Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 13 Problematic Kid

Sepeninggalan Roa bersama Sei percakapan mereka kini lebih terfokus. Dengan sendirinya mereka terbagi atas tiga kubu dimana para ayah lebih tertarik pada tema gedung dan konsep bersama Mirza, Dai dan Fei menbahas kostum denga Felix dan para ibu menyibukan Raja dengan pertanyaan seputar menu. Hanya Ceri yang tak tertarik membahas apapun dan memilih menenggelamkan diri dalam alunan musik serta permainan pada I podnya yang baru dia dapatkan kembali.

“Ibu sempet cemas tadi, Ja.” Kata ibunya Sei, “Ibu pikir, Roa dan Sei hanya asal asalan bicara.”

“Nggak kok, tante.” Kata Raja, sejak tadi pria itu mencuri curi lirikan pada Ceri yang tampak asik sendiri. “Roa dan Sei sudah sangat siap.”

“Beruntung sekali Roa punya kalian sebagai teman dekatnya.” Kata mamanya Roa, “Kalian pasti repot sekali karena dia. Ada ada aja dia itu.”

“Biasa kok tante, Raja, Felix juga Mirza malah seneng banget bisa bantu mereka.”

“Syukurlah kalo mereka nggak menyusahkan.” Ucap ibu.

Saat kedua ibu itu mulai berbincang berdua Raja menarik diri dari tengah tengah mereka. Pria itu menghampiri Ceri yang mengacuhkannya meski menyadari kehadirannya yang kemudian duduk disampingnya. Raja melepas sebelah earphone yang menggantung di kuping Ceri. Gadis itu masih tak bereaksi bahkan hingga Raja memasang earphone tersebut dikupingnya sendiri. Raja sejenak ikut menikmati alunan lagu yang berdentum keras dikupingnya dan Ceri.

“Seduction.” Gumam Raja, “Lu suka Alesana ya? Apa emang tertarik sama yang sedikit keras kayak gini?”

“Dua duanya.” Jawab Ceri seraya menyudahi game yang dimainkannya.

“Batrenya pasti boros kalo lu pake buat game.” Kata Raja lagi saat battery Notification sesaat menyela lantunan lagu. “Mau ngecharge lagi? Di mobil gua ada chargernya.”

“Nggak usah. Nanti dicariin.”

“Mereka lagi sibuk sendiri sendiri tuh. Lagian habis ini kan, semuanya akan kerumah Felix buat fitting, jadi gua bisa pamitin lu sama Felix dan bilang kita akan kesana duluan.”

Ceri terlihat ragu sesaat sebelum gadis itu mengiyakan.

“Tunggu disini bentar, biar gua bilang dulu sama Felix.” Kata Raja. Pria itu menghampiri Felix seperti apa yang dikatakannya dan kembali untuk mengajak Ceri dari ruangan yang mulai menjemukan ini.

Raja langsung memberikan sebuah charger yang tadi dijanjikan pada Ceri begitu mereka masuk ke dalam mobilnya. Gadis itu seperti biasa tak banyak bicara. Raja mulai merasa gemas pada sikap Ceri yang tak dia mengerti, dari waktu waktu yang dilewatinya dengan anak itu, Raja tahu bahwa Ceri punya sifat bawel dan kritis kakaknya. Tapi entah bagaimana caranya agar Raja bisa membuat gadis itu bersikap seperti apa adanya dia tanpa menahan diri semacam ini.

“Lu lagi bête ya, Cer?” Tanya Raja.

Ceri menggeleng.

“Trus kenapa lu diem sambil manyun terus gitu dari awal tadi?”

“Ceri bingung kak.”

“Kenapa?”

“Saat teteh dan a Roa belum dateng tadi, Ceri cemas mereka akan di tentang. Tapi setelah mereka dateng Ceri malah berharap mereka ditentang aja. Sekarang, Ceri tiba tiba aja ngerasa takut karena ternyata dengan mudahnya semua orang menyetujui keputusan mereka.”

“Kok GJ gitu, sih?”

“Iya nih bener bener nggak jelas.”

“Ya kenapa?”

“Ceri takut kehilangan teteh, kak.” Keluh Ceri.

“What?”

“Ceri cuma punya satu teteh. Teteh dari dulu selalu ada buat Ceri, selalu dengerin semua keluhan Ceri. Belakangan teteh kuliah dan kerja juga, Ceri udah sering ngerasa kesepian. Terus kalo teteh menikah nanti, pastinya teteh akan makin nggak ada waktu buat Ceri.”

“Kenapa lu mikir sampe sejauh itu?”

“Kakak tahu teteh udah suka sama a Roa sejak teteh seusia Ceri?”

“Serius?”

“Padahal saat itu teteh udah ditolak sama aa. Tapi teteh nggak lantas berhenti karenanya. Itu artinya teteh cinta banget sama a Roa. Menurut kakak kira kira gimana perasaan teteh saat ini?”

“Dia pasti seneng banget lah.” Jawab Raja muram.

“Pasti lebih dari itu. Teteh bisa aja sampe mabuk dan lupa diri.”

“Lu ada ada aja.”

“Harusnya sejak dulu Ceri ngebiasain diri buat nggak terlalu percaya teteh akan selalu ada buat Ceri. Nggak peduli teteh sekali pun, dia tetep aja manusia biasa yang suatu waktu pasti berubah karena tuntutan hidupnya.”

“Sampai kapan pun dia tetep aja kakak lu, kan. Ada atau nggak ada Roa lu tetep adiknya, dia nggak akan lantas jadi hilang dari hidup lu. Malah, kakak lu bakal nambah. Roa juga termasuk kakak yang sayang banget sama ade adenya, apa lagi Ceri perempuan, Roa bakal lebih sayang karena dia belum pernah tahu rasanya punya ade cewek. Iya nggak?”

Ceri mengusap wajahnya, “Aaah, surem ah perasaannya!” keluh Ceri, “Nggak usah dibahas lagi lah kayaknya!”

Raja Tersenyum lebar, “Anak aneh!” katanya geli, “Lu udah gede kan, ngapain ngekorin teteh terus?”

“Habis kalo nggak ada teteh, Ceri bakal susah kak. Ibu sama papa itu kan rada ketat, ini nggak boleh itu nggak boleh kecuali diawasin sama mereka atau sama teteh.”

“Contohnya?”

“Main ke kota aja, Ceri belum boleh sendiri, harus nunggu diajak ibu atau teteh. Makanya tadinya Ceri mau minta teteh bantu Ceri minta ibu ngijinin Ceri pindah SMA ke kota dan tinggal sama teteh. Tapi teteh malah keburu menikah.”

“SMA?” Tanya Raja bingung.

“Iya, Ceri pengen pindah dari SMA Kabupaten ke SMA kota semester genap nanti.” lanjutnya seraya tersenyum penuh pesona. ”Mumpung baru satu semester Ceri sekolah, dan belum ketinggalan jauh.”

“Lu baru masuk SMA tahun ini?”

Ceri mengangguk.

“Umur lu berapa emangnya?”

“Agustus kemaren Ceri 14 tahun. Kata ibu, Ceri emang kecepetan sekolah sih. Harusnya baru masuk SMA tahun depan.”

Raja mengernyitkan keningnya. Pria itu tak habis pikir kalau Ceri semuda itu. Meski dari wajahnya memang terlihat masih sangat belia, tapi postur tubuh dan tinggi badan Ceri sempat membuat Raja berfikir Ceri lebih tua dari usia aslinya, antara 18-19 tahun, usia masuk kuliah tepatnya. Sama sekali diluar dugaan Ceri masih berusia 14 tahun.

“Kita sekarang mau ke rumah kak Felix ya, kak?” Tanya Ceri.

“Hah, eh iya.” Jawab Raja yang sedikit dikagetkan oleh pertanyaan Ceri saat dirinya disibukkan oleh pikirannya sendiri. “Emang Ceri mau kemana gitu?”

“Nggak kemana mana, nanya doang.”

“Ada tempat yang pengen dikunjungi ya?”

Ceri hanya menyeringai.

“Kemana?”

“Ceri sebenernya udah berencana pengen ngajakin teteh nonton saat teteh Wisuda. Tahunya teteh malah sibuk sendiri kayak gini.”

“Nonton apa?”

“Twiligth.” Jawab Ceri pelan, “Film terakhirnya kan udah keluar. Dari tahun ke tahun Ceri diajakin nonton sama teteh. Giliran film terakhir kayaknya malah teteh udah punya temen nonton sendiri.”

“Bilang aja, paling ntar diajak nonton bareng.”

“Nggak ah. Kalo teteh mau nonton juga biarin aja dia nonton sama a Roa. Ceri ntar bisa nonton sendiri. Masa sih ibu nggak ngijinin. Lagian kita semua kan bakal sering ke kota sampai teteh menikah nanti. Ceri punya waktu beberapa hari. Besok juga bisa waktu papa dan ibu hadirin wisuda teteh.”

“Jadi besok mau nonton?”

“Kayaknya iya. Soalnya besok malem pasti kita pulang dulu ke rumah. Dan saat kesini lagi, pastinya udah sibuk banget.”

“Pas wisudanya Sei ya? Mau ditemenin nggak? Nggak enak loh nonton di bioskop sendiri.”

“Sama kakak maksudnya?”

“Iyalah. Kan gua yang ngomong barusan. Mumpung gua juga nggak ada acara kalo besok siang. Mau nggak?”

Ceri tersenyum senang.

“Oke, besok kita nonton. Mau yang jam berapa?”

“Nggak tahu. Berapa aja boleh.”

“Kalo gitu, besok gua cariin dulu tiketnya biar lu nggak nunggu nunggu. Film laris soalnya. Oke?”

“Makasih, kak!”

“Nyantei.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel