah lengan kokoh milik siapa lagi kalau bukan Melvin.

"Dunia ini sempit, kau berusaha pergi dariku. Dan aku, menemukanmu di sini, di dekatku," bisik Melvin di telinga Irene.

Irene tahu bagaimana posisinya saat ini, dihimpit dari belakang oleh papa tirinya.

"Aku masuk dulu, Pa." Iren mendorong tubuh Melvin yang besar itu dan menjauh darinya. Tapi, lengan Irene ditahan Melvin dan menariknya ke belakang.

"Itu terdengar seperti, 'Aku masuk dulu, Sayang'. Begitu," ujar Melvin berbisik di telinga Irene. Irene melepas lengannya dan melangkah cepat menjauhi papa tirinya.

Irene tak pernah dan tak akan pernah lupa akan malam itu. Malam di mana ia merasa sangat tidak berdaya, pria yang mengejarnya itu mendapatkannya, ia digendong paksa ke dalam kamarnya dan membuka semua pakaian Irene dengan paksa.

Pria itu mengikat tangan Irene dan menjelajahi tubuh Irene dengan nafsunya. Tak peduli pada teriakan Irene yang meminta untuk melepaskannya.

Semua wanita di dalam club malam itu pasti akan bersedia membuka gaun minim mereka di depan Melvin, tapi tidak dengan Irene, dia tak mau berurusan dengan Melvin justru berada di kamarnya kali ini.

Ia menjejakkan kedua kakinya pada kaki Melvin agar berhenti memainkan miliknya, ia menjerit kala benda keras milik Melvin menyeruak ke dalam intinya dengan paksa. Ia tak akan melupakan malam yang buruk itu sepanjang hidupnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel