Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5

Merasa lebih baik, Citra memutuskan untuk turun dari ranjang dan ingin memasak di dapur karena hampir dua hari terbaring di ranjang membuat tubuhnya terasa pegal dan kaku. Di tambah badannya yang terasa lengket karena belum mandi.

Saat sakit Arjuna begitu posesif padanya, bahkan untuk ke kamar mandi pun dilarang, bahkan Arjuna rela membersihkan tubuh Citra dengan lap bersih. Nggak menyangka pria jutek dan kalo ngomong suka asal ternyata sangat perhatian dan peduli padanya.

Membuat Citra makin nggak enak karena terlalu banyak merepotkan dan hutang budi.

Citra mulai memanaskan panci untuk membuat secangkir kopi dan teh manis, karena setia pagi setelah bangun tidur Arjuna selalu memulai aktifitas paginya dengan meminum kopi, karena baginya mampu membuat moodnya jauh lebih baik katanya.

Sembari menunggu air panas Citra mencari bahan sayuran dikulkas yang hanya ada roti, telor, kornet dan keju itu pun dia yang membelinya kemaren sebelum sakit.

Tak habis akal, Citra berinisiatif membuat sandwich untuk menu sarapan, dalam sekejap jadilah satu porsi menu sarapan yang terhidang di meja dan kali ini giliran membuat kopi.

Citra mencoba meraih toples kopi di atas lemari yang letaknya cukup tinggi, hingga ke susahan untuk meraihnya. Nyaris saja tubuhnya terjatuh jika tak ada Arjuna yang menangkapnya dan menggendongnya ala bridal style menuju kamar.

Badan Citra terasa panas dingin bukan karena demamnya, tapi karena sikap Arjuna membuatnya sesak napas hatinya seperti akan goyah, lalu ingatannya kembali pada seorang Panji Sadewa, kekasihnya. Membuang jauh-jauh pikirannya yang mulai mengusik.

Citra berusaha meronta dan meminta di turunkan dari gendongan, Arjuna kekeh tak mau menurunkannya. Sebelah kakinya di gunakan untuk membuka pintu kamar.

BRUGH !

Mereka terjatuh di kasur dengan posisi Citra tertindih dibawah, manik mata Arjuna bersitatap, saling mengunci. Hanya hembusan napas yang terasa menyapu, dan debar jantung yang seperti melompat-lompat ingin keluar dari tempatnya.

Wajah Arjuna kian mengikis, sesuatu yang dingin dan tebal menyentuh bibir Citra berubah menjadi kuluman lembut namun menuntut, menghadirkan debar halus dalam dada.

Citra kembali pada kesedarannya, bola matanya melebar, menyadari tentang apa yang sedang dilakukan. Salah satu tangannya yang bebas menampar pelan pipi Arjuna.

Bahkan dengan pacarnya saja, Citra tidak pernah melakukan ciuman, tapi sekarang Arjuna mengambil first kiss nya, yang berusaha ia jaga untuk calon suaminya kelak.

Tamparan tangan Citra membuat Arjuna, sedikit tersentak dan berhenti melakukan aktifitasnya setelah kembali dengan kesadarannya, duduk di tepi ranjang dan merasa salah tingkah karena merasa khilaf, terbawa suasana. Ingat Arjuna pria normal, apa lagi dengan posisi seperti ini, terutama saat pagi, serangan fajar lebih menakutkan.

''Itu hukuman buat kamu, karena engga nurut!'' Arjuna melangkahkan kakinya keluar dari kamar Citra, seolah yang terjadi hanya sesuatu yang biasa.

Citra terperangah, mengusap bibirnya yang masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Kembali diusapnya dengan kasar dan menampar bibirnya beberapa kali. Seolah bisa menghapus bekas ciuman yang masih terus saja terasa menempel.

Shit! Umpatnya.

Dengan senyum yang terus terukir, Arjuna menyesap kopi dan memakan menu sarapan yang dibuat Citra dengan lahap.

Arjuna melihat Citra keluar dari kamar, ekor matanya terus memperhatikan gerak-geriknya yang menoleh kesan kemari seperti pencuri ingin mencari mangsa. Namun tak menyadari keberadaanya.

Citra salah tingkah, saat akan keluar melihat sosok Arjuna yang tengah menyesap kopi, membuatnya lupa akan tujuannya tadi yang ingin ke dapur mengambil minuman, tapi justru berakhir di sebuah ruang yang tak terpakai, kembali lagi berjalan dan memutuskan untuk ke kamarnya.

Citra terperangah mendapati Arjuna berdiri bersandar di depan pintu kamarnya, dengan wajah datarnya dan alis naik turun.

''Ehhemm, mau kemana Citra? Apa perlu pakai GPS biar nggak nyasar?'' sindir Arjuna yang seolah bisa menebak pikiran Citra.

''Engga perlu! Aku sengaja kok, ingin jalan kesana.''

''Ohw, aku pikir kamu lupa letak dapur, terus gelas kosong itu buat apa?'' Arjuna menunjuk gelas ditangan Citra yang ada di tangannya.

''Ini ... buat nimpuk tikus,'' sahutnya asal.

''Enak aja buat nimpuk tikus, mahal itu. Kamu mau buat prabotanku habis?''

''Ngga bakal miskin, Om kalo cuma satu yang pecah,'' Citra mencebik.

''Kamu nggak tau harga gelas itu berapa?''

''Paling 100 ribu selusin, gelas kaya gini. Di pasar juga banyak,'' Arjuna merogoh benda pipih di kantongnya dan menunjukkan harga dan gambar gelas kristal ditangan Citra yang tertera di situs online.

Pupil mata Citra melebar, bibirnya menganga seolah tak percaya dengan harga gelas yang di pegannya yang di bandrol dengan harga lima ratus ribu, hanya untuk satu buah gelas.

''Aku mau berangkat, hati-hati dirumah. Ingat pesan aku, jangan melakukan apapun apalagi sampai masuk dapur. Kamu itu masih sakit dan lemah, perlu banyak istirahat. Kecuali kalo kamu mau mendapat hukuman lagi,'' Arjuna meletakkan telunjuk jarinya di bibir Citra, seolah memberi peringantan. ''Manis, aku suka,'' bisik Arjuna di telinga Citra.

Sukses membuat Citra bergidik ngeri dan memilih untuk masuk ke dalam kamar dan mengunci rapat-rapat. Sedangkan Arjuna berjalan santai sambil bersiul dan memainkan kunci mobil ditanganya.

.

Citra berjalan-jalan di sekitar halaman rumah Arjuna, karena selama ini yang dia tau hanya sebagian kecil rumahnya saja banyak ruang kamar kosong yang tak terisi. Merasa cukup Citra melanjutkan ke bagian halaman belakang yang ditanami dengan beberapa tanaman hias yang sedang bermekaran di tambah rumput sintetis agar terlihat lebih hijau.

Angin berhembus membelai wajah dan rambutnya yang di ikat asal, menyisakan sedikit anak-anak rambut yang terurai di leher jenjangnya. Terasa menyejukkan di hirupnya oksigen banyak-banyak seakan membuat hatinya terasa lebih baik. Citra memutuskan untuk menyiram tanaman dan mencabut rumput liar yang memulai tumbuh.

Arjuna memarkirkan mobilnya tepat di halaman rumah bersiul-siul gembira dengan membawa paper bag berwarna coklat ditangan.

Arjuna membuka handel pintu, tak biasanya rumah terlihat sepi. Bisanya jam segini Citra sedang menonton televisi kesukaan drama Korea, Arjuna berlari menuju kamar, dapur dan ruang lainnya, namun tak ditemui keberadaannya. Semua terlihat kosong.

Sayup-sayup terdengar suara orang bernyanyi di taman samping rumahnya, gegas Arjuna berlari mendekat ke arah sumber suara di lepasnya jas yang di kenakan ke sembarang tempat, menggulung lengan kemejanya hingga siku.

Napasnya naik turun sekaligus lega melihat Citra yang sedang asyik menyiram tanaman dan mencabut rumput di kendurkannya dasi yang masih mengikat lehernya.

''Citra ... '' teriak Arjuna saat melihat Citra yang sedang mencabuti rumput

''Apa sih, Om teriak-teriak, aku belum tuli, Om,'' sahut Citra yang kaki dan tangannya penuh lumpur dan menghampiri Arjuna yang terlihat seperti orang kebingungan.

Mata Arjuna melotot melihat Citra berdiri di depannya yang seperti asyik memainkan lumpur ditangan dan kakinya. Bener-benar bocah satu ini bikin selalu jantungan, suka melakukan hal-hal ajaib.

''Kamu ngapain, belepotan kaya gitu? Cuci tangan sama kaki sana!''

''Om ngga bisa liat, aku lagi ngapain?Citra menujukkan rumput yang baru saja di cabut, diangkatnya tinggi menunjukkan pada Arjuna.

''Iya, aku tau. Maksudnya ngapain kamu nyabutin rumput. Siapa yang suruh, Citra?''

''Engga ada, aku yang mau sendiri.''

''Buruan cuci kaki dan tangannya, bentar lagi kita mau pergi.''

''Pergi kemana, Om?'' tanya Citra penasaran, karena sejak tinggal dirumah Arjuna tak pernah sekalipun di ajak pergi keluar rumah.

Belum sempat menjawab, Arjuna sudah memberikan tatapan tajam dan berjalan mendekat ke arahnya. Buru-buru Citra membersihkan tangan dan kakinya sebelum Arjuna melakukan hal-hal yang tak terduga seperti waktu dikamar, membayangkannya membuat Citra menggelengkan kepalanya.

Arjuna tersenyum miring dengan melipat tangan di depan dada memperhatikan Citra yang tak berkutik seperti anak ayam yang lucu.

''Ayo buruan Citra, lelet banget sih, butuh bantuan, hah?'' Arjuna menaikkan satu alisnya. Gegas Citra menyelesaikan cuci tangan dan kakinya berlari menuju kamar.

Arjuna tengah duduk di kursi singlenya di ruang tamu menanti Citra yang belum keluar dari kamarnya sesekali melirik benda jam di pergelangan tangannya. Tak sabar Arjuna bangkit menuju kamar Citra.

Citra berjalan mondar mandir di dalam kamar mandi karena lupa tak membawa baju ganti, yang ada hanya selembar handuk yang hanya bisa di pakai untuk menutupi sebagian tubuhnya. Citra menggigit jari jemari kukunya. Kepalanya melongok menyapu siisi ruang takut jika ada Arjuna yang suka menerobos masuk kamar karena lupa tidak mengunci.

Baru akan melangkah kan kaki, suara bariton Arjuna terdengar mengeggema diruang kamarnya. Terpaksa Citra meminta tolong Arjuna membawakan baju gantinya. Walaupun sebenarnya malu

''Om ... '' teriak Citra malu-malu dengan wajah memerah seperti udang rebus.

Arjuna mengahmpiri Citra, dengan wajah datarnya, walau sebenernya badannya pun terasa tak karuan melihat tubuh Citra yang hanya terbungkus handuk. Jakunnya terlihat naik turun menelan salivanya melihat tubuh mulus yang hanya tertutup di bagian tertentu. Buru-buru Arjuna memalingkan wajahnya.

''Om, tolong ambilkan baju aku di dalam lemari,'' ucap Citra malu, bahkan wajahnya yang putih terlihat memerah apalagi saat Arjuna memberikan baju plus dengan underwearnya. Rasanya ingin menghilang saat ini juga dari bumi.

Arjuna kembali duduk di ruang tamu dengan memainkan benda pipih ditangannya. Sesekali matanya menatap ke arah kamar Citra, berharap cepat keluar karena tak sabar ingin mengajaknya keliling kota Jakarta dan memberikan sesuatu pada Citra.

Citra berdiri di depan Arjuna pura-pura terbatuk, wajahnya tertunduk menekuri lantai.

''Buka itu?'' Arjuna menunjukkan paperbag yang berada ada diatas meja dengan isyarat matanya.

''Apa, ini?'' tanya Citra penasaran

''Bisa buka sendiri, 'kan?'' sahut Arjuna datar tanpa mengalihkan fokusnya pada benda pipih ditanganya.

''Bisa dijawab juga, 'kan?'' Mata Citra berbinar yang ternyata adalah sebuah ponsel, diam-diam Arjuna melirik Citra melewati ekor matanya yangu tersenyum riang.

''Ayo buruan, nanti kemalaman,'' ucap Arjuna berdiri dan memasukkan benda pipih kedalam saku kantong celananya.

''Kita mau kemana, Om?''

''Jual ginjal kamu, buat bayar makan kamu selama disini.''

Brugh! Citra menjatuhkan kotak yang berisi ponsel hingga terjatuh membentur lantai mendengar ucapan Arjuna, lidah Citra seakan kelu tak mampu mengucapkan sepatah katapun karena terlalu kaget dan tak bisa berpikir jernih. Takut jika orang yang berdiri di depannya benar-benar akan menjual ginjalnya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel