Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10

Siang hari, Bik sumi sudah datang ke rumah, sesuai yang di perintahkan Arjuna berkutat dengan peralatan tempurnya di dapur membuat makan siang, Citra datang menghampiri, duduk dengan menyeret salah satu kursi. Jika di rumah bersama Ibunya mungkin saat ini sudah merecoki dan membuat dapur makin gaduh dengan segala ke tingkahnya.

''Bik, tau ada lowongan kerja, nggak?'' Bik Sumi yang sedang memotong bawang merah pun menghentikkan kegiatannya dan mendengarkan dengan seksama apa yang di ucapkan Citra, dahinya mengernyit.

''Buat siap emang, Non?'' tanya Bik Sumi penasaran.

''Buat aku, Bik.''

''Ngapain cape-cape kerja, 'kan udah ada Mas Juna Non.'' Tawa Citra berderai seolah ada yang lucu dari ucapan Bik Sumi.

''Aku cuma numpang, Bik disini. Enggak mungkin,'kan aku minta uang sama Om Juna. Lagian aku bukan siapa-siapanya,'' terang Citra.

''Ya sudah, nanti coba Bibik tanyain, ya. Sama keponakan Bibi yang kerja di restoran siapa tau ada lowongan.''

''Oke deh, Bik. Jangan lupa kabarin Citra ya? Aku bisa masak juga kok.''

.

Di Bandung Arjuna tengah fokus rapat dengan para koleganya untuk mendirikan sebuah restoran dengan mengusung makanan tradisional tapi yang di campur dengan sentuhan modern seperti makanan kekinian tanpa meninggalkan ciri khasnya. Begitulah konsep yang diinginkan agar bisa menembus pasar dan memiliki lebih banyak varian menu untuk para anak muda dan para orang tua.

''Saya rasa cukup sampai disini, meeting hari ini dan kita bisa lanjutkan lagi besok,'' titah Arjuna dikursi kebesarannya seakan merasa puas dengan konsep yang diberikan relasinya.

Arjuna merogoh ponsel di saku kantong kemejanya, ingin mengabari Citra tapi sayang hanya suara operator yang menjawabnya. Penasaran sedang bicara dengan siapa sih dia, tak habis akal Arjuna pun menelpon Bik Sumi untuk mencari tau tentang apa yang di lakukan Citra selama dia tidak ada.

Rasanya ingin segera cepat pulang dan bertemu bocah itu, tapi gara-gara proyek barunya harus bersikap profesional dan menyingkirkan egonya saat ini. Arjuna mengacak rambut dan meninggal kan meja rapat untuk menghirup udara segar kota Bandung.

.

Citra dan Bik Sumi sedang asyik menonton televisi bersimbol ikan terbang di layar sambil memangku cemilan di pahannya, walaupun suka ngemil tapi badannya tetap saja kecil. Itu yang bikin orang iri padanya karena tak perlu memikirkan berat badan naik. Ring tone ponselnya berbunyi beberapa kali dari dalam kamarnya, gegas Citra berlari ke dalam kamar tertera nomer asing dilayar tapi seperti sangat familiar dimatanya.

''Hallo,'' sapa Citra setalah mendial tombol terima. Wajahnya terlihat berseri-seri. Entah dapat telepon dari siapa. Hingga mampu membuatnya berlonjak-lonjak diatas kasur dan mendekap erat ponselnya seolah benda paling berharga, diciuminya hingga beberapa kali setalah sambungan dimatikan.

Bahkan banyak pesan dari Arjuna belum satu pun yang di baca. Baru beberapa menit sambungan di matikkan layar ponselnya kembali berkedip menampilkan nama Arjuna di layar yang entah sejak kapan ada di dalam kontaknya.

Citra menjauhkan ponselnya dari kuping setelah mendengar rentetan dan omelan dari Arjuna yang membuat kupingnya terasa panas di usapnya beberapa kali. Seolah itu membuatnya lebih baik.

[Liat, besok aku pulang. Habis kamu, Cit!] ancam Arjuna di sebrang sana. Sebelum mematikkan sambungan telepon.

'Ish! Apa-apaan dia itu, dasar tukang ngancam!'' ucap Citra dalam hati.

Citra bersiap akan tidur tak sabar menanti hari esok tiba karena akan bertemu dengan seseorang yang sepesial untuknya. Bahkan senyumnya tak pernah luntur dari wajahnya.

.

Citra mematut-matutkan pantulan tubuhnya di depan cermin, untuk menyempurnakan penampilannya, Citra memberi sentuhan liptin berwarna merah muda dibibirnya tak lupa menyemprotkan minyak wangi di beberapa titik.

''Mbak Citra mau kemana? Udah rapih aja,'' sapa Bik Sumi saat melihatnya keluar dari kamar.

''Citra mau keluar bentar, Bik ketemu sama teman. Engga jauh kok dari sini. Citra pergi dulu ya, Bik.''

''Mbak Citra pergi sama siapa? Hati-hati dijalan.''

''Naik ojol, Bik,'' sahut Citra sambil berlalu karena ojol pesanan sudah menunggu di depan rumah.

Tak lama setelah kepergian Citra, Arjuna pulang melangkah kakinya menuju rumah dengan semangat membawa beberapa buah tangan. Namun harus menelan kekecewaan karena ternyata orang yang di temui pertama kalinya adalah Bik Sumi.

Arjuna meletakkan oleh-olehnya di meja dapur Membuat Bik Sumi yang sedang memasak sedikit kaget, karena pulang lebih cepat dari perkiraan.

''Eh, Mas Juna udah pulang. Mau Bibik buatan apa, Mas?''

''Engga usah, Bik. Citra kemana? Kok sepi?'' Arjuna menatap kamar Citra yang tertutup, niatnya ingin membuat kejutan malah dia yang lebih terkejut duluan.

''Mbak Citranya lagi pergi, Mas. Katanya mau bertemu temannya sebentar.''

Tanpa banyak kata Arjuna berjalan menuju arah kamar, duduk di tepi kasur king size miliknya mencari tau posisi Citra berada dengan menggunakan GPS yang sudah terhubung dengan ponselnya

Gegas Arjuna pergi lagi, membuat Bik Sumi heran karena pergi dengan terburu-terburu padahal baru saja pulang dari perjalanan dan belum sempat beristirahat pula.q

Arjuna sampai di sebuah Cafe di tempat Citra bertemu dengan seseorang. Rahangnya mengeras matanya terlihat memerah memendam kemarahan dan tanpa banyak bicara Arjuna langsung menghadiahkan bogem mentah pada pria tersebut membuat Citra terperangah tak percaya.

BUGH!

Satu pukulan Arjuna layangkan tepat di wajah pemuda itu, membuatnya terhuyung karena tak siap, sudut bibirnya terlihat robek dan mengeluarkan darah.

Mata pemuda itu membulat, tak percaya sambil mengusap pelan bibirnya.

***

Saat Arjuna akan memasuki kamar hotel yang di gunakkan untuk menginap di Bandung, orang yang kini tengah duduk bersama Citra adalah orang yang sama ditemuinya bersama wanita lain, bahkan gayanya sangat menjijikkan karena dengan tidak tau malunya bermesraan ditempat umum dan orang itu juga yang akan menjalin kerjasama dengannya.

Demi rasa profesional Arjuna pun acuh, tak ingin mengurusi pribadinya, tapi berhubung sekarang orang itu terlihat mesra dengan Citra. Kesabarannya seolah habis karena tak ingin melihat Citra tersakiti.

***

''Om, ini apa-apaan sih, datang-datang main pukul orang sembarangan?!'' Citra membantu Panji berdiri. ''Kamu engga apa-apa Nji?'' tanya Citra khawatir.

Panji menggelengkan kepalanya dan memegang bahu Citra lembut.

''Pulang Citra! Sekarang! Pria seperti ini yang sampai kamu bela-belain kabur dari rumah? Cih,'' ucap Arjuna sarkas dengan napas turun naik dan mata berkilat marah yang tak pernah dilihat sebelumnya.

Membuat Citra bertanya-tanya kerena Arjuna tidak akan marah tanpa sebab yang jelas, apalagi mereka baru saja bertemu.

''Kamu kenal dia, Cit?'' tanya Panji yang sudah menegakkan tubuhnya kembali.

''Iya, Nji dia yang sudah menolong aku dan ngasih tumpangan selama ini,'' terang Citra.

''Kamu engga dengar aku ngomong, apa barusan?! Masih punya kuping, 'kan. Apa perlu aku seret?!''

''Pergilah, Cit. Aku tidak apa-apa, nanti aku akan menghubungi mu lagi. Setelah sampai rumah,'' ucap Panji sambil memegang lukanya.

''Apa kamu bilang? Urusa aja wanita jalang simpanan kamu!'' Tanpa banyak bicar Arjuna menarik lengan Citra yang masih diam termangu dengan apa yang barusan dia dengar dan berharap apa yang di dengar adalah sebuah kebohongan. Apa yang terjadi sebenarnya? Membuat Citra bertanya-tanya.

Sukses. Apa yang di lakukan Arjuna menjadi tontonan gratis pengunjung Cafe ada yang berbisik dan menatap terperangah. Rasa malu sudah tak di hiraukannya lagi yang penting saat ini juga bisa membawa Citra pulang.

Citra terus saja menengok kebelakang menatap wajah Panji yang babak belur akibat beberapa kali pukulan yang di layangkan Arjuna, membuatnya meringis. Ingin rasanya berlari membantu, membersihkan luka Panji, namun tak bisa karena cengkramannya terlalu kuat.

BRUGH!

Arjuna membanting pintu mobilnya dengan keras, membuatnya terlonjak kaget, tangannya mencengkram kuat dari balik setir kemudi, ada kemarahan dari balik sorot mata hitam pekatnya. Citra hanya diam membisu mencoba menahan agar bulir bening kristal miliknya tidak jatuh. Suasana mobil mendadak hening dan terasa sesak napasnya membuatnya tak tahan dan ingin pergi saja, tetapi rasanya ada sesuatu yang membuatnya bertahan.

Arjuna sangat membenci perselingkuhan karena dulu sempat memergoki Ayahnya berselingkuh dengan sekretarisnya sendiri dan lebih gilanya itu di lakukan di dalam kantor sempat-sempatnya mereka mesraan dengan tidak tau malunya di siang bolong. Belum lagi sifat Ayahnya yang menuntutnya untuk selalu menjadi yang terbaik di bidang apapun. Membuatnya terkadang makin tertekan.

Sejak saat itu Arjuna memutus kan keluar dari rumah dan merintis usahanya sendiri hingga menjadi sukses seperti sekarang.

Berbeda dengan Devan yang dari kecil sering sakit-sakitan membuat di perlakukan sedikit berbeda dengan nya karena harus mendapat pengobatan untuk kesembuhan nya.

Ekor matanya melirik Citra yang terlihat bergetar dan sedang menahan tangis. Membuat tak tega di rengkuhnya tubuh mungil itu kedalam pelukan yang justru membuatnya makin deras mengeluarkan air mata membuat baju yang dikenakan basah bercampur cairan kental.

Citra memukul dada bidang milik Arjuna dan mencoba melepas pelukannya seolah bisa menyalurkan rasa kesal dan jengkel, hingga tanpa teras tenaganya makin melemah dan kini hanya terdengar tinggal isakkan yang mulai mereda.

Arjuna dengan penuh kelembutan mengusap bahu milik Citra seolah bisa menyalurkan ketenangan di ciumnya pucuk kepalanya penuh dengan kasih sayang, emosinya seketika mereda dan melanjukkan kembali mobilnya menuju rumah.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel