6. Rena anak pungut
Ngopi dulu mblo
Biar nikung pacar orang gak ngantuk?
Melvi kini sudah masuk SMP dan bersekolah satu kompleks dengan Rena. SMP Tunas Muda. Setiap hari mereka berdua diantar jemput oleh Azalea atau Arsa, kadang mereka naik ojek.
Arga sebentar lagi akan wisuda dan masuk Akmil sebagai pengacara TNI.
Hubungan Ira dan Zidan merenggang, lebih tepatnya, Zidan yang menjauh dari Ira. Sejak Zidan merasa jantungnya berdegub saat di dekat Rena.
Zidan memandang tak suka dengan pemandangan didepannya itu. Saat Arga memeluk leher Rena dan mengelap keringatnya dengan lengan baju seragam taekwondo miliknya.
Cemburu mungkin ya, tapi Zidan selalu menyangkalnya. Zidan tidak jatuh cinta pada Rena, eh lebih tepatnya belum sadar.
Arga dan Zidan terlihat saling menatap satu sama lain. Zidan menatapnya tajam, sedangkan Arga menatapnya heran.
"Zidan kenapa deh, aneh" gumamnya yang didengar oleh Rena. Rena memandang Zidan dan memandang Arga, lalu mengajak Arga berdiri dan menyuruhnya untuk segera ganti baju.
Zidan menghela nafas lelah, kembali melihat kedekatan Arga dan Rena di tempat parkir. Perempuan disekelilingnya dia abaikan begitu saja, karena malas menanggapi.
"Jangan lupa, minggu depan ke kampus ya, bawa buket bunga buat gue." Rena tertawa mendengarnya, sudah berkali-kali Arga mengingatkannya.
"Woow bang Gaga gak laku emangnya? Kenapa minta gue bawain bunga?." Arga berdecak sebal.
"Iye, gue jones puas lo?" Rena kembali tertawa. “Ingat, Cuma gue yang lo kasih bunga, jangan yang lain ya, calon suami lo gue!.” Rena tertawa.
Arga mengantarkan Rena ke rumah dinas Arsa dengan selamat tanpa lecet. Setelah itu dia pamit pulang ke rumah dinas Galih ayahnya.
"Kak!" sapa Arsa saat melihat semua keluarganya serempak berkumpul di ruang tengah.
"Iya Pa?" Rena duduk didekat Melvi dan Billal. Mereka saling pandang,
Rena memandang Melvi dan Billal, seolah mengatakan, ini-kenapa-pada-di kumpulin?. Keduanya menggeleng bersama.
"Bulan depan, Papa dipindah tugaskan di Surabaya, kita semua pindah kesana kak, setelah setijab Papa" Rena mengangguk antusias.
"Siap komandan. Laksanakan" Rena memberi hormat pada Arsa yang terlihat ragu tadi, tapi sekarang bisa tersenyum. “Asyik pindah bosque.” Rena bertos ria bersama Melvi.
"Kenapa kakak mau ikut pindah?" Tanya Billal.
"Karena bang Gaga mau Akmil, dan kakak gak punya teman." ujar Rena sedih.
Setelah itu Rena masuk ke kamarnya dan berganti pakaian santai dan kerudung instan.
"Kak, tolong anterin kue ini ke rumah tante Nana ya, diantar Melvi sekalian" Rena mengangguk dan di ikuti Melvi dengan sepedanya membonceng Rena.
Mereka sudah sampai di depan rumah dinas Galih--ayah Arga. Rena melihat motor yang sangat tidak asing baginya. Rena cuek saja dan masuk bersama Melvi.
"Assalamualaikum" Nana menghampiri Rena dan Melvi.
"Waalaikumsalam. Ayo masuk, duh seneng deh tante kalian main kesini" Nana menggandeng Rena dan mengajaknya masuk kedalam.
Rena tertawa bersama Melvi kala Nana menceritakan cerita lucu yang dialami Arga tadi siang.
Arga duduk bersama Galih—ayahnya di sofa bersama. Galih memandang Arga datar, yang sibuk melihat sebuah foto di hadapannya.
“Arsa mau pindah ke Surabaya, Ga,” Arga mengangguk lesu, dia menaruh kembali foto dirinya dan Rena yang di ambil 12 tahun yang lalu.
“Galau Ga?.” Tanya Nana. Arga mengangguk. Lalu dia memandang Nana dan Galih secara bergantian.
“Galih, Galau itu perih Yah.” Ucap Arga tanpa dosa, lalu Galih berdiri dan menjitak manja kepala Arga penuh kasih sayang mesra.
“Anakan gesrek, nama bapaknya sendiri di plesetin.” Nana hanya tertawa tanpa melerai mereka. Kapan lagi, batin Nana.
Rena makin kencang tertawanya bersama Melvi, saat melihat wajah Arga di ruang tengah bersama seseorang. Dia teringat akan jitakan yang di berikan Galih.
"Bang Gaga" Melvi menghampiri Arga. Arga berhigh five ria dengan Melvi dan Zidan hanya memperhatikan.
"Woow Lenlen yang gak bisa ngomong R" ejek Arga.
"Tuh kan te, bang Gaga mulai lagi" rengek Rena.
"Ga, jangan ganggu calon mantu Bunda ya" Arga semakin terbahak, “Di jitak Ayah kamu lagi, tahu rasa.”
Sedangkan Zidan menatap mereka tidak suka. Terutama saat memanggil Rena dengan sebutan CALON MANTU. Hatinya seakan tersayat.
Poor you Zidan.
???
Rena berjalan menuju gerbang sekolah, setelah meminta surat kepindahan untuk bersekolah di sekolahnya yang baru nanti.
Seorang laki-laki seumuran dengannya menarik tangannya saat melintas di dekat pagar sekolah, Rena tersentak dan melotot kepada lelaki didepannya.
"Apa kabar anak Pungut?"
Bugh
Satu pukulan mengenai sudut bibir Ilyas. Ilyas memandang tajam kearah Melvi yang dengan mudahnya memukul Ilyas tanpa beban.
"Shit!" Umpat Ilyas, lalu mendorong Rena kebelakang sampai menabrak Zidan yang tengah lewat dan mereka jatuh berdua.
Zidan membantu Rena berdiri, lalu menyaksikan dua orang berbeda usia itu sudah mulai bersitegang.
"Lo, berani banget ya sama gue?." Melvi tersenyum miring menatap tajam Ilyas.
"Karena lo udah ngehina kakak gue!." ucap Melvi datar.
"Emang kenyataannya gitu kok. Rena cuma anak pungut. Ngerti gak lo anak pungut?."
Rahang Melvi mengeras tanda dia menahan emosi, tangannya sudah terkepal kuat, siap untuk memberikan bogeman mentah untuk Ilyas.
Ilyas memandang ke belakang Melvi yang terlihat Zidan sedang memegangi Rena yang tadi jatuh.
"Lo ngapain bantuin dia? Dia itu cuma anak pungut, gak pantes lo bantuin."
Bugh
Satu pukulan Melvi membuat Ilyas jatuh tersungkur ke tanah. Ilyas segera bangun dan akan membalas pukulan Melvi, tapi Rena sudah memegang tangan Ilyas di udara.
"Lo boleh hina gue, tapi jangan coba-coba lo pukul adek gue" Rena memandang tajam Ilyas, bersiap untuk menelannya bulat-bulat seperti tahu bulat. "Ayo pulang Mel."
Rena menarik lengan Melvi untuk menjauh dari Ilyas, bukan Rena takut Melvi kalah, tapi takut jika Arsa di panggil ke sekolah karena hal ini.
Anak pungut? Jadi selama ini Rena cuma anak pungut?. Batin Zidan.
???
Rena membawa sebuket bunga untuk Arga yang sedang wisuda hari ini. Arga dengan senang hati menerimanya, dia tersenyum lebar sekali dan membuat para fans Arga makin histeris.
"Ah bahagia deh gue dapet bunga dari lo Lenlen" Rena terkekeh mendengarnya.
Rena juga melihat Zidan berada di sana dengan kedua orangtuanya, juga Ira yang setia menempel di lengan Zidan.
"Bang Gaga, gue mau pamit. Ntar sore gue dan keluarga berangkat" Arga memeluk Rena erat, dia merasa kehilangan adik perempuan yang dia sayangi. Arga juga merasa kehilangan kedua adik Rena nantinya.
"Jangan lupa email gue ya. Gue harap lo gak lupa sama gue." suara Arga bergetar, Rena tahu bang Gaganya ini menahan tangis. Rena mengangguk dan menepuk punggung Arga lembut.
"Bang, gue boleh kan pamitan sama kak Zidan sendirian, gue juga mau minta maaf kalau gue punya salah." Arga mengangguk, lalu pergi menemui teman-temannya untuk berfoto bersama.
Rena menghampiri Zidan yang berdiri sendiri dengan buket bunga. Rena membawa kado untuk Zidan.
"Haiy kak, happy graduation for you, ini buat kakak" Rena mengulurkan kado dan diterima dengan setengah hati oleh Zidan.
"Makasih" ucapnya kurang bersemangat karena Rena yang ada di depannya. Dia teringat akan sebutan anak pungut kemarin.
"Saya mau minta maaf atas kesalahan saya, dan saya--" belum sempat Rena meneruskan kata-katanya, sidah dipotong oleh Zidan duluan.
"Jangan dekati saya lagi mulai hari ini!" Rena hanya diam mendengarkan dan memasang wajah datar. "Karena lo dan gue gak sepadan. Lo cuma anak pungut" Zidan tertawa mengejek.
Sabar Rena. Batinnya mengingatkan dia untuk bersabar.
"Ah dan jangan lagi cari alasan Arga untuk deketin gue," Rena diam seribu bahasa. "Gue harap lo ngerti ya anak pungut!" Rena mengangguk kecil.
"Hmm,, kenapa lo dipungut? Apa karena lo dibuang dijalan? Apa lo anak hasil Zinah?.” Ucapnya tanpa merasa bersalah sama sekali.
Bugh
Satu pukulan mendarat di perut Zidan. Zidan mendongakkan kepalanya dan melihat sang pelaku pemukulan adalah Rena anak didiknya sendiri. Dia memukul Zidan dengan kekuatan penuh.
"LO!." geram Zidan.
"Kakak boleh panggil saya anak pungut, tapi jangan pernah kakak jelek-jelekan mendiang orang tua saya. Mereka tidak pernah berbuat Zinah seperti yang kakak tuduhkan. Ayah saya meninggal daat bertugas dan ibu saya meninggal saat melahirkan saya. Orang tua angkat saya mengenal baik mendiang orang tua saya. Terimakasih atas sebutan kakak, dan saya tidak akan pernah mencoba mendekati kakak lagi. Permisi!" Rena berlari menuju pintu keluar dengan air mata yang berderai, mengabaikan panggilan dari Arga yang memintanya berhenti.
Arga berlari kembali menemui Zidan yang sedang mengusap perutnya karena pukulan Rena.
"BANGSAT!"
Bugh
Satu pukulan dia dapat dari Arga. Zidan meringis memegangi pipinya.
"Jaga omongan lo. Lo kira gue gak denger apa yang lo tuduhin ke Rena, hah?" Menarik kemeja Zidan. "Yang deketin lo bukan Rena, tapi gue yang sengaja nyeret Rena agar bisa deket sama lo. Bangsat lo!"
Bugh
Arga kembali memberikan bogeman mentah pada Zidan di perutnya.
"Arga"
"Zidan"
Kedua orang tua mereka melerainya. Arga memandang tajam kearah Zidan yang menunduk memegangi perutnya.
"Itu balasan gue untuk Rena buat lo. Ingat apa yang gue katakan ini. Jangan sampai mulut lo berani mengatai Rena anak haram dan jangan pernah lo manggil dia anak pungut, gue pastiin sama lo, kalau sampai om Arsa tahu, bisa habis lo!" Arga menunjuk Zidan dengan telunjuknya.
Arga pergi meninggalkan Zidan yang di papah oleh Affandi. Dia harus mengejar Rena untuk menenangkannya.
???
