Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Such a Cute

Ceri sejak awal perjalanan tak banyak bicara, hanya diam menekuni game di I podnya. Raja sedikit kehilangan gaya hari ini, menghadapi anak sepolos Ceri Raja jutru tak bisa bersikap segenit atau atau seramai biasanya. Pria itu hanya menyetir dalam bisu, berkali kali mengganti rokonya yang habis dihisapnya dalam aktivitas mengemudinya.

“Yah, lowbat!” keluh Ceri.

“Apanya?” Tanya Raja yang sedikit kaget dengan suara Ceri yang tiba tiba memecah kesunyian dlam mobil.

“I pod nya.”

“Charge aja disitu, tuh!” Raja menunjuk port power yang terpasang di dekat LCD TV mobilnya, “Bawa Chargernya nggak?” Tanya Raja, Ceri menggeleng lemas, “Ada di dashboard, buka aja. Sama kok.”

Ceri mengangguk dan membuka dashboard. Seperti saran Raja gadis itu mencharge I Podnya.

“Makan dulu, yuk Cer!” ajak Raja saat mereka menempuh setengah perjalanan menuju kantor Mirza.

“Nanti aja lah, sama teteh.” Tolak Ceri.

“Sama gua apa bedanya?”

Ceri terdiam. Gadis itu sedikit ngeri melihat Raja, penampilannya yang high Class dari atas sampai bawah, BMW mewah yang tengah dikendarainya saat ini, serta Rumah Felix yang begitu besar tadi, tentu saja dia takut makanan seperti apa yang harus dibayarnya nanti jika makan tanpa kakaknya disampingnya.

“Udahlah, ayo makan dulu. Lu mau makan apa? Bilang aja. Udah lewat dari jam 2 nih, gua belum sempet makan siang. Lu juga kan? Ntar maag gua kambuh lagi.”

Ceri masih terdiam.

“Ayo, mau makan dimana? Fast food, chines, japaness, atau apa?”

“Terserah kakak, deh.”

“Yakin nggak milih sendiri?”

Ceri mengangguk pelan.

“Oke, kalo gitu. Lu suka makanan Jepang nggak. Disana mau?”

Ceri berfikir sejenak menghitung ulang uang yang dibawanya. Sei pernah mengatakan tarif masuk buffet resto itu sebelumnya. Dan mengangguk ketika dia yakin uangnya akan cukup masuk kesana. Toh nanti dia akan bertemu kakaknya dan meminta ganti uangnya, atau setidaknya meminta ongkos pulang.

Raja memarkirkan mobilnya di tempat parkir restaurant yang agak penuh itu. Lalu setelahnya mengajak Ceri turun bersamanya. Di restorasi tampak tak sepenuh tempat parkir saat mereka masuk. Seorang pelayan yang menyapa Raja dipintu menanyakan berapa orang yang datang dengan Raja. Pria itu hanya mengangkat tangannya dengan jari tengah dan telunjuk yang teracung. Sang pelayan lalu memberikan bill yang harus dibayar Raja sebelum masuk dan makan sepuasnya didalam sana. Selembar kartu kaku berpindah tangan dari Raja pada sang Pelayan bahkan sebelum Ceri sempat melihat jumlah tagihannya.

“Ayo, masuk!” Raja merangkul bahu Ceri saat masuk ke Restorasi yang menjajarkan banyak stand makanan. “Lu ambil apa aja yang lu suka, nggak usah takut nggak habis. Nyantei aja. Oke. Kalo udah milih, cari tempak duduknya kalo gua belum dapet tempat duduk, ya?”

Ceri sekali lagi hanya mengangguk. Lalu Raja meninggalkannya dan berjalan menuju stand yang lebih mirip meja prasmanan di sebelah kiri ruangan. Ceri sedikit kikuk karena Raja meninggalkannya sendirian. Tapi rasa lapar di perutnya sejak tadi membuatnya melupakan perasaan canggung yang dideritanya. Gadis itu berjalan ke tengah ruangan, dimana berbagai makanan yang aneh menurutnya tersaji diatas meja panjang yang mendominasi bagian tengah ruangan.

Ini pertama kalinya bagi Ceri makan di tempat ini, meski sejak dulu gadis itu ingin mencobanya, tapi keuangan keluarganya yang biasa biasa saja mencegah keinginannya tersebut. Buffet Resto ini cukup mahal baginya, kecuali dia menabung dengan keras dari uang sakunya seperti bila biasanya dia menginginkan sesuatu yang membuatnya tak berani meminta pada ibu atau papa, atau juga pada Sei. Selama ini, Sei yang selalu menyokongnya apabila dia ingin sesuatu yang diluar tanggungan orang tuanya, sekedar main atau makan makan diluar selalu saja Sei yang membawanya. Kakaknya itu selalu saja menuruti keinginannya. Meski Ceri tahu tak mudah bagi Sei mendapatkan semua uang yang dia habiskan untuk menyenangkan hatinya, tapi kakaknya itu tak pernah mengeluh atau keberatan memanjakan dirinya. Dari kakaknya itulah Ceri mengenal hal hal baru berbau kota yang terkadang dijauhkan papa dan ibu dengan alasan demi menjaganya.

Ceri mengambil piring dari tumpukan piring yang dipajang diujung meja, lalu mulai memilih makanan yang menurutnya bisa dimakan. Dia harus memperhatikan terlebih dahulu bagaimana orang lain mengambil makanan yang diminatinya, karena takut sikapnya akan memalukan dilihat orang lain. Cara itu dia tiru dari kakaknya yang sangat dia banggakan. Menurut cerita Sei, banyak hal baru diluar sana yang akan ditemui Ceri nantinya dan sudah lebih dulu dialaminya, dimana perasaan malu dan takut akan mengiringi pada pengalaman pertama itu, apapun jenis pengalaman baru tersebut.

“Cuek adalah sikap paling benar dalam menghadapi kedua perasaan yang mendominasi itu, tapi kalo nggak berani bersikap cuek, lihat aja kesekeliling dan perhatikan bagaimana orang orang yang sudah terbiasa dengan hal itu, melakukannya.”

Itulah yang sering dikatakan Sei pada adiknya, bila gadis itu tak berani dan ragu ragu mencoba melakukan hal yang asing dan baru baginya, dan Ceri cukup mampu mengaplikasinya.

“Udah, Cer?” Tanya Raja yang menghampiri Ceri saat gadis itu kebingungan memilih tempat duduk yang kosong. “Kok malah berdiri disini, ayo cari kursi kosong. Banyak tuh.”

“Jangan ditengah kak!” kata Ceri. “Pinggiran aja.”

Raja mengerutkan keningnya sesaat, namun kemudian pria itu mencari disekelilingnya meja kosong yang terletak di pinggiran ruangan. Saat menemukannya, Raja mengajak Ceri kesana, ada satu meja kosong yang baru saja ditinggalkan di dekat jendela sana. Raja memanggil seorang pelayan yang ada didekatnya saat mereka menghampiri meja tersebut, dan memintanya membereskan meja tersebut untuk mereka.

Ceri harus menunggu sebentar sebelum bisa duduk karena meja tersebut sedang dibersihkan seorang pelayan yang disuruh oleh Raja. Setelah pria yang kira kira baru berumur awal 20-an itu selesai dengan tugasnya, Raja menyelipkan uang tips di tangannya. Terlihat pria itu sangat berterima kasih, meski aturan membuatnya hanya boleh berterima kasih satu kali saja tapi senyum dan sorot matanya jelas menunjukan rasa terima kasihnya lebih dari yang bisa diucapkannya.

“Kenapa harus dipinggir sih duduknya?” Tanya Raja setelah mereka bisa duduk, “kayak orang pacaran aja mojok mojok!”

“Bukan gitu!” protes Ceri, mukanya merona malu, “Kalo ditengah kelewatin orang dari sana sini.”

“Iya iya, nggak usah sewot ah! Gua cuma becanda.” Kata Raja dengan maksud menenangkan Ceri yang jelas jelas terlihat salah tingkah, “Udah ayo makan dulu.”

Raja memperhatikan Ceri dengan makanan yang dibawanya. Benar benar mengingatkannya pada Sei yang dikenalnya lebih dulu. Sei yang cuek, Sei yang bebas dan Sei yang semaunya. Dia tak pernah takut makan banyak juga tak takut mencoba makanan apapun, dia bahkan tak pernah takut mencampur makanan yang rasanya berbeda sekalipun, seperti yang pernah dilakukannya dihadapan Raja dan kedua temannya, Sei pernah memakan Frienc Fries dengan es krim kiwi sebagai sausnya. Dan sekarang, pria itu melihat Ceri menikmati dengan tenang sushi yang disiram saus nanas. Raja hanya tersenyum melihat gadis itu, yang begitu menikmati makanannya, baru kali ini dia merasa makan ditempat ini dengan layak sesuai harga yang dibayarkannya.

“Kenyang nggak tuh?” Tanya Raja, saat Ceri hampir menyelesaikan makannya. “Kalo masih mau, ngantri lagi aja sana.”

“Boleh gitu?”

“Ya boleh lah, selama belum keluar dari tempat ini kita masih boleh nambah makan.”

“Nggak deh, nggak jadi.”

“Kenapa, mau apa?”

“Pengen konyaku, tapi takut kekenyangan.” Ceri mengelus perutnya sebentar.

Raja tersenyum, lalu beranjak meninggalkan meja begitu saja dan Ceri yang bingung karena lagi lagi ditinggalkan. Gadis itu sempat takut Raja meninggalkannya begitu saja ditempat asing ini, tapi kemudian dia tahu Raja takkan begitu tanpa kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja disamping piringnya yang masih terisi sedikit sisa makanan yang dibawanya. Ceri teringat kata Sei, tentang denda per item makanan yang diambil bila tak dihabiskan, itu berarti Raja telah terkena denda untuk 3 item makanannya.

“Nih!” kata Raja yang kembali membawa semangkuk koori konyaku dengan vanilla ice cream dan taburan potongan strawberry segar.

“Kenapa kakak bawain? Ceri udah mulai kenyang, dan ini belum habis.” Katanya, menunjuk piringnya yang masih berisi satu tusuk dango yang tersisa.

“Ya nggak usah dipaksain. Kalo kenyang tinggalin aja, makan yang lu maunya aja.”

“Tapi nanti kena denda, kan!”

Raja tersenyum geli, “Alah cuek aja! Denda paling berapa. Lagian mau denda gimana kalo makanannya udah dibayar dimuka. Itu cuma anceman biar mereka nggak rugi bandar.”

“Tapi ini kan makanan, kak. Sayang kalo dibuang buang. Kalo emang nggak akan dimakan, harusnya nggak usah diambil sejak awal. Mungkin itu maksud dari apa yang kakak bilang ancaman itu.”

Raja tersenyum mendengar komentar Ceri, “Iya. Next time gua akan inget omongan lu. Sekarang, makan sebisa lu aja, udah tanggung diambil soalnya. Dan nggak boleh dibawa pulang.”

Raja melihat Ceri menimbang nimbang sebelum akhirnya memilih menghabiskan koori konyaku dan meninggalkan dangonya dengan berat hati. Raja hanya bisa menikmati rokoknya seraya mengulum senyum menyaksikan ekspresi wajah Ceri yang cepat berubah ubah sejak meninggalkan dango miliknya hingga menikmati konyakunya. Gadis itu ternyata jauh lebih kaya ekspresi dari pada kakaknya, dan meski Raja bukan seorang pemerhati yang baik seperti Roa, tapi pria itu yakin, Ceri seorang gadis periang yang suasana hatinya akan sangat mudah dibuat cerah bila tengah muram.

“Cer, gua boleh nanya?” Tanya Raja, saat keduanya kembali ke mobil untuk menuju ke kantor MIrza.

“Apa?”

“Kenapa tadi ninggalin dango lu dan ngabisin konyakunya.”

“Kenapa ya, pertanggung jawaban kali.” Kata Ceri enteng.

“Maksud lu?”

“Kakak bawain itu buat Ceri karena kakak tahu Ceri mau. Kalo nggak Ceri habisin, Ceri bisa ngerasa bersalah karena udah ngerjain kakak.”

Raja tertawa geli, “Dasar, ada ada aja.” Gumamnya, “That’s Wise baby. Thanks!”

“Makasih buat apa?”

“For make it not to loose, and for today.”

Ceri mengernyit bingung.

“Tinggal bilang sama sama ajalah.” Kata Raja, geli melihat kebingungan Ceri.

“Makasih juga.” Kata Ceri akhirnya.

“Buat?”

“Buat traktirannya.”

Raja tertawa pelan, “Sama sama, cantik.”

Ceri menunduk, menyembunyikan wajahnya yang lagi lagi merona lugu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel