Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 15

Mendengar jawaban dingin Hans membuat Lavenia berinisiatif menanyakan keberadaan Diandra kepada Bi Harum yang tengah membawakan mereka minuman. “Dee di mana, Bi?”

“Nyonya kemarin pagi pergi ke rumah Neneknya, Non,” beri tahu Bi Harum. “Nyonya juga bilang akan menginap di sana selama beberapa hari,” sambungnya.

Mendengar jawaban Bi Harum membuat tubuh Deanita menegang di tempat, sebab orang tuanya juga tengah dalam perjalanan menuju rumah sang nenek. Ketakutan akan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pun langsung memenuhi pikiran Deanita.

“Ada apa, Dea?” Lavenia menyadari reaksi Deanita.

“Ve, aku harus segera pergi ke rumah Nenek. Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk di sana,” jawab Deanita panik sehingga membuat Lavenia dan Bi Harum mengernyit, termasuk Hans yang sedari tadi hanya mendengarkan.

“Tenanglah, Dea. Apa maksud ucapanmu itu?” Lavenia kembali bertanya karena tidak menangkap maksud ucapan sahabatnya.

“Ve, orang tuaku juga sedang dalam perjalanan ke rumah Nenek,” beri tahu Deanita yang kini telah berkeringat dingin, karena membayangkan reaksi ibunya melihat keberadaan Diandra di rumah neneknya. “Aku tidak ingin Mama dan Dee bertengkar di sana, apalagi kondisi keduanya yang ….” Kalimatnya terpotong setelah Lavenia menyela.

“Aku temani,” sela Lavenia. Tanpa memedulikan Hans, mereka bergegas keluar menuju mobilnya yang terparkir di halaman.

“Tunggu.” Suara Hans menghentikan langkah kaki Diandra dan Lavenia. “Aku ikut dengan kalian,” imbuhnya.

“Itu lebih baik,” Lavenia menanggapi sebelum Deanita bersuara. Menurutnya, keputusan Hans kali ini tepat, meski tujuan sebenarnya tidak ia ketahui.

“Ve, tolong keluarkan mobilku,” Hans memerintahkan Lavenia, sementara ia kembali ke kamar untuk mengambil ponsel dan dompetnya.

“Semoga saja yang kamu takutkan dan khawatirkan tidak terjadi, Dea,” Lavenia menenangkan Deanita sebelum menjalankan perintah kakaknya.

***

Diandra yang sudah merasa puas tidur setelah lelah berkebun pun segera bangun. Dengan hati-hati ia menuruni ranjang agar tidak membangunkan Helena yang masih terlelap di sebelahnya. Ia ingin membasuh wajahnya terlebih dulu, sebelum keluar kamar.

“Bi, Nenek di mana?” tanya Diandra setelah mengambil air putih di dapur.

“Di gazebo, Non. Beliau sedang melanjutkan membuat syal,” beri tahu Bi Mirna.

“Ini untuk Nenek?” Diandra melihat secangkir teh hangat di nampan. “Biar aku saja yang membawakannya, Bi,” imbuhnya setelah Bi Mirna mengiyakan. Diandra pun segera menuju gazebo yang letaknya di belakang rumah.

“Nek, diminum dulu tehnya,” ucap Diandra sehingga menghentikan aktivitas Bu Weli yang tengah membuat syal.

Bu Weli hanya mengangguk, karena sedang menyelesaikan syal buatannya. “Pakailah, Sayang,” pintanya dan menyerahkan syal berwarna hijau tersebut.

“Ini untukku, Nek?” Diandra menerima dan langsung memakai syal buatan neneknya. “Terima kasih, Nek. Aku menyukainya,” ujarnya setelah sang nenek mengangguk.

“Nenek juga sudah membuatkan beberapa sepatu dan topi rajut untuk calon anakmu, Dee,” beri tahu Bu Weli sebelum menyesap tehnya. “Nenek berharap kamu menyukainya,” sambungnya.

Diandra terharu mendengar ucapan neneknya. “Anakku pasti sangat menyukainya, Nek.” Diandra mencium kedua pipi neneknya sebagai ucapan terima kasihnya. “Nanti aku juga akan membuatkan sweater rajut untuk anakku, biar tidak kalah sama Eyangnya,” ujarnya sambil terkekeh dan membuat Bu Weli tertawa.

Tawa keduanya menghilang ketika melihat Bi Mirna datang tergopoh-gopoh dengan ekspresi ketakutan. “Ada apa, Bi?” Diandra penasaran.

“Itu ... Nyonya Yuri dan Tuan Dennis datang,” beri tahu Bi Mirna sepelan mungkin.

Diandra dan Bu Weli terkejut mendengar kedatangan pasangan Sinatra. “Buatkan mereka minum, Mir,” pinta Bu Weli setelah mengendalikan keterkejutannya. “Dee, bantu Nenek menemui orang tuamu,” sambungnya kepada Diandra.

Diandra hanya mengangguk. “Semoga saja pertemuan kami tidak membuat kondisi Mama kembali memburuk,” harapnya dalam hati.

***

Bola mata Yuri membelalak ketika melihat wanita yang tengah memapah ibunya berjalan. Ia berdiri dari duduknya untuk lebih memastikan penglihatannya. “Untuk apa kamu ada di sini?” tanyanya tajam, sehingga membuat Dennis yang tengah memejamkan mata sambil menyandarkan punggung terkejut.

“Yuri,” Bu Weli menegur putri bungsunya dengan nada lembut.

“Kalau Mama tidak ingin melihatku di sini, sekarang juga aku bersedia meninggalkan rumah Nenek.” Diandra memilih mengalah daripada membuat penyakit ibunya kambuh atau melihat keributan terjadi di rumah neneknya gara-gara dirinya.

“Baguslah jika kamu masih mempunyai pemikiran waras seperti itu,” balas Yuri dan menatap nyalang Diandra. “Aku kira wanita murahan sudah hilang selamanya dari rumah ini, ternyata kini telah muncul penggantinya,” dengkusnya.

“Yuri!” tegur Dennis dan Bu Weli bersamaan.

“Jaga kata-katamu, Yuri!” Bu Weli memberikan tatapan memperingatkan kepada putrinya.

“Bukankah ucapanku memang benar, Ma?” Yuri mengabaikan peringatan ibunya. “Gara-gara wanita murahan itu dan keturunannya, rumah tanggaku kacau untuk yang kedua kalinya. Dulu aku, kini anakku.” Perkataan Yuri membuat tubuh Dennis dan Bu Weli menegang. Bahkan, Bi Mirna yang sedari tadi menguping.

Diandra hanya mengerutkan kening dan mencoba menelaah perkataan ibunya. Pikirannya yang tengah sibuk tersadar saat menyadari sentuhan pada pundaknya.

“Dee, Papa akan mengantarmu pulang. Sekarang kemasilah barang-barangmu,” pinta Dennis tegas. “Bi, bantu Dee berkemas,” ucapnya pada Bi Mirna.

“Turutilah permintaan Papamu, Sayang,” Bu Weli menimpali. Ia tersenyum setelah Diandra mengangguk patuh.

“Sampai kapan kalian akan kuat menyembunyikannya?” Baru beberapa langkah Diandra mengayunkan kakinya, ucapan Yuri kembali membuatnya berhenti. “Apakah selama ini kalian tidak pernah memikirkan perasaanku?” Yuri melanjutkan.

Diandra berbalik karena merasa jengah atas ucapan-ucapan ibunya yang seperti tengah berteka-teki. “Sebenarnya apa yang ingin Mama katakan?” tantangnya berani.

“Dee, dengarkan perintah Papa sekali saja,” Dennis memelas kepada putri bungsunya.

“Kenapa kamu sangat takut sekali wanita ini mengetahui kebenaran mengenai asal-usulnya, Den?” Yuri bertanya sarkastis karena emosinya sudah lebih mendominasi.

“Yuri, ingat kondisi kesehatanmu.” Meski merasa kesal atas tindakan ceroboh Yuri, tapi Dennis berusaha memperingatkan istrinya dengan lembut.

“Aku sangat sehat sekarang, Suamiku,” ucap Yuri dengan angkuh.

“Memangnya ada apa dengan asal-usulku? Kebenaran apa yang kalian sembunyikan mengenai asal-usulku?” Diandra menyelidik.

“Kebenaran bahwa kamu bukanlah darah dagingku. Anak kandungku hanya Deanita seorang!” ungkap Yuri tanpa sedikit pun rasa bersalah. “Perlu diketahui bahwa kamu adalah anak haram. Anak yang terlahir tanpa ikatan pernikahan dan merupakan hasil dari perselingkuhan,” sambungnya menegaskan.

Napas Diandra terasa direnggut seketika mendengar kata per kata yang keluar dari mulut wanita yang selama ini dipanggilnya Mama. Tubuh Bu Weli linglung karena kenyataan yang selama ini berusaha disimpannya hingga ajal menjemput, akhirnya terungkap dengan cara mengerikan. Dennis dengan sigap menahan tubuh mertuanya, ia pun langsung mendudukkannya di sofa meski kakinya sendiri juga terasa lemas. Helena memberanikan diri menghampiri Diandra yang mematung, ia sudah dari tadi menjadi pendengar tanpa sepengetahuan siapa pun.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel