Bab 8
Setalah selesai berbelanja sayuran Citra dan Arjuna kembali menuju mobil dengan membawa banyak lauk pauk dan bahan sayuran. Hampir di setiap jalan semua mata tertuju pada Arjuna sambil berbisik dan kadang menertawakan penampilannya yang terlihat mencolok di banding lainnya.
Memakai celana bahan hitam dan kemeja yang di gulung hingga siku, khas orang kantoran membuatnya terlihat semakin menawan pantas saja, semua orang menatapnya dengan pandangan memuja walau terlihat garang tak ada senyum diwajahnya, tapi aura ketampana dan wibawanya tak berkurang sedikit pun.
wajahnya ditekuk kesal karena harus menenteng tas belanjaan sesekali mengangkatnya di bahu demi membantu Citra yang ke susahan. Nyaris sepanjang jalan yang dilakukan hanya mengeluh dan ngomel-ngomel seperti emak komplek.
''Kamu sengaja, ya? Ngerjain aku. Lihat nih, baju aku kotor semua, bau, becek pula. Kenapa engga di supermarket aja sih, yang bersih, adem!'' ucap Arjuna mendengkus sebal.
Citra menghentikan langkahnya karena tak tahab mendengar Arjuna yang terus mengadu, berdiri di depan Arjuna hingga menjatuhkan barang belanjaannya dan membuat beberapa tomat jatuu menggelinding.
''Om tau nggak sih, dengan belanja di pasar kita tuh membantu perekonomian rakyat bawah. Liat deh tuh mereka harus susah payah mencari rezeki, sampai kepanasan kehujanan demi sesuap nasi, tapi mereka nggak ngeluh. Om baru bentar disini aja udah ngoceh-ngoceh engga karuan. Udah kaya cacing kepanasan, kita tuh kesini biar bisa belajar bersyukur dengan apa yang kita peroleh sekarang agar bisa menghargai apa yang kita miliki dan gak menghambur-hamburkan uang,'' ucap Citra menatap tajam ke arah Arjuna.
''Apa, kamu bilang? Cacing kepanasan?'' tanya Arjuna melotot tak terima dituduh seperti hewan melata yang menjijikkan itu.
''Iya, cacing kepanasan. Kalo kena panas dikit langsung kelojotan!'' sahut Citra ketus dan pergi meninggalkan Arjuna yang masih mematung di tempat begitu saja tak menghiraukan ucapannya, karena baru sekali ini ada yang berani memarahinya apa lagi sama bocah kemarin sore pula.
What the ....!
''Apa-apaan, bocah itu. Kenapa jadi dia yang marah-marah, dasar cewe engga mau kalah maunya selalu benar sendiri.'' Sebelum pergi Arjuna sempatkan, mengedarkan pandangan melihat orang-orang sedang sibuk berjualan yang kebanyakan hanya menggunakan alas seadaanya untuk menggelar lapak dagangan mereka, melihat semua itu hatinya menghangat dan rasa kesal di hatinya seakan runtuh. Membenarkan apa yang diucapkan oleh Citra dalam hati dan semakin kagum pada sosok Citra yang lincah yang perlahan meluluhkan hatinya dengan segala tingkahnya tanpa dibuat-buat.
Arjuna membuka pintu mobil, tetapi tak ada Citra di dalam hanya barang belanjaannya saja yang ditinggal di jok belakang orangnya entah dimana. Terpaksa Arjuna urungkan niatnya masuk kedalam mobil dan mencari keberadaannya, takut terjadi sesuatu yang buruk. Apalagi ini adalah kota Jakarta yang angka kriminalitasnya lumayan tinggi. Arjuna mengedarkan pandangan mencari keberadaan Citra yang sedang berinteraksi dengan para pengamen, entah apa lagi yang dilakukan oleh anak itu? Selalu sukses mencuri perhatiannya.
Seulas senyum terbit diwajahnya melihat Citra yang sedang berinteraksi dengan pengamen jalanan di dekat lampu merah sambil tersenyum dan mengusap kepala anak itu. Entah seperti apa hati gadis itu yang selalu perduli dan lembut dengan orang lain. Pantas saja aku merasa nyaman di dekatnya rasa sosialnya begitu tinggi tanap pandang bulu.
Arjuna datang menghampiri Citra dan memberikan beberapa lembar uang kertas berwarna merah untuk anak-anak yang mengamen, di sambutnya dengan bahagia dan ucapan terimakasih yang terlihat tulus.
''Ayo kita pulang?'' ucap Arjuna lembut. Jalan bersisian terkadang bahunya saling bersenggolan dan terkadang sambil bercanda pada hal-hal kecil tetapi mampu mengundang tawa. ''Udah segini, aja? masih ada yang kurang, nggak? Mumpung Aku masih di sini, aku nggak mau dengar, ya ada anak orang sampai mati kelaparan nanti.''
''Ck, Om ini kalo ngomong bisa engga, sih di sharing. Mati? Di pikir aku binatang? Lama-lama aku plester juga itu bibir, pake solasi. Biar diem enggak bisa ngomong,'' seru Citra berdecak kesal membuat Arjuna menoleh, terseyum mering mendengar umpatan Citra
''Coba aja kalau bisa? Kalau pake bibir kamu aja gimana?'' Arjun menaik turunkan alisnya dan mengerling jahil. Membuat Citra makin kesal dan mendelik dan menutup bibirnya sendiri teringat kejadian tempo hari dan menggelengkan kepala, rona merah terasa menjalar di pipinya yang putih bersih,
''Dasar, otak mesum.'' Bukannya marah, Arjuna malah tertawa terbahak-bahak seolah ada yang lucu dari ucapan Citra yang begitu emosional dan ekspresif. ''Ke mini market dulu.''
''Baik Tuan Putri.''
Arjuna memasukkan banyak barang ke dalam troli dengan sesuka hati tanpa melihat fungsi dan kegunaannya terlebih dahulu, sedangkan Citra terlihat keberatan mendorong troli seorang diri yang terasa bertambah berat karena ulah Arjuna, Citra merasa seperti sedang dikerjai balik oleh Arjuna karena ulahnya di pasar tadi.
''Dasar pendendam,'' umpat Citra sambil menyeka keringat yang membasahi keningnya.
Jika tak ingat ini tempat umum ingin sekali rasanya mengumpat dan meneriaki Arjuna di depan wajahnya, kalau perlu memakai toa sekalian biar semua orang tau seperti apa sosok Arjuna, manusia paling engga peka dan nyebelin di seluruh dunia. Bahkan Citra mengucapkan sumpah serapah dalam hati.
Tanpa sepengetahuan Arjuna, Citra mengembalikan kembali barang yang telah diambil Arjuna mengembalikan ketempat asalnya, karena merasa tidak membutuhkan dan gak bermanfaat, yang bisa dilakukan saat ini adalah mengelus dada memberi kesabaran untuk dirinya sendiri. Menghadapi tingkah Arjuna yang kadang kelewatan.
Ditambah antrian yang panjang di meja kasir membuatnya ingin menangis dan meraung, air matanya berdesakan seperti ingin keluar tetapi sekuat tenaga ia coba tahan karena tak ingin terlihat lemah dengan cara memalingkan wajahnya dan menghindari kontak mata dengan Arjuna yang seperti tersenyum mengejek
Disaat melamun, troli belanjaannya seperti bergerak berjalan sendiri membuatnya berjengit kaget, karena tiba-tiba ada lengan kekar dibelakangnya membuat Citra menoleh. Jantungnya terasa berdebar tidak karuan mungkin ia harus memeriksakan dirinya kedokter jantung karena selalu seperti ini jika di dekat Arjuna, semoga saja ia tak mendengar debar jantung yang menggila saat ini yang terus berdegup dengan tidak tahu diri
''Kita kaya pasangan suami istri yang terlihat bahagia, ya?'' ucap Arjuna dengan wajah tanpa rasa bersalah membuat Citra mengeram kesal.
''Siapa juga, yang mau jadi istri cowo nyebelin kaya kamu, Om? Lagian aku sudah punya pacar!'' sahut Citra sarkas. Sejenak Arjuna mematung seperti ada yang meremas hatinya. Bukan Arjuna namanya jika menyerah begitu saja.
''Baru pacar kan? Orang nikah aja bisa cerai apa lagi yang baru pacaran, Sebelum janur kuning melengkung, pacar orang masih bisa di tikung, sayang,'' desis Arjuna tepat di kuping Citra dan tersenyum menyeringai
***
