Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 14

Arjuna melangkahkan kaki, menghampiri Citra yang tengah tertidur meringkuk di kursi seperti anak bayi dengan selimut yang membalut tubuhnya.

Di pandangnya wajah, Citra tanpa berkedip seulas senyum terbit dibibirnya, terdengar lenguhan kecil bergerak menggeliat membuat leher jenjangnya yang putih bersih terlihat seksi.

Jakun Arjuna naik turun, susah payah menelan salivanya, rasanya ingin menghisap seperti vampir. Arjuna memutuskan untuk keluar dari kamar Citra takut menganggu tidurnya, tak lupa memberikan kecupan hangat di kening.

Tak lama Citra terbangun dari, menatap jam yang tertempel di dinding menunjukkan pukul 07.00 wib. Matanya membeliak karena bangun kesiangan. Bersiap melakukan rutinitas paginya, mandi dan berangkat kerja melakukan secepat yang ia bisa gara-gara peristiwa semalam, membuatnya tertidur hingga larut.

Dengan rambut yang dikuncir asal Citra keluar dari kamar, segera berlari tapi ternyata kakinya masih sedikit sakit membuat gerakannya sedikit terbatas.

Arjuna yang baru turun dari tangga mencegah langkah Citra, membuatnya berhenti mendadak persis seperti maling yang habis ketahuan nyolong.

''Mau kemana? Pagi-pagi udah mau kluyuran?'' tanya Arjuna menghampiri.

Citra menoleh, menatap wajah Arjuna yang terlihat garang melipat tangan di depan dada dengan menaik turukkan alisnya. Lebih heran lagi karena melihat Arjuna hanya hanya memakai kaos oblong dan celana pendek sebatas lutut, padahal bukan hari libur.

''Ck, mau berangkat kerja, Om.''

''Siapa yang ngijinin kamu pergi dari rumah?''

''Om enggak kerja?''

''Kenapa balik tanya?''

Citra memutar bola mata, sebal.

''Om, aku berangkat dulu ya? Nanti telat, nih? Baru sehari kerja udah ijin aja, nanti aku bisa dipecat,'' ujar Citra merajuk.

''Kamu mau aku bikin bangkrut, Restorannya?'' sahut Arjuna datar tetapi mengandung ancaman.

''Dasar tukang maksa!'' Ucap Citra mencebik.

Arjuna berdiri tepat di depan Citra dengan tatapan yang sulit diartikan dan langsung merengkuh kedalam pelukan menyalurkan kerinduan yang terpendam apalagi gara-gara peristiwa semalam membuatnya makin khawatir akan keselamatannya.

Citra yang tak siap hanya diam mematung, berpikir. Bingung, kadang orang yang sedang memeluknya ini sikapnya sangat aneh, tiba-tiba baik dan perhatian sentengah mampus, tapi kadang ketus nggak ketulungan dengan omongannya yang judes.

Citra mengangkat kepalannya, mendongak menatap manik mata Arjuna yang sama sedang menatapnya lekat, jarak wajah Arjuna kian mengikis hidungnya nyaris bersentuhan dan memiringkan kepalanya, bahkan hembusan napasnya terasa hangat diwajahnya. Hampir saja sesuatu yang diinginkan terjadi jika tak suara ringtone ponsel yang mengacaukannya.

Tiba-tiba ponsel di kantong Arjuna berbunyi mengagalkan kegiatannya, membuat mengeram kesal dan mengacak rambutnya. Arjuna menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sedangkan Citra buru-buru masuk kedalam kamar, merutuki dirinya sendiri.

Citra bersandar dibalik pintu menengkan jantungnga yang berdetak abnormal, ponselnya bergetar di dalam tas banyak pesan masuk dari Panji yang belum sempat di baca.

[Cit ... gimana? Udah pamitan belum]

[Bisa kita ketemuan?]

[Kangen]

[Cit...]

[Sibuk?]

[Lagi dimana?]

Citra menepuk dahinya, berjalan mondar-mandir di depan pintu kamar tak tau harus menjawab apa. Bahkan rencananya untuk pindah pun belum sempat disampaikan. Mendadak hatinya berubah sendu serasa tertusuk duri, merasa seperti orang yang tengah berselingkuh dengan lincah jari jamri Citra membalas pesan Panji.

[Maaf, Nji aku belum bilang pamit]

[Miss you to]

[Hari ini aku engga bisa pergi, kakiku sakit]

Send Citra membalas chat Panji.

[Sakit kenapa?]

[Aku kerumah sekarang]

Mata Citra melebar membaca balasan chat dari Panji karena takut akan terjadi salah paham lagi. Apalagi hubungannyq baru saja sedikit lebih mencari dengan Arjuna.

[Engga usah, Nji]

[Aku tidak apa-apa]

[Besok aja ketemunya?] send Citra megirimkan pesan dan langsung dibalas dengan persetujuan, sejenak hatinya merasa lega, mengelus dadanya berulang kali.

.

Tok,tok,tok!

Arjuna berdiri mengetuk kamar Citra berniat untuk mengajaknya ke rumah sakit menjenguk Laras, dia sudah tidak peduli lagi dengan fakta bahwa sudah memiliki kekasih selama janur kuning melengkung kapan saja masih bisa ditikungan, jahat emang. Tetapi pria seperti Panji tak pantas mendapatkan gadis seperti Citra.

Citra menyembulkan kepala dibalik pintu menatap Arjuna yang sudah berpakaian rapih, wajahnya bahkan masih merah gara-gara kejadian tadi pagi, ingin sekali menghindari hari ini, namun rasanya tak mungkin bahkan orangnya saja malah sudah berdiri didepan kamardengan wajah datar seolah lupa akan kejadian paling konyol selama hidupnya, malu.

Untung saja tak ada orang lain yang melihat. Mau ditaro dimana wajahnya kalo sampai ada yang lihat, dasar Om-Om mesum.

''Ganti bajumu?'' ujar Arjuna to the point.

''Kita mau kemana, Om?''

''Ganti aja dulu, nanti kamu akan tau,'' sahut Arjuna dengan wajah datar dan memasukkan salah satu tangan kedalam saku kantong celananya. Membuatnya kian menawan ditambah rambutnya yang tersisir rapih dia emang selalu klimis saat akan keluar rumah kecuali jika tak ada acara. Hanya akan memakai celana pendek diatas lutut dan kaos oblong.

Apa susahnya sih ngasih tau sekarang, sok misterius banget dasar Pak Tua, grutunya dalam hati sambil memilih-milih baju yang akan digunakan dan pilihannya jatuh pada baju batik berwarna navy agar senada dengan baju kemeja yang dikenakkan Arjuna.

Arjuna menatap tanpa kedip saat melihat Citra berdiri diambang pintu baju yang dikenakannya terlihat sederhana tapi terlihat pas ditubuh mungilnya, membuat Citra salah tingkah dan tertunduk malu.

Tak banyak bicara mereka langsung masuk ke dalam mobi menuju rumah sakit, karena Laras terus saja bertanya tentang Citra yang membuatnya kewalahan untuk mencari alasan terus menerus.

''Mau kemana kita, Om?'' tanya Citra untuk kedua kalinya karena merasa penasaran, jika tidak ada yang penting seorang Arjuna tak mungkin tidak ke kantor karena dia seorang yang pekerja keras makanya di usianya yang terbilang muda sudah mampu menjadi pengusaha sukses.

''Ke Rumah sakit,'' Citra terperangah mengubah posisinya, menoleh menatap Arjuna karena selama ini tidak ada yang memberitahu kalo ada kelurganya yang sakit.

''Siapa yang sakit, Om?''

''Mamah,'' sahut Arjuna singkat masih dengan fokus pandangan lurus ke depan, membuat Citra jengah, karena pertanyaan hanya di jawab singkat-singkat tanpa alasan yang jelas. Tunggu dia bilang Mamah? sakit apa sejak kapan kenapa dia baru dikasih tau sekarang? Ahgt Citra lupa, apa haknya tanya-tanya tentang keluargnya.

Citra menghembuskan napas berat.

''Om sariawan?''

''Kenapa?'' Arjuna menoleh ke arah Citra yang sedang menatapnya seakan geram dan ingin mencakar wajah tampanya karena menahan kesal.

''Enggak apa-apa, lanjutin aja nyetirnya,'' sahut Citra ketus melipat kedua tangan didada sambil mengerucutkan bibir tipisnya yang ranum. ''Om kita mampir dulu, ke toko buah, ya?''

Dahi Arjuna berkerut menatap Citra heran,'' Ngapain?''

''Mau beli material, Om. Ya mau beli buahlah, jangan-jangan gara-gara kena tonjok orang semalam, Om jadi lemot gini.''

CIT...!

Mobil berdecit, Arjuna ngerem mendadak membuat mereka terantuk untung memakai sabuk pengaman kalo tidak keningnya bisa benjol.

''Bilang apa barusan? Coba ulangin lagi?'' ucap Arjuna sarkas, wajah Citra mengkeret mendapat tatapan tajam dari Arjuna nyalinya menciut merasa salah ucap, menampar bibirnya sendiri karena sudah kelepasan berbicara karena nggak seharuanya berbicara kasar pada yang lebih tua, apalagi itu juga terjadi karena untuk menyelamatkannya, mendadak hatinya merasa bersalah.

''Maaf Om, aku nggak akan ngomong gitu lagi,'' lirih Citra yang masih terdengar oleh Arjuna dan lebih memilih melanjutkkan perjalanan karena sudah ditunggu oleh Laras.

Mobil berhenti dipelataran rumah sakit Citra berjalan mengekori Arjuna dibelakangnya, sampailah disalah satu ruang tempat Laras dirawat.

Wajah Laras terlihat lebih segar dari saat yang terakhir Arjuna lihat, membuat hatinya menghangat itu berarti kondisinya sudah lebih baik. Alis Laras bertaut melihat wajah Arjuna yang babak belur.

''Wajah kamu kenapa, Jun? Kok babak belur gitu? Kamu berantem, ya?'' tanya Laras penasaran, menatap wajah Arjuna dan Citra bergantian, khawatir.

Mendengar kata-kata Laras membuat Citra meringis, coba bukan karena nolongin dia semalam tidak mungkin Arjuna wajahnya.

''Engga apa-apa Mah, biasa ada excident kecil, namanya juga cowo. Wajar berantem,'' sahut Arjuna santai.

''Kamu ini dari dulu hobby berantem terus, malu sama umur, Jun. Jangan kaya ABG labil deh, wah siapa dia? Dari tadi diangguri, sini cantik,'' ujar Laras mengalihkan pandangan pada Citra yang sejak tadi berdiri tertunduk di belakang punggung Arjuna.

''Kenalin, Mah. Dia Citra.'' Arjuna memegang bahu Citra.

Citra maju beberapa langkah agar lebih bisa dekat menjabat tangan Laras tersenyum ramah,

''Ohw, ini yang namany Citra. Wah nggak nyangka masih muda sekali, cantik sekali dia. Juna udah banyak cerita lho tentang kamu, kapan kalian mau nikah? Mamah udah sabar pengen nimang cucu,'' ujar Laras panjang lebar.

''Ehmmpt ... Mamah apa-apaan sih, jangan bikin Juna malu deh. Baru juga ketemu udah merembet kemana-kemana.''

''Ingit umur Jun, kamu tuh udah tua dah cukup buat nikah. Mau nunggu apalagi? Mumpung Mamah masih ada.''

''Mamah,'' Arjuna mendesis tak suka dengan ucapan Laras.

Citra hanya diam tak mengerti maksud ucapan dari wanita paruh baya di depannya dan hanya memberikan senyum canggung.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel