Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9

''Citra ... !'' teriak Arjuna dari depan kamarnya sambil berpegang pada besi pembatas tangga. Citra keluar dari kamar dengan handuk yang melilit di kepala yang masih setengah basah. Berlari menghampiri Arjuna yang sudah membuat onar di pagi ini.

''Ngapain sih, Om teriak-teriak kaya dihutan aja. Pakai toa biar tetangga pada dengar sekalian,'' sahut Citra berdecak kesal sambil berkacak pinggang. Arjuna malah masuk kedalam kamarnya tak menggubris ucapan Citra.

Citra diam terpaku diambang pintu, mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruang kamar Arjuna yang terlihat lebih besar dibanding kamarnya. Kamarnya dominasi dengan warna abu-abu, persis seperti dia gak jelas kadang baik, kadang ngeselin dan jutek. Cukup rapih untuk ukuran seorang pria.

''Malah bengong, ngapain diam disitu? Cepat masuk, beresin baju-baju, aku. Masukkan kedalam koper, satu lagi jangan sampai ada yang ketinggalan,'' titahnya sambil duduk di tepi ranjang dengan kaki menjuntai ke lantai. Perlahan Citra pun masuk kedalam, tak sabar Arjuna menarik pergelangan tangannya. Jantungnya berdebar tidak karuan takut Arjuna melakukan hal yang tidak-tidak, tau sendiri kan antar laki-laki dan perempuan tidak boleh berduaan karena nanti ketiganya adalah setan.

''Om, bisa kan ngerjain sendiri,'' ucap Citra ketus.

''Ya, terus apa gunannya ada, kamu di sini kalau gitu. Udah cepat kerjain, jangan banyak protes! Semakin lama ditunda semakin lama aku tidur, kalau besok proyek aku gagal berarti semua gara-gara, kamu!'' seru Arjuna, sambil berganti posisi dengan bersandar di kepala ranjang dan terus memperhatikan Citra dengan bibir mengerucut yang membuatnya terlihat lucu.

''Kenapa, aku lagi yang disalahin?''

''Ya, kamulah kata orang jangan salahin diri sendiri, ya berarti kamu yang aku salahin, jangan lupa bangunin aku besok pagi. Aku mau tidur.''

''Ck!'' Citra berdecak kesal mendengarnya dan lebih memilih mengerjakan apa yang disuruh Arjuna tanpa mendebat lagi, percuma. Citra pun menyiapkan segala kebutuhan Arjuna, memasukan beberapa potong baju ke dalam koper dan mengecek kembali takut ada yang terlewat.

Tanpa sepengetahuan Citra, diam-diam Arjuna mengambil candid foto wajah Citra dan senyum-senyum sendiri menatap hasilnya. Membaringkan tubuhnya dengan tangan di lipat kebelakang kepala, hingga akhirnya tertidur lelap.

''Om aku--,'' Citra menoleh tak melanjutkan kata-katanya, ternyata Arjuna sudah terlena dalam mimpi indah dengan selimut yang tidak beraturan membuat tak tega untuk membangunkan, membenarkan letak selimut menariknya hingga dada. Di tatapnya wajah teduh Arjuna yang putih bersih dengan hidung mancung, alis mata yang hitam pekat, perlahan Citra membelai lembut wajah Arjuna dan senyum-senyum sendiri.

''Udah puas liatinnya,'' ucap Arjuna menggenggam pergelangan tangan Citra dan membuatnya kaget sekaligus malu, karena ketahuan sedang mengaguminya.

Citra berusaha melepaskan cekalan Arjuna dan merutuki dirinya sendiri yang selalu saja kecolongan.

''Lepas, Om. Aku mau tidur.''

''Tidur sini, sama aja, 'kan?'' Citra mulai bergidik ngeri kalo Arjuna sudah mulai ngomong ngelantur.

''Dosa, belum halal. Udah aku mau tidur '' Citra menghempaskan cekalan Arjuna tapi nyatanya hanya sia-sia.

''Ya udah ayo, kita nikah? Besok aku juga bisa ngatur ke penghulu,'' sahut Arjuna enteng.

''Om sakit, ya?'' Citra meletakkan punggung tangannya di kening Arjuna mengetes suhu badannya. ''Pantes, omongannya ngawaur, panas soalnya.'' Citra menghempaskan tangan Arjuna dan berlalu begitu saja.

Arjuna geleng-geleng kepala dan menatap punggung Citra, yang perlahan menghilang dari ambang pintu, kembali menatap benda pipih ditangan dan senyum-senyum sendiri.

Sedangkan Citra dikamar masih sibuk dengan ponsel pintarnya membuka sosial media yang hampir seminggu ini tidak dibuka karena sebelum kabur benda keramat itu tertinggal dikamar dan tak terbawa, jadi semua akses yang terhubung dengan Panji terputus begitu saja.

Wajah Citra berbinar menatap layar karena berhasil mengakses media sosialnya kembali, setelah memasukkan email dan kata sandi. Syukurlah ingatannya cukup bagus, dikirimnya pesan untuk Panji sebelum tidur agar tau keberadaannya saat ini. Setelah itu Citra memilih untuk tidur dan meletakkan ponsel pintarnya di nakas, takut besok kesiangan dan mendengar petuah dari Arjuna bisa pusing kepalanya.

.

Pagi-pagi Citra sudah terbangun dan menyiapkan segala kebutuhan Arjuna, di liriknya jam yang terpasang di dinding yang hampir menunjukkan pukul 06.30 wib di letakkannya mangkok sayur dan roti yang sudah di beri selai tak lupa segelas kopi di terhidang di meja.

Citra mengigit jari jemari kukunya, dan satu tangannya bersandar di meja, kenapa dia belum turun apa dia kesiangan, wajahnya mendongak keatas menatap kamar Arjuna yang sedikit terbuka karena selama ini Citra tidur di lantai bawah, itu berarti sang empunya sudah terbangun tapi kenapa belum turun juga.

Sedangkan Arjuna masih sibuk mondar mandiri dikamarnya dengan lemari acak-acakan mencari dasi yang akan dikenakan.

Tok,tok,tok!

Citra mengetuk pintu, pupil matanya melebar melihat baju-baju yang berserakan tak beraturan.

''Ya ampun, kenapa ini? Kenapa bisa berantakan begini? tanya Citra dengan mulut terbuka dan membekap dengan tangannya sendiri, karena baru saja semalam membereskan dan sekarang mendapati baju-baju sudah tidak pada tempatnya.

''Aku nyari dasi berwarna biru, tapi engga ketemu juga. Jadi, ya begini. Cepat bantu cari sebelum aku benar-benar terlambat,'' sahut Arjuna dengan mengedikkan bahu, acuh setelah apa yang di lakukannya membuat Citra kesal dan mengusap dadanya seoalah memberi kesabaran untuk dirinya sendiri.

Citra mendengkus kesal, berjalan mendekat ke arah lemari dan mengambil dasi di dalam laci yang sudah ditata dengan rapih sesuai dengan warna.

''Semalam aku meletakkannya, disini. Kenapa engga panggil aja, sih dari tadi sekarang jadi berantakan lagi, 'kan? ujar Citra memberikan dasi pada Arjuna sebelum kembali turun ke lantai bawah.

''Pasangin dasinya.'' Citra memutar bola mata sebal, tapi juga tidak membantah karena sadar tak punya banyak waktu untuk berdebat. Citra berjinjit mengalungkan dasi di leher Arjuna dengan telaten dan rapih diam-diam Arjun tersenyum bahagia karena untuk kesekian kalinya bisa mengerjai Citra.

''Maaf, aku engga bisa sarapan dirumah, kamu engga apa-apakan makan sendiri? Ohw, iya satu. Nanti siang Bik Sumi datang,''ucap Arjuna menatap lekat, sambil terus memperhatikan wajah Citra karena pasti ia akan sangat merindukannya nanti.

Citra mendongak menatap manik mata Arjuna yang sama-sama sedang menatapnya, tangan Arjuna terulur merapihkan anak-anak rambut Citra yang berantakan, menyampaikan kebelakang telinga, membuat Citra terperangah akan sentuhan lembutnya. Tiba-tiba tanpa diduga Arjuna menarik tengkuk Citra sesuatu yang dingin dan kenyal menempel di bibirnya semakin lama semakin dalam hingga napas kian memburu.

Membuat pupil matanya melebar rasanya tak ada tenaga untuk melawan. Citra tak percaya akan mendapat serangan fajar seperti ini wajahnya terasa memanas tersipu malu.

''Bernapas Citra,''seru Arjuna setelah melepas pagutan dan melirik jam di pergelangan tangan, menyambar tas di nakas meninggalkannya yang masih berdiri mematung. Dengan jatung yang bertalu-talu, Citra menyentuh dadanya sendiri yang seakan mau lepas.

'Selama bersama Panji, rasanya tak seperti ini. Aku kenapa? Apakah aku mulai terserang sakit jantung,' gumamnya dalam hati.

''Itu sarapanku,'' ucap Arjuna dengan senyum yang menawan, sebelum benar-benar menghilang dari balik pintu. Citra menoleh dan tertuduk di king size milik Arjuna yang telah pergi.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel