Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 15

Setelah pulang dari rumah sakit Arjuna dan Citra duduk disebuah cafe menikmati santap makan siang dengan keheningan yang tercipta tak ada yang membuka suara hanya terdengar sendok dan garpu yang saling beradu dan diiringi oleh alunan penyanyi pengisi cafe yang membuat hanyut dalam iringan lagu yang mendayu-dayu.

''Soal omongan Mamah engga usah ditanggapin, Beliau hanya asal bicara,'' ucap Arjuna memecah keheningan. Membuat Citra mengangkat wajahnya menatap lawan bicaranya dan tersenyum canggung.

''Om ini ngomongin apa sih? Citra nggak mikirin itu, kok, kalo kata anak jaman sekarang santuy,'' sahut Citra sambil terkekeh.

Arjuna menatap Citra sejenak merasa lega dan kembali fokus pada makanan di depannya yang terlihat lezat.

Pandangan Citra menyapu tiap sudut cafe yang rame pengunjung, tiba-tiba matanya melihat seseorang yang dikenalnya bersama dengan perempuan lain terlihat sangat mesra bergelayut manja menuju parkiran cafe.

Gegas Citra pun mengikuti orang itu untuk memastikan apa yang dilihatnya. ''Om Citra ke toilet dulu, ya?''

Arjunapun tidak merasa curiga dan melanjutan kembali akitifitas makan siangnya.Hampir setengah jam Citra belum balik dari toilet membuatnya khawatir.

'Dia tidur atau apa sih, kenapa lama engga balik-balik,' ucap Arjuna dalam hati menyipitkan mata melihat jam di tangannya dengan gelisah.

Saat akan beranjak dari duduknya karena sudah tidak sabar, Arjuna melihat wajah Citra yang seperti menahan tangis berjalan ke arahnya dan membuat heran karena setaunya semua baik-baik saja tadi.

''Om, ayo, Citra mau pulang sekarang,'' tandasnya dengan bibir bergetar seperti menahan tangis, membuat Arjuna terperangah dan hanya mengikuti kemauannya setelah selasai menyelesaikan pembayaran di kasir.

Sampai di depan rumah pun Citra terus diam saja tak banyak bicara walaupun Arjuna sudah mengajaknya berbicara yang justru membuatnya makin terisak, dalam kondisi normal justru Citralah yang selalu banyak bicara, bercerita dari hal-hal remeh tapi mengisi kesunyian hari-harinya menjadi penuh warna.

Citra berlalu begitu saja masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Arjuna yang masih di dalam mobil, membuatnya makin penasaran. Apa yang sebenarnya terjadi dan membuatnya seperti ini?

''Cit ... Citra ... buka pintunya? Kamu kenapa?'' ucap Arjuna berdiri didepan kamar Citra.

''Pergi, Om! Citra lagi ingin sendiri, enggak mau diganggu siapapun!'' teriak Citra dari dalam kamarnya.

Arjuna pun memutuskan untuk pergi memberi ruang untuk Citra sampai hatinya tenang dan bisa diajak bicara. Ponsel Citra terus saja berbunyi tertera nama Panji di layar berkali-kali menghubunginya, namun tak ada niat untuk mengangkat bahkan panggilanya langsung dimatikan dan menonaktifkan ponselnya menyimpannya di dalam laci membenamkan kepalanya ke dalam bantal.

***

Saat dicafe Citra melihat panji dengan seorang wanita dan sepertinya selesai makan siang karena penasaran Citra pun mengikuti hingga tempat parkir kendaraan dan yang membuat kecewa adalah karena selama ini Panji hanya memanfaatkannya saja demi mendapatkan resep gudeg turun temurun keluarganya hanya untuk kemajuan restorannya yang akan dibuka.

''Sayang ... kapan kamu nikahain aku? Liat nih perut aku, makin lama makin besar. Bagaimana nanti kalo sampai orang-orang tau aku hamil di luar nikah,'' ucap wanita yang tengah berdiri disamping mobil.

Membuat Citra terperangah tak percaya akan pendengarannya. Tubuhnya lemas seakan tak bertulang mengetahui fakta yang baru saja di dengarnya.

''Sabar sayang, sebentar lagi setelah aku berhasil mendapatkan resep turun temurun dari keluarganya Citra, kamu tau, 'kan aku udah berhasil bikin dia keluar dari rumah dan sekarang aku yakin bentar lai dia akan memberi tahu tentang resep yang selalu menjadi andalan keluarganya. Bersabarlah sedikit lagi demi masa depan kita berdua dan tentu untuk anak kita nantinya,'' ujar Panji panjang lebar sambil mengusap perut rata wanita yang didepannya.

Citra yang mendengarnya sangat shok, langsung menghampiri mendorong dan menampar Panji.

PLAK!

''Brengsek! Kamu Panji! Jadi ini yang selama ini kamu lakukan, 'kan dibelakang aku?!'' tandas Citra menatap nyalang pada Panji dan perempuan disebelanya, hingga urat di lehernya menojol seakan mau keluar dan buku-buku tangannya memutih dengan napas yang memburu.

''Sekarang kita putus!'' teriak Citra mengepalkan kedua tangan menahan geram dengan mata memerah dan pergi berlalu begitu saja tapi langkahnya terhenti karena Panji berhasil mencekal pergelangan tangannya.

''Dengerin aku dulu Citra, ini semua engga seperti yang kamu pikir, semua salah paham. Aku bisa jelasin semuanya,'' terang Panji mengenggam tangan Citra yang tak menyangka akan kedatangnya secara tiba-tiba membuat rencannya berantakan padahal sebentar lagi akan berhasil.

''Apa? Salah paham katamu? Kamu pikir aku bodoh, kamu pikir aku tuli? Aku engga butuh penjelasan, sekarang kita putus jagan pernah temui aku lagi. Aku benci sama kamu!'' tandas Citra menghempaskkan tangan Panji dengan kasar dan lari begitu saja yang termenung karena rencannya yang gagal.

SHIT! umpatnya meninju udara mengacak rambutnya frustasi.

***

Citra masih terus saja menangis dan merasa kecewa teramat dalam ternyata pria yang selama ini dia bela mati-matian bahkan sampai berani kabur dari rumah ternyata hanyalah seorang pria brengsek yang hanya ingin memanfaatkannya saja, Citra menyesal dan ingin pulang ke Yogyakarta ingin meminta maaf kepada kedua orangtuanya karena telah berani kabur dari rumah.

Citra masih tak percaya kenapa Panji sampai setega itu, apa salahnya? Entah sudah berapa lama menangis tanpa sadar telah memakai banyak tisue berserakkan karena membuangnya kesembarang tempat hidungnya terasa memerah tapi stok air matanya seperti tak habis-habis.

Arjuna terlihat mondar mandir di depan kamar Citra, bingung harus melakukan apa? Semenjak pulang dari rumah sakit belum keluar kamar sama sekali bahkan saat jam makan malampun di lewatkannya.

Tok,tok,tok!

Arjuna terus saja mencoba mengetuk kamar Citra yang tak kunjung dibuka, tak sabar. Arjuna mengambil kunci dikamarnya dan membuka kamar Citra yang terlihat gelap dan hanya terdengar suara isak tangis yang menyat hati.

Saklar lampu dinyalakan Arjuna sedikit terkejut mendapati kamar yang berantakan membuat keningnya berkerut, apalagi dengan posisi Citra meringkuk dibawah bantal dengan menahan isak tangis. Perlahan Arjuna menghampiri dan duduk di tepi ranjang.

''Kamu kenapa? Heeuumm, apa terjadi sesuatu?'' tanya Arjuna mengusap bahu Citra lembut. Tak disangka Citra menghambur kedalam pelukan, membuat tubuh Arjuna sedikit terhuyung dan kaget.

Diusapnya punggung Citra untuk memberi kenyamanan dan membiarkan Citra meluapkan segal emosi dan tangisnya hingga mereda tanpa sedikitpun menjeda karena yang dibutuhkan sekarang adalah bahu untuk bersandar.

''Maafin Citra, karena sempat tak percaya dengan kata-kata Om Juna tempo hari, ternyata Panji brengsek, aku benci dia!'' ucap Citra dengan suara parau, dan bibir bergetar. Diam-diam kabar ini membuat Arjuna tersenyum tipis. Sudut bibirnya naik ke atas membentuk sabit.

'Maaf Citra bukan aku tak punya hati dan bahagia diatas penderitaan kamu, tapi ini sungguh kabar bahagia untuknya tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ijinkan aku menjadi pelipur laramu,'' ujarnya dalam hati dan semakin mengeratkan pelukkan.

''Ya sudah jangan nangis lagi, sekarang makan dulu terus tidur. Kamu belum makan dari siang, 'kan? Citra menggeleng lemah tak ada selera untuk makan, yang diinginkan hanya meluapkan emosinya agar rasa yang meyesakkan dada ini hilang.

Ketika kita mengaggungkan cinta tapi kemudian kita dijatuh sejatuh-jatuhnya hingga untuk bangkit pun terasa sulit. Itu sungguh sakit.

''Aku suapin mau?'' Citra terus saja menolak hingga membuat Arjuna akhirnya menyerah dan menghela napas berat. ''Sekarang tidur, ya? Aku temani.''

Seketika Citra mengurangi pelukan gara-gara mendengar kata menemani tidur dan memukul bahu Arjuna. Dia sedang sensitif mendengar kata-kata yang baru saja terlontar gara-gara kejadian tadi siang. Pupil matanya melebar menganggap sama brengseknya dengan Panji.

''Sakit Citra! Kok mukul? Kamu pikir aku samasak, hah?'' Arjuna menangkap tangan Citra tak mengerti karena tiba-tiba menyerangnya dan berubah bar-bar.

''Om pikir aku segampang itu? Mau diajak tidur sama sembarang pria! Aku punya harga diri, Om!''

Arjuna mendengkus kesal karena Citra menyalah artikan maksud ucapannya. Rahangnya mengeras menahan kesal dan berdiri di samping ranjang.

''Ck! Kamu ini? Bisa engga sih jangan salah paham. Kamu pikir aku gila sampai harus berbuat engga pantas seperti itu. Kalo aku mau udah aku lakuin itu dari kemaren Citra!''

Tubuh Citra seketika luruh, emosinya kini sudah kembali setabil rasa bersalah menghinggapi karena sudah menuduh yang tidak-tidak pada pria di depannya dan memeluk tubuhnya sendiri. Arjuna yang tak tega kembali duduk ditepi ranjang, dia tau hancurnya seperti apa saat orang yang di sayangi menghianati kepercayaannya karena pernah berada di posisinya yang membuat dunianya seakan runtuh seketika.

''Maaf Om Citra engga ada maksud seperti itu?'' lirihnya dengan mata yang berkaca-kaca. Arjuna membingkai wajah Citra dan menghapus sisa air mata yang terus membanjiri wajah cantiknya. Rasanya seperti ada yang menusuk didalam sini.

Arjuna membenarkan posisi duduk Citra menjadi berbaring dengan tangannya menjadi tumpuan, suara isak tangisnya kini sudah mereda terlalu lelah menangis hingga membuatnya lelah dan terlelap. Sebelum pergi Arjuna membenarkan letak selimut menutupi hingga dada dan mematikkan saklar lampu.

.

Di tempat berbeda Ambar-Ibu Citra tak tenang dalam tidurnya karena sudah beberapa hari ini tak ada kabar darinya. Takut terjadi sesuatu yang buruk padanya.

''Kenapa to, Buk? Udah malam gini kok belum tidur?'' ucap Aryo Sanjaya-Ayah Citra yang melihat istrinya tengah gelisah.

''Ibu kepikiran Citra, Pak?''

Aryo menautkan keningnya karena selama ini Ambar tak pernah cerita soal keberadaan Citra, pantas istrinya sudah tak begitu khawatir ternyata diam-diam dia tau keberadaan Citra selama ini.

''Jadi Ibu tau, Citra berada dimana selama ini?'' Ambar mengangguk. Aryo merasa lega sekaligus kesal karena hampir dua minggu ini pontang panting mencari tapi hasilnya masih nihil bahkan orang-orangnya sampai kehilangan jejak. ''Dimana bocah nakal itu sekarang?''

''Kalo Bapak tau mau apa? Mau maksa nikah lagi sama calon pilihan Bapak gitu? Citra udah dewasa Pak. Udah bisa menentukan jalannya sendiri.''

Aryo menghembuskan napas kasar, tidur membelakangi Ambar dadanya naik turun dan berpikir apakah selama ini terlalu keras pada Citra?

.

Citra terbagun dari tidurnya merasakan sedikit pening di kepalanya karena terlalu lama menangis, setalah menimbang-nimbang akhirnya Citra memutuskkan akan pulang ke kampung halamanya, di bukanya lemari dan memasukkan baju-bajunya kedalam rangsel. Sebelum keluar kamar Citra mengedarkan pandangan tiap sudut ruang kamar yang telah ditempatinya beberapa minggu ini.

Arjuna yang tengah duduk di kursi menyesap kopi sambil menonton berita kaget melihat Citra yang keluar dari kamarnya dengan berpakain rapih membawa tas rangsel di punggungnya hingga menyemburkan kopi yang sedang diminunnya.

''Kamu mau kemana?'' tanya Arjuna menghampiri Citra yang masih berdiri diambang pintu.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel