4. Ada Udang di Balik Maksud
Pacaran sama kulkas aja
Kalau ujung-ujungnya sikapmu dingin banget?
Zidan pulang ke rumah dinas Ayah tirinya Affandi. Dia disambut oleh Halwa dan Vero.
"Mama mana?" Tanya Zidan saat tidak melihat Rania.
"Kerja, lagi dijemput ayah sih" Zidan menjawab oh.
Dia masuk bersama dengan kedua adiknya. Zidan mengernyit melihat tingkah kedua adiknya yang sedang membongkar album foto di depan tv.
"Apa-apaan ini?" Keduanya hanya nyengir.
"Lagi nostalgia kak. Sini deh kak ikutan" Vero mengajak Zidan duduk bersama Halwa.
"Kakak ingat adik kecil ini? Anaknya tante Lea?" Zidqn mencoba mengingat kembali gadis kecil yang pernah dibuatnya menangis.
"Lenlen maksut kamu?" Halwa mengangguk. "Kenapa?"
"Kangen aja. Kakak gak ketemu emangnya?" Zidan menggeleng
"Kalau ketemu dia, kabarin ya kak" Zidan mengangguk.
Zidan teringat akan Rena, gadis kecil yang dia jaga saat Azalea koma dulu. Zidan dan Halwa sangat senang menjaganya.
"Nama kamu siapa? Aku Halwa, ini kak Zidan"
"Lenata, panggil aja Lenlen. Aku mau jadi kakak sekalang"
"Rena, ayo sini makan dulu" ajak Rania.
"Ma, namanya itu Lenata kok Rena?" Protes Halwa.
"Namanya Renata sayang, dia belum bisa bilang R"
Zidan seakan tersadar dari lamunanya, Renata bukan Lenata. Zidan mengambil hapenya dan memeriksa foto Rena saat kejuaraan bulan kemarin dan mencocokkan dengan foto Rena saat umur 3 tahun.
"Dek, menurut kamu nih, ini mirip gak?" Halwa ikut mengamati dan mengangguk.
"Banget kak. Ini beneran si Lenlen?" Zidan mengangguk senang. Dia berhasil menemukan adik kecilnya.
Ternyata kamu Lenlen. Batin Zidan.
???
Zidan sedang duduk diam memperhatikan Arga yang asyik dengan hapenya, kadang tersenyum kadang cemberut.
"Lo sehat?" Tanya Zidan ke Arga.
"Lo pikir gue gila?" Zidan tertawa melihat Arga yang sewot.
"Elo tuh kayak orang gila, ketawa sendiri, cemberut sendiri"
"Oh. Gue lagi chatting sama komandan kecil. Udah ah gue cabut ya, mau jemput dia"
"Ikutan dong, sekalian mau ambil gaji di sekolah" Arga mengangguk.
Mereka berdua sudah tiba di sekolah tunas muda, bertemu dengan kepsek untuk membahas tentang latihan taekwondo dan basa-basi busuk dari kepsek.
"Gila ya, lama banget dah kek mak-mak ngegosip" cerocos Arga.
"Lo jemput komandan kecil lo dimana?" Arga hanya cuek dengan hapenya, dan tak lama Rena berlari kearah mereka.
"Gue balik sama temen bang" Arga menggeleng.
"No no no. Ayo balik, gue bisa kena marah komandan. Ayo Buruan" Arga memeluk leher Rena yang membuat Zidan merasa tak senang.
"Bang, satu kali ini aja" Arga menggeleng, lalu terus menggiring Rena ke motornya.
"Ga, makan yok, dia juga boleh ikutan" Arga mengangguk lalu mengajak Rena naik ke motornya.
Rena sebisa mungkin tidak melihat kearah Zidan, walaupun ada magnet besar yang selalu membawa arah pandangannya ke Zidan.
Mereka sampai ke tempat makan bebakaran dan aneka sambal. Tempat yang biasa dikunjungi Zidan dan Arga.
"Lo cari tempat Ga, gue yang pesan" Arga mengangguk dan menyeret Rena mencari meja kosong di dekat kolam pancing.
Zidan duduk dengan memperhatikan interaksi Arga dan Rena. Rasanya ada yang berbeda dari Rena kali ini. Dia lebih pendiam dan tidak melirik kearah Zidan sama sekali.
Makanan datang. 3 porsi udang bakar dan aneka sambal beserta nasi dan minuman sudah terhidang di meja. Zidan masih memperhatikan Rena yang resah melihat udang didepannya.
Kalau lo beneran Lenlen, lo pasti akan merengek minta ganti. Batin Zidan
Zidan teringat saat Rena di titipkan di rumahnya waktu Azalea masih belum sadar, setelah melahirkan Melvi.
“Lenlen nggak mau makan udang tante, yang lain aja ya, boleh?.” Rena nyengir, dan terlihat sangat menggemaskan.
“Bo—“ belum sempat Rania mengatakan boleh, sudah di potong oleh Zidan.
“Makan yang ada aja, jangan pilih-pilih bisa gak sih?.” Bentak Zidan, tapi sudah mendapat pelototan dari Rania.
“Maaf kak, Lenlen Cuma alergi aja sama udang, Lenlen makan nasi aja tante, tanpa udang.” Rena menunduk, lalu menyuapkan nasi putih saja tanpa lauk.
Rania mencubit Zidan tanpa ampun, masih ada lauk lainnya, kenapa Rena tidak boleh makan yang lain coba.
“Rena makan ini ya, jangan dengerin kak Zidan ya sayang.” Rena mengangguk, dan kembali menunduk saat Zidan memandangnya tajam.
"Makan gih, gue yang traktir" Arga masih diam dan mengamati Rena yang resah.
"Bentar ya" Arga menepuk kepala Rena lembut, lalu dia beranjak memesan sesuatu.
"Kenapa gak dimakan?" Rena hanya diam dan menunduk.
Persis sekali sama Lenlen. Batin Zidan
Tak lama setelah itu, Arga datang membawa satu porsi ikan bakar untuk Rena. Arga tersenyum dan mengusap kepala Rena pelan.
"Makan gih, udang lo buat gue dan Zidan aja" Rena tersenyum manis.
"Makasih bang Gaga" Zidan mengamati wajah Rena yang tersenyum pada Arga.
Deg
Sial, kenapa jantung gue kayak orang lagi jatuh cinta sih lihat dia senyum doang. Tunggu bang Gaga itu Arga. Batin Zidan.
Zidan memandang iri kedekatan Arga dan Rena, dia ingin dekat seperti itu dengan Renanya.
Arga terkekeh. "Sama-sama Lenlen yang gak bisa bilang R"
Lenlen? Aku rindu kamu. Batin Zidan.
???
Ketika pengorbanan kita tak lagi terlihat, untuk apa bertahan.
Gadis remaja berusia 17 tahun itu menatap nanar ruangan bertuliskan ICU. Di sana, seseorang yang dia panggil Mama berada di ranjang pesakitan dengan segala alat bantu yang ada di tubuhnya. Mawar, Mama tirinya, Belum juga sadarkan diri setelah kecelakaan naas yang mengakibatkan Adam, Ayahnya meninggal dunia . Kemarin, Adam meninggal di ruangan ICU ini, di samping Mawar. Adam telah berpesan padanya agar meneruskan impiannya untuk menjadi dokter, dan kuliah di tempatnya dulu kuliah. Gadis itu menyanggupi, bagi dirinya, ini adalah keinginan terakhir sang Ayah.
"Selalu jadi anak kebanggaan ayah, Nak! Jadi dokter sesuai cita-cita ayah. Temui ibu kamu, ya!"
Dirinya sungguh beruntung masih bisa selamat. Hanya mengalami patah tulang kaki dan tangannya, serta beberapa luka jahit di wajahnya, akibat kaca jendela yang pecah mengenai wajahnya. Gadis itu termenung, dia tidak berani mendekat ke dalam. Karena dia melihat seorang perempuan yang dia panggil Tante ada di sana. Dia sungguh tidak berani untuk masuk. Masih ingat jelas diingatannya, dia selalu dihina olehnya.
Suara pintu terbuka, membuat gadis belia itu ketakutan. Perempuan muda itu, menampakkan wajah garangnya. Berjalan dengan tergesa-gesa, dia menampar gadis belia di depannya. Tamparan itu mendarat tepat di pipi gadis belia itu. Bahkan perempuan cantik itu, dengan teganya mencengkram kemeja yang dipakai Gadis belia itu.
"Anak pembawa sial!" ucapnya dengan menggebu-gebu, "Gara-gara kamu, kakak saya jadi koma. Dasar anak haram!"
Gadis itu menutup matanya saat ucapan pedas itu kembali Meluncur dari bibir cantik, perempuan di depannya itu kembali menjambak rambut gadis belia itu hingga merintih kesakitan.
"Tante ...."
"Saya bukan tante kamu Senja! Panggil saya, nyonya Almira!"
???
