Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Suasana pagi ini terasa sepi tak seperti biasanya, Arjuna mengedarkan pandangan ke sudut dapur, tapi tak ada siapapun. Tak biasanya jam segini Citra belum keluar kamar. Membuat hati Arjuna tak tenang.

'Apa Citra marah gara-gara, aku kerjain semalam. Dasar bocah merepotkan saja,' gumam Arjuna dalam hati.

Gegas, Arjuna melangkahkan kaki ke kamar Citra yang masih tertutup rapat, ragu dan khawatir takut terjadi sesuatu padanya karena tak biasanya jam segini Citra belum bangun? Bahkan biasanya sudah ada sarapan yang tersaji di meja. Rasa khawati makin menghinggapi saat mengetuk pintu kamarnya tak dibukan juga.

''Cit ... citra ... buka pintunya?'' teriak Arjuna, membahana ke segala penjuru ruangan.

Untuk ke sekian kalinya Arjuna mencoba menggedor pintu kamar Citra hingga tangannya memerah, tapi tak ada tanda-tanda pintu di buka.

'Jangan-jangan, Citra kabur atau ... ' Arjuna menggelengkan kepalanya, membuang pikiran negatif yang bersarang dikepala.

Arjuna berinsiatif untuk membuka pintu dengan kunci cadangan yang disimpan di laci kamarnya.

Bersyukur memiliki kunci cadangan jadi di saat genting seperti ini, bisa di gunakan tanpa perlu repot-repot mendobrak pintu. Arjuna kembali ke kamar mencari kunci cadangan.

Tak sabar Arjuna segera membuka pintu kamar Citra, wajahnya yang sudah merah padam menahan kesal berubah menjadi ke khawatiran, karena melihat wajah Citra yang pucat dan merancau tak jelas.

Arjuna menghampiri Citra yang terbaring lemas di ranjang dengan wajah pucat dan menggigil. Betapa kegetnya Arjuna saat tahu suhu tubuh Citra sangat panas.

***

Alunan musik gamelan khas jawa terdengar mendayu-dayu, gemericik suara air dari pancuran kolam ditengah halaman menambah kesan asri rumah khas yang dibangun dengan ciri khas jawa, dan beberapa bagian dibangun dengan sentuhan modern. Di bagian gerbang terdapat dua simbol gunung seperti di pewayangan.

Terdengar suara isak tangis dari dalam rumah, meratap pilu.

''Sudah to, Bu jangan nangis terus nanti air matanya habis,'' ucap Aryo Sanjaya menenangkan istrinya.

''Bapak, iki piye to. Anak sendiri kabur malah tenang-tenang saja. Nanti kalo ada apa-apa, gimana, Pak? Dia itu, anak perempuan kita satu-satunya. Bapak iki terlalu keras, Ibu nggak mau tau pokoknya Bapak harus cepat bawa pulang Citra,'' sahut Ambar Santika.

''Iya, Ibu tenang aja. Bapak udah mengerahkan anak buah, buat cari Citra. Sekarang Ibu makan dulu ya? Nanti kalo sakit gimana?'' Aryo mengelus bahu Ambar dengan penuh kelembutan.

***

Arjuna menyiapkan baskom dan handuk kecil untuk mengompres Citra, supaya panasnya cepat turun. Melihat gadis di depannya tak berdaya membuat rongga dadanya terasa tersiksa, padahal belum lama saling mengenal ada rasa iba yang menggelayuti.

Di sadari atau tidak Citra berhasil mengusik hatinya, hari-hari yang dilaluinya kini terasa lebih berwarna kembali dengan segala tingkah polosnya, Arjuna merasa seperti menemukan oase di padang pasir. Sejak penghianatan pacarnya dahulu yang meninggalkannya begitu saja tanpa alasan yang jelas.

Bukan ia tidak tahu apa yang dilakukan kekasihnya dibelakangnya, terkadang rasa cinta memang bisa membutakan segalanya, karena itulah sampai sekarang Arjuna belum mau menikah, trauma akan penghianatan membuatnya seakan mati rasa. Begitu dalam luka yang ia rasakan ingin bangkit pun terasa sulit. Meski pun kedua orang tuanya selalu saja memaksa untuk menikah tapi selalu tak di gubrisnya.

Arjuna menatap jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 11.15 WIB waktunya untuk makan siang. Sudah hampir seminggu, Bik Sumi pembantu dirumahnya meminta cuti, mau tidak mau Arjuna harus turun tangan sendiri untuk memasak dapur. Siapa tau ada bahan-bahan yang bisa digunakan untuk membuat bubur.

Satu persatu laci dapur di buka, tapi tak ada sayuran yang tersisa hanya ada roti dan snak-snak yang Citra beli kemaren. Mau tidak mau Arjuna membeli makanan lewat aplikasi online.

Arjuna kembali ke kamar Citra setelah makanan yang di pesannya datang membawa baki berisi bubur ayam dan teh manis hangat agar Citra memiliki tenaga.

''Cit ... citra bangun, makan dulu? Habis itu minum obat ya?'' ucap Arjuna lembut penuh perhatian.

Mata Citra mengerjep perlahan saat merakan tepukan dipipinya, Citra terbangun, matanya melotot dan terperanjat melihat Arjuna yang berada di kamarnya, dan melihat pakaian yang melekat ditubuhnya, takut Arjuna melakukan hal yang tidak-tidak.

Sejanak Citra merasa lega karena pakaian ia kenakan masih utuh dan tak ada tanda-tanda yang seperti dipikirkan. ingin protes tapi tenaganya tak cukup kuat untuk saat ini. Badannya kembali limbung.

Arjuna berinisiatif membantu Citra untuk duduk bersandar di kepala ranjang. Manik mata Citra dan Arjuna saling berserobok ada debar halus yang bergelenyer di dalam sini ada rasa ingin selalu melindungi gadis di depannya yang terlihat rapuh.

''Buka mulutnya?'' Citra menggelengkan kepala, membuat Arjuna kesal dan sedikit membanting sendok.

''Aku engga lapar, Om.'' Citra membuang muka.

''Sedikit aja biar enggak lemas, kamu mau terus-terusan sakit? Kamu pikir aku baby sitter?''

Citra bergeming, dan berusaha menolak karena selera makannya mendadak hilang dan lidahnya terasa pahit, tetapi berhubung Arjuna terus memaksa mau tak mau Citra pun menurut, apalagi mendengar ancamannya. Membuat Citra bergidik ngeri.

''Oke, berarti kamu mau disuapin pake mulut,'' ucap Arjuna. Walaupun sebenarnya itu hanya bualan tapi ternyata ucapannya sukses membuat Citra menurut.

Diam-diam Arjuna tersenyum tipis karena tingkah Citra yang lugu, bahkan hanya dengan ancaman seperti itu saja bisa membuatnya langsung patuh, bener-benar perempuan langka dijaman sekarang.

Padahal biasanya Citra selalu ketus dan melawan.

Dalam hati Citra merasa berterima kasih karena Arjuna sudah merawatnya dengan baik bahkan rela tak masuk kerja demi menjaganya walaupun tingkahnya itu suka bikin spot jantung, tapi Citra yakin Arjuna orang yang baik.

''Kenapa, liatin naksir?''

''Tuh kan, kumat lagi resenya,'' Citra mencebik.

''Di minum obatnya, biar cepat sembuh.''

''Makasih, Om. Udah mau ngerawat Citra, aku nggak tau harus gimana buat bales budinya,'' ucap Citra tulus.

Orangtua Citra selalu mengajarkan untuk selalu balas budi kesetiap orang yang memberikan bantuan dimanapun dan kapanpun berada harus berusaha saling tolong menolong.

Jika suatu hari nanti butuh pertolongan pasti akan ada orang yang menolong walau pun bukan dengan orang yang sama.

''Hemp, beneran kamu mau balas budi?'' Bola mata Arjuna bergerak ke kanan dan ke kiri, berpikir tentang sesuatu dan akhirnya hanya menghela napas. ''Nanti, akan aku pikirkan. Cepat sembuh biar lebih seru kalo di ajak gulat.''

Bibir Citra terkatup rapat, meloto tajam mendengar kata gulat apa-apan maksudnya itu? Dia mau ngajak tinju gitu atau ada maksud lain? Memikirkannya saja membuat Citra bergidik ngeri, dia bukan anak-anak yang polos dan tak tau artinya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel