Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

Bola mata Arjuna melebar, menatap kotak pemberiannya di jatuhkan oleh Citra dan tersenyum menyeringai menikmati ekspresi ketakutan wanita di depannya.

''Pintermu kebangetan! Udah buruan, ayo kita pergi!'' Arjuna mengacak rambut Citra yang sudah disisir rapih dan di biarkan tergerai menjadi berantakkan.

Belum sempat menjawab Arjuna sudah menggeret tangan Citra menuju mobil, jantungnya rasanya setiap saat mau copot bahkan tubuhnya seakan tak bertulang, lemas dan masih gemetar melihat sikap Arjuna yang susah ditebak.

Orang yang berjalan di depannya sepertinya sangat suka menjahilinya, membuat harus berpikir keras agar tak selalu menjadi korban ke isengannya lagi. Ayo berpikir Citra kamu bukan anak bodoh saat di sekolah? tapi bagaimana caranya? ucap Citra dalam hati yang tak sadar sudah sampai di depan pintu mobil.

TIN,TIN!

Suara klakson Arjuna membuyarkan lamunannya yang ternyata makhluk menyebalkan itu sudah duduk di balik setir kemudi dengan wajah datarnya yang tanpa ekspresi dan hanya memberikan kode agar Citra segera masuk mobil.

Ritme jantung Citra masih saja berdetak tak beraturan, takut jika apa yang diucapkannya Arjuna adalah benar dan akan menjual ginjalnya karena selama ini tak tau pekerjaan orang yang duduk di sebelahnya. Bisa saja dia seorang penjual organ dalam manusia, atau seorang mafia atau? Citra menggelengkan kepalanya, bergidik ngeri.

''Atau ... apa?'' sahut Arjuna yang sedari tadi memperhatikan Citra.

Citra menoleh ke arah Arjuna yang sedang menatapnya tajam, mendadak wajahnya memucat dan bergerak mundur kebelakang di telan salivanya dengan susah payah, lehernya tercekat karena Arjuna seolah bisa menebak isi kepalanya.

Belum lagi tiba-tiba wajahnya yang kian mendekat membuat Citra memejamkan mata. Saat Arjuna bergerak ke belakang hingga aroma minta khas tubuhnya menyeruak hingga indra penciumannya.

TAK!

''Awh, '' Citra mengaduh mengusap keningnya yang mendapat jitakan kecil. Menatap geram pada sosok Arjuna. Memutar bola mata, malas. Sekaligus bernapas lega karena Arjuna hanya memasangkan seatbelt.

Citra yakin Arjuna orang baik cuma sikapnya aja yang nyebelin seenaknya sendiri dan mau tidak mau harus terbiasa, bagaimanapun juga dia udah menolongnya apa lagi saat sakit kemaren dengan telaten merawatnya.

''Kenapa? Ngarep banget dicium? Makanya pake seatbeltnya yang bener. Jangan kebanyakan mikir yang aneh-aneh.''

Citra mendengkus dan memalingkan wajahnya menghadap arah jendela, menikmati suasana malam dikota Jakarta yang baru pertama disinggahi, sementara Arjuna dengan luwesnya duduk di balik setir kemudi melajukan mobilnya membelah keramain kota Jakarta.

Mobil memasuki kawasan Mall yang terlihat ramai pengunjung, Arjuna memarkirkan mobilnya. Citra masih terlihat kagum dengan bangunan Mall dan gedung-gedung pencakar langit yang megah di sekitarnya.

''Ayo turun. Biasa aja liatnya, enggak usah sampai mangap, norak!'' ucap Arjuna sambil membuka pintu keluar. Di ikuti Citra yang mengekori di belakangnya dengan menghentak kan kaki, sungguh bibirnya udah kaya bon cabe level sepuluh, karena tiap omongan yang keluar selalu pedas.

Arjuna memasuki kawasan Mall hampir semua karyawan yang melihatnya menunduk hormat, dan hanya di balasnya dengan anggukan kepala sedangkan Citra menatap kagum pada barang-barang mewah dan brandit lainnya yang di pajang di etalase toko. Ternyata Arjuna adalah pemiliknya jadi tak heran jika mereka sangat familiar dengan sosoknya.

Citra menatap dirinya minder, yang hanya memakai snikers dan kemeja lengan panjang di padukkan dengan celana jins di tubuhnya.

Arjuna memasuki sebuah toko baju dan menyuruh karyawan untuk membawakan baju-baju yang cocok untuk Citra dan beberapa pasang sendal, memilihnya secara asal tanpa melihat harga yang tertera dilebel.

Citra penasaran, meraih satu baju yang harganya tak main-main hanya sebuah kaos dibandrol dengan harga satu jutaan belum lagi harga celana dan rok harganya bisa mencapai dua kali lipat.

Bola mata Citra membulat sempurna, karena selama ini tak pernah membeli baju-baju semahal itu paling mentok harga lima ratus ribuan. Belum selesai rasa terkejutnya Arjuna menyuruhnya untuk mencoba baju yang sudah dipilihkan untuknya.

''Sebanyak ini? buat apa, Om? tanya Citra heran melihat tumpukkan baju yang akan akan di cobanya.

''Udah, engga usah banyak tanya. Coba dulu aja baju yang udah di pilih, apa perlu aku yang gantiin?'' tanya Arjuna menaik turunkan alisnya dengan satu tangan bersandar ditembok dan satu tanganya masuk ke dalam kantong.

''Bisa engga sih, Om kalo nyuruh engga pake ngancam? Lama-lama aku kabur juga nih.'' tanya Citra sebelum masuk ke dalam ruang ganti.

''Kabur aja, aku engga peduli. Asal lunasin dulu semua biaya yang udah aku keluarkan selama tinggal di rumah. Kamu sendiri, 'kan yang bilang mau balas budi,'' jawabnya acuh dan merogoh ponsel yang ada di dalam saku celannya karena tak henti-hentiny ponselnya berdering.

Memberikan kode pada Citra untuk segara menjauh. Arjuna mendial tombol hijau dan mengangkatnya dari mimik wajahnya terlihat serius entah apa yang di bicarakkannya, tak lama kemudian panggilan berakhir dan memasukkan ponselnya kedalam kantong celananya.

''Kenapa masih berdiri disitu, kamu enggak dengar apa yang aku bilang tadi?''

''Bu--kan be--gitu, Om. Tetapi ini harganya sangat mahal, bagaimana nanti aku membayarnya. Ini pemborosan namanya.''

Arjuna menghembuskan napasnya kasar, mengacak rambutnya asal berjalan ke arah Citra yang memegang beberapa baju ditangan.

''Pake ginjal mu, Citra!'' Ucap Arjuna penuh penekanan, tak sadar Citra menjatuhkan baju-baju yang ada ditangannya dan mengigit bawah bibirnya, karena kaget untuk kesekian kalinya Arjuna menyinggung soal ginjal. ''Kamu kapan pinternya sih, Cit? Makanya kalo sekolah jangan kebanyakan nongkrong di toilet, jadi gini, 'kan IQ nya jongkok. Mbak semua yang ada di meja ini bungkus semua satu lagi dandani Citra dengan baju yang lebih layak.'' Perintah Arjuna yang sudah habis kesabaran

Setelah selesai memilih baju Arjuna memutuskan untuk segera pulang karena sudah merasa lelah dan banyak pekerjaan yang harua dikerjakan. Arjuna melenggang santai meninggalkan Mall, tanpa peduli Citra yang kerepotan membawa banyak belanjaan ditangan. Sepanjang jalan hanya bisa ngedumel sendiri dan menahan kesal.

Langkahnya yang kecil tak bisa mengimbangi kaki Arjuna jadilah tertinggal di belakang. Seperti toko berjalan membawa tentengan dimana-mana. Arjuna yang sadar sudah meninggalkan Citra kembali berbalik dan membantu membawakan barang belanjaan nya dan mengambil semua dari tangan Citra

''Kalo butuh bantuan itu, ngomong punya mulutkan?'' ucap Arjuna menaruh barang belanjaannya di dalam bagasi mobil.

''Om nya aja, yang engga peka!'' sahut Citra sarkas.

.

Ketika sudah sampai di rumah dan bersiap untuk tidur suara bel dirumah Arjuna, berbunyi kebetulan ada Citra yang sedang mengambil air minum di dapur. Penasaran, Citra berlari untuk membuka pintu, meski heran tak seperti biasanya malam-malam begini ada tamu.

Ceklek!

''Siapa?'' tanya Citra menatap sosok laki-laki yang berdiri di depannya, bukannya menjawab orang itu langsung nyelonong masuk ke dalam tanpa permisi.

''Kamu yang siap? Kak Arjuna ada, 'kan? Kenalin aku adeknya, Devan Niswara.'' Devan mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Citra.

''Aku--'' ucap Citra tergagap, bingung. Harus menjelaskan bagaimana karena setatusnya engga jelas. Arjuna turun dari bawah tangga menatap siapa orang yang sedang berbicara dengan Citra yang sepertinya terlihat akrab.

''Ngapain kamu kesini? tanya Arjuna setelah tau tamu yang tak diundang itu adalah adeknya.

''Kapan pulang, Kak?''

''Kalo ditanya, tuh jawab. Jangan balik nanya?'' ucap Arjuna sarkas.

Citra menatap Arjuna dan Devan yang sepertinya hubungan mereka tak begitu baik. Citra membisikkan sesuatu ke arah Devan. Membuat Arjuna penasaran dan menajamkan pendengarannya.

''Dia itu, selalu judes, ya kalo ngomong? bisik Citra dan membuat Devan terkikik geli.

''Iya dia emang judes dan galak, tapi baik kok sebenernya,'' sahut Devan.

''Jangan bisik-bisik Citra, aku masih bisa dengar ya apa yang kamu omongin.''

Citra kembali ketempat duduknya dan melipat ke dua tangan di dada, mencebik. Entah apa yang di omongin mereka karena, kelelahan tak sadar Citra tertidur di bangku, dan ternyata pagi sudah menyapa tak sadar sudah berada di kamarnya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel