Bab 2
Wajah Arjuna terlihat puas menikmati nasi goreng yang dibuat Citra, rasanya sangat enak seperti masakan Ibunya.
''Gimana Om masakan aku, enak ga?''
''Hemm, Om-Om mulu panggilannya, sejak kapan aku jadi Om kamu!'' Arjuna berdecak kesal meletakkan sendok di pinggir piring. Menatap tak suka.
''Ya, terus aku panggil apa dong Mas, Kaka, Bapak? Mang udah tua juga kok mukanya.'' Citra mendesis.
What the ... !
''Terserah kamu lah! Tidur sana!''
''Aku tidur dimana, Om?''
''Di atas genteng!'' Citra mencebik mendengar ucapan Arjuna, pria di depannya benar-benar menyebalkan dan suka asal bicara. '' Ayo aku tunjukkan kamarnya.''
Citra berjalan mengekori Arjuna, matanya menyapu setiap sudut rumah yang berisi perabotan-perabotan mewah dan berkelas. Tapi sayang rumahnya terlihat sepi.
''Om, tinggal sendiri disini?'' tanya Citra yang masih fokus menyapu penjuru ruangan. Tanpa sadar menabrak punggung Arjuna yang berhenti mendadak.
BRUGH ... !
Citra meringis menyentuh dahinya, setelah menabrak pria di depannya. ''Awh!'' Pekiknya tertahan, wajahnya menengadah menatap nyalang manik mata Arjuna.
''Makanya kalau jalan pake mata, jangan meleng!''
''Ck, Om yang salah, berhenti mendadak.'' Tak terima dituduh Arjuna berjalan mendekati Citra, membuat berkidik ngeri. Citra terus berjalan mundur hingga terpojok ditembok
''Mau ngapain, Om?'' Citra mendorong bahu Arjuna, sedang Arjuna tersenyum mengejek dan menyeringai, menatap wajah Citra yang terlihat ketakutan.
''Kenapa, takut? Teriak aja, nggak bakal ada yang bisa nolong juga. Di rumah sebesar ini hanya ada kita berdua.'' Citra menelan Salivanya susah payah debar jantungnya makin tak terkendali, kakinya mendadak susah untuk di gerakan. Mungkin ini hukuman udah berani melawan orangtuanya. Hingga harus bertemu pria yang menakutkan dan tak tau orang seperti apa dia sebenarnya.
Dengan kekuatan yang tersisa Citra berusaha menatap bola mata Arjuna, yang kilatan matanya begitu tajam ditambah aura Arjuna yang mengintimidasi, nyalinya menciut. Ingin rasanya ia pulang ke rumahnya tetapi uangnya tidak cukup dan tak tau arah jalan pulang karena ini pertama kalinya ke Jakarta.
''Awh,'' Arjuna mengaduh merasakan nyeri di ujung kakinya karena dengan sengaja Citra menginjaknya, hingga membuat badannya sedikit membungkuk menahan sakit yang menjalar.
''Syukurin, emang enak. Dasar mesuk,'' ucap Citra ketus
''Kamu- dasar bocah nggak tau terima kasih, aku tuh cuma mau ngambil ini.'' Arjuna mengambil ulat bulu yang menempel di belakang punggung Citra dan memperlihatkannya. Membuat Citra terperanjat dan bergidik ngeri, geli lebih tepatnya. Berlari kesana kemari, hingga napasnya memburu dan tersengal dadanya terasa naik turun,
Citra terduduk luruh di pojokkan, sekaligus merasa lega, karena Arjuna tak seperti yang dipikirkan, hewan melata adalah salah satu yang ditakuti dihidupnya, lebih baik berhadapan dengan mafia dari pada ketemu hewan menjijikan tersebut. Pikirnya.
''Mau sampai kapan disitu, ayo bangun.'' Arjuna menghampiri Citra.
''Bantuin, Om?'' ujar Citra mengangkat tangannya.
Tak tega. Melihat peluh di kening dan rambut Citra mau tak mau Arjuna mengulurkan tangannya.
''Belum apa-apa udah nyusahin gini, gimana nanti.'' Protes Arjuna.
''Makasih Om.''
''Ini kamar kamu, istirahat sana. Jangan lupa mandi, bau tau engga.'' Citra memutar bola mata malas, mencium ketiaknya sendiri dan ternyata emang benar badannya terasa bau ditambah rambutnya yang lepek basah oleh keringat.
'' Sekali lagi makasih, Om.'' ucap Citra tulus setelah sampai ambang pintu. Arjuna menganggukan kepala dan berlalu begitu saja.
Bagaimana mungkin ada ulat bulu di punggungku, aneh. Apa mungkin ini cuma Om itu aja yang ngerjain aku? tapi itu tadi ulat bulu beneran kan?'' gumam Citra pada diri sendiri dari balik pintu yang merasa bingung.
Tak menemukkan jawaban Citra memutuskan untuk mandi membersihkan tubuhnya yang terasa lengket dan gatal, berkali-kali Citra memjamkan mata tapi kantuk tak kunjung datang juga. Ia duduk memeluk lututnya sendiri siapa tau bisa membuatnya lebih baik. Entah jam berapa ia tertidur tiba tiba sinar mentari pagi mengusik tidurnya, sesekali Citra menguap dan menegakkan otot-otot yang terasa kaku.
.
Citra berjalan gontai menuju kamar mandi melakukan rutinitas paginya menjalankan tugasnya membersihkan rumah dan membuat sarapan untuk Arjuna seseuai perjanjian kemarin.
Seperti biasa sebelum berangkat bekerja Arjuna selalu menyempatkan diri untuk melakukan gym sebelum berangkat kerja, seperti ada yang kurang jika ia tak berolahraga terlebih dahulu meski hanya lari-lari kecil. Setidaknya semua itu mampu membuatnya lebih rileks dan bersemangat menjalani hari-harinya. Jadi tak heran jika tubuhnya terlihat atletis bak Dewa Yunani dengan otot-otot perutnya terbentuk, sempurna seperti roti sobek.
Aroma kopi menyeruk, hingga indra penciumannya. Penasaran Arjuna menghentikan sesi gym dan mencari sumbur aroma yang menggoda fokusnya.
Pandangan Arjuna menyapu tiap ruangan rumahnya terlihat lebih rapih dari sebelumnya, matanya menatap Citra yang tengah menyibukkan diri di dapur.
''Ngapain, pagi-pagi udah bikin gaduh dapurku. Hah?'' Suara bariton Arjuna mengagetkan Citra yang tengah fokus mencuci piring hingga membuat piring yang ia pegang terjatuh.
Apalagi melihat Arjuna yang hanya memakai boxer dan bagian atas tubuhnya polos tanpa baju dengan keringat bercucuran membuat Citra bergidik ngeri.
''Aduh! Bisa habis perabotan dirumah ku, kalo kaya gini ceritanya.''
''Om tuh ngagetin, ngapain gak pake baju segala. Mataku yang polos tercemar nih jadinya,'' ucap Citra menutupi wajahnya dengan kedua tangan, melihat pemandangan di depannya.
Arjuna malah makin mendekat, menatap wajah Citra yang memerah dan grogi. Seperti hiburan tersendiri, semakin ingin menggodanya,
''Kaya nggak pernah lihat orang telanjang aka.''
''Emang nggaka pernah.''
''Heran, tinggal di planet mana sih? Begini aja heboh. Dasar bocah.'' Arjuna duduk dimeja makan menyesap kopi yang terlihat asapnya masih mengepul, menghirup dalam-dalam aromanya seperti ada aromaterpi tersendiri, menenangkan.
''Om, ihgt! Jorok, liat tuh keringantnya netes.'' Protes Citra kesal meninggalkan Arjuna.
''Hey, mau kemana?''
Citra tak menggubris teriakan Arjuna, pergi begitu saja ke kamarnya membanting pintu dengan kasar.
''Woy, pelan. Bisa ancur rumahku nanti.'' Teriak Arjuna, menggelengkan kepala dan kembali fokus pada kopi bikinan Citra.
'Pinter banget tuh bocah, bikin kopi seenak ini, kalo kaya gini sih ga perlu nongkrong lagi di cafe,' ucapnyq dalam hati.
Setelah menghabis kan kopi Arjuna kembali ke kamarnya bersiap untuk mandi dan pergi ke kantor.
Tok ... tok ... !
''Buka pintunya?'' ucap Arjuna yang sejak tadi tak melihat Citra sejak masuk kamar. Setelah beberapa kali mengetuk pintu akhirnya Citra mau membuka pintu.
''Apa?'' ketus Citra. Menatap Arjuna yang sudah memakai baju rapih, khas kantoran. Membuatnya terlihat berwibawa dan telihat tampan.
''Kok nyolot sih, aku mau kerja. Jangan kemana-mana, tar ilang lagi anak orang.''
''Iya, lagian aku juga nggak tau mau kemana.''
''Jangan lupa, bersih-bersih rumah. Semua harus di lap biar kinclong. Aku berangkat.''
''Iya, bawel banget deh. Hati-hati Om,'' ucap Citra menatap punggung Arjuna hingga menghilang dibalik pintu.
***
