Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Masih anak sekolah

Aku tahu kamu udah jadi milik dia, tapi apakah boleh bila masih mencintaimu?

Ponsel di saku rok Rena bergetar, tanda ada pesan masuk dari seseorang. Rena bergegas memeriksanya. Disana tertera nama Mama Lala istri dari Angkasa.

Mama Lala

Tolong jemput Lily di kampus Mama

Renata

Siap komandan

Mama Lala

Ajak kerumah kamu, dia terus merengek mau kesana

Mama sudah telepon Mama kamu

Renata

Ashiap Mama

Rena bergegas memesan ojek online untuk mengantarkannya menuju kampus tempat Lala mengajar di sana.

Tiba di sana, Rena segera mencari ruangan dosen yang sudah di infokan oleh Lala.

Rena menaiki tangga lantai dua, dia mengamati sekeliling dan melihat pemandangan yang membuatnya merasa sesak didada. Rena menghembuskan nafas sejenak, menghilangkan rasa sesak di dadanya.

Rena berjalan mendekat dan merutuki matanya yang selalu melirik kearah situ.

"Rena? Ngapain kamu di sini?" Suara serak itu membuatnya ingin berlari saja. Dia tidak sanggup harus bertemu dengannya di sini secara seperti ini.

"Oh Kak Zidan, maaf numpang tanya, ruangan bu Lala di mana ya?" Rena memaksakan tersenyum walaupun merasakan sesak di dadanya semakin menjadi.

"Oh, itu dibelokan sebelah kanan, eh kenapa anak sekolah kayak kamu bisa ke sini." Rena hanya tersenyum sekilas.

Semua mata tertuju padanya yang masih memakai seragam anak sekolah SMA. Tak terkecuali perempuan disamping Zidan yang tengah memandangnya tajam dan memeluk erat lengan Zidan.

"Masih SMA? Kelas berapa lo?" Rena memasang wajah datarnya.

"Kelas satu Kak. Permisi Kak." Rena melangkahkan kakinya, baru satu langkah, tapi suara perempuan itu membuat Rena geram. Ingin rasanya dia melempar perempuan itu dari lantai dua dengan penuh kasih sayang.

“Matanya kondisikan. Gak usah lirik-lirik cowok gue. Anak sekolah juga pake lirik-lirik anak kuliahan. Belajar yang benar, gak usah ganjen!"

Rena menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengelus dada agar bersabar seperti Azalea jika menghadapi grup nyinyiers seperti makhluk di samping Zidan.

"Maaf ya, Kak. Tanpa mengurangi rasa hormat saya. Saya tidak melirik kak Zidan. Saya permisi Kakak."

Rena meninggalkan Pacar Zidan yang mencak-mencak karena merasa di remehkan oleh Rena.

"Udah diem. Berisik lo!" bentak Zidan dan melepaskan pelukan lengannya dari Ira.

Rena masuk ke ruangan Lala setelah mengetuk pintu lebih dulu. Mengajak Lily segera pergi dari kampus ini. Sungguh bertemu dengan Ira membuatnya menguras energi dan perlu makan untuk menghilangkan emosinya saat ini.

"Beli es krim mau gak Ly? Lagi panas nih hati." Lily terkekeh dan mengangguk tanda setuju.

Zidan memandang Rena yang berlalu bersama Lyly, dia tersenyum samar. Berani juga Rena membalas Ira.

???

Rena duduk di bangkunya dengan diam. Sungguh hari ini dia sangat malas untuk pergi latihan taekwondo. Dia belum bisa membiasakan diri untuk melihat Zidan. Bayangan wajah perempuan kemarin membuatnya semakin merasa sedak di dada.

"Ayo Ren, kurang lima menit lagi kak Zidan datang. Ayo ganti buruan!" Rara menarik lengan Rena untuk menuju ruang ganti di aula.

Setelah Rena berganti seragam taekwondo, dia berdiri merenggangkan kakinya sendiri sebelum Zidan masuk Aula. Hal yang membuat semua murid wanita terkejut adalah Zidan membawa Ira, perempuan yang ditemui Rena kemarin siang di kampus Zidan ada di sana, datang bersama Zidan bergandengan manja. Rena memutar bola matanya malas.

"Ih, gue gak suka cewek itu."

"Iya, dia kenapa harus deket kak Zidan sih."

"Mendingan gue kemana-mana."

Rena memilih menulikan pendengaran dari mereka yang juga anggota lambe turah. Rena memilih menyendiri dan memulai stretching sendiri.

Zidan masuk dan memulai dengan berdoa lebih dulu sebelum stretching.

"Kak, dia siapa? Kok ada di sini?" tanya Rara dengan berani.

"Namanya Ira, dia pacar saya. Ayo kita mulai menendang satu persatu, dimulai dari Rena yang di depan!"

Rena memilih mengantri barisan di depan sendiri dan memasang kuda-kuda dengan kuat sebelum memulai menendang pecing yang dipegang Zidan.

Fokus Ren, anggap aja dia Ira. Batinnya menyemangati.

Bugh

Satu tendangan Rena membuat Zidan mundur dua langkah. Zidan tersenyum setiap kali Rena berhasil membuatnya mundur dengan tendangan terbaik Rena.

"Good job Rena, selanjutnya," teriak Zidan. "Yang sudah, kalian bisa mengantri ke kak Arga untuk dipasangkan body protector."

Rena menghampiri Arga yang tengah menunggunya dengan tersenyum. Arga memasangkan body protector pada Rena yang sudah sangat siap menghajar seseorang saat ini. Hatinya panas melihat Zidan datang dengan Ira.

Lawannya sudah berada di depan, kali ini lawan Rena adalah Arga. Arga akan bergantian dengan Zidan untuk menjadi teman sparing, mereka berlatih sebelum ikut kejuaraan bulan depan saat libur semester.

Rena bersiap, dia memicingkan matanya menatap Arga. Membayangkan Arga adalah Ira. Rena mengatur napasnya agar sedikit tenang, tersenyum smirk membuat Arga menelan salivanya berat. Arga sangat tahu Rena selalu menendang dengan sekuat tenaga dan mempunyai stamina yang tidak diragukan lagi.

Bugh

Bugh

Arga mendapatkan serangan dari Rena dua kali. Arga menatap horor Rena yang hanya diam dan memasang wajah datar. Rasanya Arga ingin mengumpati Rena saat ini juga. Bagaimana bisa perempuan seperti Rena bisa membuatnya merasakan kewalahan menerima tendangan dari Rena.

Zidan yang sudah selesai, kini mengawasi gerak-gerik Rena. Arga melambaikan tangannya tanda dia menyerah, satu babak bersama Rena sama saat dia melawan Zidan dua babak.

"Nyerah gue. Gantian elo Dan." Arga melepaskan body protector dibantu dengan Zidan.

"Oke, saya lawan kamu sekarang Rena." Rena mengangguk. Mengatur napasnya untuk mengontrol tenaganya.

Kesempatan yang bagus. Gue bisa lampiaskan kekesalan gue ke elo Kak. Batinnya tersenyum.

Rena dan Zidan saling berbalas pukul dan menendang, membuat teman-teman Rena berteriak riuh mendukung Rena sepenuhnya. Antara Zidan dan Rena sangat imbang. Zidan mencoba membaca gerak-gerik Rena tapi tetap susah ditebak.

Sial!. Kenapa susah ditebak sih. Batin Zidan kesal.

Bugh

Pukulan itu mampir ke perut Zidan. Zidan menunduk sedikit, lalu saat mengangkat wajahnya, kaki Rena sudah berada di depan wajahnya pas. Zidan menelan salivanya berat.

Tamat sudah wajah ganteng gue. Batin Zidan pasrah.

Sayangnya Rena tidak setega itu untuk melayangkan tendangan seribu sayangnya ke wajah tampan Zidan. Rena menurunkan kakinya dan tersenyum manis ke arah Zidan, membuatnya mengerjapkan matanya berkali-kali.

Kenapa Rena jadi cantik begini saat senyum. Batin Zidan.

Teriakan riuh dari teman-teman Rena membahana, mereka menghampiri Rena bersama Arga. Arga memeluk leher Rena.

"Anak Komandan mah beda." Rena menggeplak lengan Arga kuat dan membuatnya tertawa.

Pulang latihan, Arga sudah duduk manis di depan motor maticnya berwarna hijau.

"Heiy, Komandan kecil," teriak Arga yang membuat Rena memutar bola matanya malas.

Rena menghampirinya dan menggeplak lengannya, tanda kurang suka dengan panggilan itu.

"Paan sih lo? Mau cari ribut, hah?" sinis Rena yang mendapat respon kekehan dari Arga.

"Yok, naik, Komandan minta gue buat kasih tebengan elo."

Rena sesekali ikut pulang ke rumah dinas bersama Arga, jika Arsa sedang ada disana. Arga adalah anak dari teman dekat Arsa saat Akmil. Orang tua Arga baru pindah ke Jakarta saat Arga SMP, dan berteman baik dengan Rena.

Rena menaiki motor matic Arga dengan diam. Dia menaruh tas ranselnya di tengah agar ada pembatas antara dirinya dan Arga. Rena takut Arsa mengamuk jika melihatnya terlalu dekat dengan lelaki.

"Bro, gue cabut duluan ya, mau nganterin Komandan kecil dulu."

"Singa lo Bang." Arga tertawa menanggapinya.

"Gue gak singa tapi sange," kelakarnya yang membuat Rena takut. Baru kali ini dia merasa kan takut.

"Lo nakutin Bang. Gue turun aja di sini." Rena bersiap untuk turun, tapi Arga sudah menahannya.

"Ayo pulang. Komandan bisa ngamukin gue." Rena makin mencubit perut Arga.

Anak komandan siapa?. Batin Zidan penasaran.

???

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel