Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Seven

"Halo, Yah? Bisa kirimin aku uang gak? Aku ada tugas praktek yang mendadak dan uang yang Ayah kirim bulan ini gak cukup."

Pagi ini gue menghubungi Ayah untuk meminta uang tambahan. Selama tiga hari terakhir, gue sudah memikirkan hal ini. Meskipun gue gak tega, tapi dengan terpaksa gue harus meminta beliau.

Sebenarnya gue paling gak suka ngerepotin Ayah gue, karena gue tau keperluan beliau masih banyak apalagi masih ada dua adik gue yang kebutuhannya juga gak kalah penting.

"Ayah ada uang sih kak, tapi untuk sekolah adek. Kakak mau pake dulu?" tanya Ayah gue.

Mendengar ucapan Ayah gue, gue jadi gak tega. Gue gak mau beliau mengorbankan keperluan adek, demi gue.

"Ayah simpen dulu deh, nanti kalau kakak beneran udah mentok baru kakak minta Ayah lagi." jawab gue.

"Mendesak gak, Kak? Kalau mendesak kakak pake dulu aja, gapapa. Nanti Ayah cari uang lagi buat adek." tawar Ayah gue.

"Gak kok, Yah. Ayah simpen aja dulu ya"

"Beneran?"

"Bener, Yah. Ayah lagi ngapain?" tanya gue berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Ayah lagi buat meja kak, gambarnya love mau lihat gak?"

Gue tersenyum mendengar ucapan ayah. Ayah gue seorang pengrajin kayu, beliau membuat beberapa furnitur rumah tangga. Kebanyakan hasil karyanya adalah pesanan, jadi penghasil Ayah pun gak tetap. Sedangkan ibu gue hanya ibu rumah tangga biasa. Gue mempunyai dua adik laki-laki yang masih sekolah. Yang paling besar kelas 3 SMA dan yang terakhir kelas 3 SMP.

Gue berasal dari Solo, dan bisa kuliah di Jakarta juga karena beasiswa.

"Yaudah entar ayah kirimin ke WA aku." kata gue.

"Oke, Ayah tutup ya? Kakak baik-baik disana. Jangan macem-macem, dan salamin ama Chan. Dah kakak!"

"Dah Ayah!"

Perihal Ayah gue dan Chan mereka memang pernah ketemu. Dulu ketika gue pulang ke rumah, Chan bersikeras ikut dengan alasan mau ketemu orang tua gue. Awalnya jelas gue menolak, kalian tau kan pemikiran orang di daerah masih sedikit primitif. Bukan gue menghakimi, tapi waktu Chan dateng ke rumah gue, banyak omongan tetangga yang gak enak.

Tapi, keluarga gue nerima Chan dengan baik. Chan di depan keluarga gue juga jadi baik, heran gak? Bahkan dia akrab sama adik-adik gue yang ngeselin.

"Lo butuh berapa?"

Gue menoleh ke belakang untuk melihat Chan. Sekarang lelaki jangkung itu sedang bersender pada dinding sambil menatap gue.

Semalem Kai sama Sena tiba-tiba nganterin Chan ke apartemen gue gara-gara dia mabuk.

"Apaan?" tanya gue.

Chan menghela napas keras. "Butuh berapa?"

"Udah kok, nanti Ayah gue kirimin."

"Gue denger ya, obrolan lo sama Ayah lo." ucapnya.

Gue langsung nunduk ketika Chan berucap demikian

"Pake uang gue dulu." kata Chan.

Gue menggeleng. "Gak usah, Chan. Nanti ayah gue juga ngirimin."

"Kalo Ayah lo gak ngirimin?" Tanyanya lagi dengan mendesak.

Gue tersenyum ketika Chan berjalan menghampiri gue. "Ya gue gak usah ikut praktek."

Chan menganggukkan kepala, "Yang gue denger dari Kai, tugas itu bakal masuk nilai semester." lanjutnya, "Kasian ya Ayah lo, nguliahin lo tinggi-tinggi tapi ipk anaknya jelek gara-gara ketinggian gengsi."

Gue semakin menundukkan kepala. Ya gue harus gimana? Bukan gue gak mau nerima bantuan Chan, tapi gue gak mau berhutang apapun sama dia.

"Duit gue halal kok, cepetan butuh berapa?" tanya Chan.

Dengan penuh pertimbangan akhirnya gue ngomong, "sejuta Chan,"

Chan langsung melotot denger perkataan gue.

"Calya, seriously? Sejuta doang, tapi lo gak mau gue bantu?" tanyanya.

"Bukan gak ma--"

"Ya ya, gue mandi dulu baru kita ambil uang di atm. Gue gak ada cash." kata Chan sambil berlalu ninggalin gue.

Setelah Chan selesai mandi kita langsung pergi untuk mencari ATM terdekat.

"Katanya mau ke ATM, kok jadi ke mall?" tanya gue.

"Gue laper, anjir." jawab Chan sinis.

Kita akhirnya makan di mcd setelah Chan mengambil uang dan memberikannya ke gue. Chan bahkan melebihkan uang yang dia kasih ke gue dengan alasan titip ke gue.

"Nanti gue ganti ya, Chan." ucap gue ke Chan yang sekarang lagi mengunyah burger.

Chan hanya bergumam untuk membalas perkataan gue.

Saat kita lagi makan, ada dosen gue dan Chan yaitu Ibu Ani yang menghampiri kita sambil menggendong balita.

"Nak Calya, Nak Chan, ibu bisa titip cucu ibu dulu gak? Mamanya lagi di salon dan ibu dipanggil ke pusat informasi, boleh ya?" mohonnya.

Gue menatap Chan sejenak, menunggu jawaban dia. Gue berniat menolak permintaan Ibu Ani, karena gue tau Chan gak pernah suka anak kecil.

"Boleh bu."

Gue menatap Chan terkejut, doi kerasukan atau apa nih?

"Aduh makasih banyak ya, nanti ibu kesini lagi. Calya, nomer kamu masih yang sama kan?" tanya Ibu Ani.

"Iya sama-sama bu."

"Yaudah ibu titip Galih ya, makasih loh kalian."

Bu Ani akhirnya menitipkan Galih ke gue dan Chan. Kalau dilihat-lihat Galih ini wajahnya mirip Bayu, gue jadi gemes.

"Galih nteu mau sama teteh, maunya sama aa!" rengek Galih sambil menunjuk Chan.

Gue kira Galih ngomongnya bahasa Indonesia tau-taunya bahasa sunda, gue gak ngerti sih dia ngomong apa tapi intinya dia gak mau sama Chan, gitu yang gue tangkep.

"Iya Galih sama teteh, ini kan udah teteh pangku. Galih mau makan apa?" tanya gue.

"Ih si teteh mah! Aa! Dedek nteu mau dahar!" oceh Galih.

Gue menatap Chan meminta bantuan, karena ini anak gak jelas ngomong apa.

"Dedek mau es krim? Yuk beli sama teteh!" ajak gue.

Pas gue mau bangun Galih malah nangis sambil mukul tangan gue. Loh kok nangis, gue makin bingung dong. Chan daritadi cuman diem aja, gak ada gerakan.

"Ayuk sayang, beli es krim mau yah?" ajak gue sekali lagi.

"Nteu mau! Aa!" Galih malah nangis kejer sambil mukul-mukul gue.

Chan akhirnya bangkit dan mengambil Galih dari pangkuan gue, "Dia gak mau sama lo, Cal"

Ketika dipangku Chan, tiba-tiba Galih langsung diem.

"Galih udah makan?" tanya Chan dengan suara halus banget.

Rahang gue hampir jatoh karena kaget liat perilaku Chan ke Galih.

Galih ngegeleng.

"Mau makan nasi apa es krim, sayang?" tanya Chan lagi.

Sayang, Chan manggil ini anak sayang, sedangkan gue pacarnya jarang banget dipanggil sayang!

Chan mengelus pipi Galih, "Dua-duanya aja ya," lanjutnya, "Cal, pesenin es krim sama happy meal, nih kartunya, jangan pakai uang yang gue kasih tadi! Lo kalo mau nambah apa juga nih beli!" tutupnya sambil melempar kartu debit miliknya.

Setelah gue selesai memesan dan membawa makanan ke meja kita lagi, gue kaget setengah mati liat Chan sama Galih.

Chan menatap gue lalu langsung senyum ke arah Galih, "Noh udah dateng es krimnya!"

"Dedek mau makan sendiri apa aa suapin?" tanya Chan.

"cuapin aa!" seru Galih.

"Lo gak nambah, Cal?" tanyanya saat melihat pesanan yang gue bawa.

Gue menggeleng, "cuman beli sundae,"

"Sini duduknya sebelah gue!" suruh Chan.

Chan mulai nyuapin Galih, dia ramah banget sama itu anak. Seakan-akan udah ketemu lama, padahal mah baru. Apa karena muka Galih mirip Bayu, makanya dia akrab ya?

"Siap-siap ada pesawat mana mulutnya coba, aa liat!"

Gue hanya menikmati pemandangan sebelah gue dengan tatapan kagum. Jarang-jarang Chan, kayak gini.

Pas gue lagi ketawa-tawa sama Chan dan Galih, ada ibu-ibu nyamperin kita.

"Nikah muda ya mba?" tanya ibu itu.

"Iya, bu." sahut Chan ramah.

"Saya dari tadi ngeliatin gemes banget, papanya sayang banget ya sama adek?" tanya ibu itu sambil megang pipi Galih.

Galih senyum-senyum aja liat Chan senyum.

"Mbanya umur berapa?" tanya ibu itu lagi.

"21 buk." jawab gue.

"Oh masih mudah ya."

Gue mengangguk menjawab perkataan ibu tersebut.

"Anaknya baru satu aja, mas?" tanya ibu tersebut ke Chan.

"udah mau 2 bu, itu istri saya lagi hamil lagi." jawab Chan.

Gue melirik Chan yang sekarang lagi nahan senyum.

"Oh, produktif ya. Yaudah saya doain sehat terus ya keluarga kecilnya mas sama mba. Saya duluan ya, maaf loh udah tanya-tanya." ucap ibu tersebut sambil tersenyum.

Setelah sosok ibu itu hilang, Chan ketawa ngakak, "Seru ya, Cal bohongin orang."

Gue cuman mencebikkan bibir sambil melirik ke arahnya.

"Cal, minta es krim lo dong!" perintah Chan.

"Nih ambil." ucap gue. Gue menyodorkan es krim ke arah Chan.

"Suapin kek, gak liat apa mata lo gue lagi ngapain?"

Chan emang lagi nyuapin Galih, tapi kan dia bisa berenti bentar terus nyuap sendiri.

Dengan malas, gue nyuapin es krim ke mulut Chan.

Chan menatap gue sambil berkata, "Lucu kali ya, kalo nanti kita nikah terus ngajak anak kita jalan-jalan kayak gini." tutupnya lalu tersenyum.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel