Bab 11
Mobil Arjuna berhenti tepat di halaman depan rumahnya, Citra lari begitu saja setelah turun dari mobil meninggalkan Arjuna yang meneriakkan namanya. Bik Sumi yang sedang mengepel lantai, heran melihat tingkah mereka berdua karena mereka sebelumnya baik-baik saja, tapi kenapa sekarang seperti pasangan yang lagi berantem. Membuatnya geleng-geleng kepal, dasar anak muda.
Tok,tok,tok!
Arjuna mengetuk pintu kamar Citra beberapa kali tapi tetap tak di bukanya juga. Membuatnya makin kesal dan mendesah frustasi.
''Buka pintunya, Citra. Kita harus bicara!'' teriak Arjuna, sambil menggedor-gedor pintu dan saat itu juga ponselnya berdering, merogoh di kantong. Kening Arjuna mengernyit tak biasanya Devan menelepon mendadak perasaannya tak enak takut sesuatu yang buruk terjadi pada Laras--Mamahnya.
Arjuna langsung mendial tombol terima dengan langkah kaki lebar menaiki anak tangga menuju kamarnya, selesai menerima panggilan berganti baju dan pergi begitu saja. Tadinya ingin berpamitan dengan Citra namun niatnya diurungkan karena kondisinya sedang tidak begitu baik, takut emosi makin terpancing.
Dengan langkah tergesa Arjuna menuruni anak tangga, pergi lagi. Memakai hody dan pakaian serba hitam seperti orang berduka. Bik Sumi yang melihatnya pun penasaran dan bertanya. ''Mas Juna mau kemana?''
''Aku ada urusan, Bik. Nitip Citra ya, jangan lupa ingetin suruh makan nanti.''
Arjuna melesat membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi tak sabar ingin tau kondisi Mamahnya yang mulai sakit-sakittan gara-gara ulah Pram-- Papahnya, dijambak rambutnya dengan kasar karena merasa sangat penat belakangan ini. Masalah bertubi-tubi dalam waktu bersamaan, hingga membuatnya ingin meledak.
Shit!
Rem mobil berdecit nyaris menabrak pohon karena kurang fokus untung saja refleknya bagus kalo tidak mungkin saat ini akan berakhir dirumah sakit.
Arjuna memasuki rumah bercat putih yang terlihat megah tapi terasa dingin di dalamnya, tak ada kehangatan sebuah keluarga. Seorang Pria paruh baya tengah asyik membaca koran dan sesekali menyesap kopi dari cangkirnya, wajahnya yang angkuh dengan garis rahang yang keras dan rambut putih yang menghiasi dagunya, sedikit kaget saat melihat Arjuna berdiri di depannya karena sudah lama tak melihatnya ker rumah.
''Masih ingat pulang, kamu, Jun?'' ucap Pram menatap lekat dari atas sampai bawah seolah menilai penampilannya. Arjuna tak menghiraukannya, hanya berhenti sebentar, melirik melalui ekor matanya, menatap sinis dan kembali berjalan menuju kamar Laras-- Mamahnya.
Arjuna mendorong hendel pintu berwarna silver itu dan memasukinya, sudah ada Devan yang menantinya sedangkan Laras-- Mamahnya masih memejamkan mata.
''Bagaimana keadaannya, Dev? Kenapa nggak dibawa ke rumah sakit, sih?'' tanya Arjuna duduk di pinggi ranjang milik Laras, menatap penuh keteduhan.
''Mamah yang enggak mau, Kak. Katanya mau di rumah aja.''
Arjuna menghembuskkan napas kasar. Di ciumnya pucuk kepala Laras dan mengajaknya berbicara dari hati ke hati agar mau dirawat di rumah sakit agar bisa menjalani perawatan lebih intensif. Sudah lama Laras menderita sakit jantung karena penyakit turunan dan kini sakitnya pun menurun pada adik satu-satunya, beruntung kini Devan sudah lebih baik kebocoran pada jantungnya sudah mendapat penanganan yang tepat sehingga sakitnya bisa di sembuhkan.
''Terus kalo sampai terjadi apa-apa, gimana? Kita bakal lebih menyesal, Dev.''
Perlahan mata Laras mengerjap dan terbuka, wajahnya terlihat berseri meski masih terlihat pucat melihat ke datangan Arjuna.
"Dasar anak nakal, kenapa baru sekarang nengok? Mana calon mantu kesayang, Mamah? Kenapa engga di bawa, Juna?'' Arjuna melirik Devan, pasti dia yang sudah mengadu soal Citra.
''Satu-satu dong, Mah nanyanya. Engga tanya kabar Juna dulu atau apa gitu?'' sahut Arjun menggenggam tangan Laras. ''Mamah sembuh dulu, baru Juna kenalin ke calon mantu, Mamah.''
''Kalo Mamah di rawat siapa nanti, yang ngurus Papah kamu?''
Arjuna mendengkus, hatinya terasa dicabik-cabik entah terbuat dari apa hati wanita di sampingnya ini, meski sudah diselingkuhi tetap aja masih peduli. Apa semua wanita seperti itu? Rela hatinya terus tersakiti demi orang yang dicinta.
''Papah, bukan anak kecil, Mah. Ada Bik Inah yang bisa mengurus kebutuhannya, sekarang yang terpenting Mamah sehat dulu. Katanya pengen nimang cucu dari Juna.''
''Baik kalo gitu, Mamah mau dirawat tapi kamu harus janji bakal cepat kasih cucu. Mamah udah engga sabar pengen nimang cucu.'' Ada binar kebahagian dari sorot mata Laras karena melihat Arjuna yang sudah bisa move on dari masalalunya, rasa penasaran bertambah tentang sosok Citra seperti apa kira-kira anaknya sehingga bisa bikin Arjuna mau dengan mudahnya memutuskan untuk menikah.
''Iya, Mah tenang aja. Habis ini Juna mau gas pol langsung DP nyicil kuping dulu, biar cepat jadi.'' Bolo mata Laras melotot nyaris keluar dan mencubit lengan Arjuna. '' Sakit Mah,'' Arjuna meringis sedangkan Devan terkikik geli.
Bukan Arjuna namanya kalo tidak mengeluarkan kata keramat dari mulutnya yang membuat suasana menjadi lebih hangat dan rame. Syukurlah berkat banyolannya Laras seperti terhibur. Ngomong-ngomong soal Citra gimana dia keadaannya, ya sudahlah yang penting Mamah sembuh dulu ucap Arjuna dalam hati.
''Jangan macam-macam kamu, Juna. Kamu pikir mau beli rumah pakai DP segala. Kalo sayang itu di jaga bukan dirusak.'' Laras menasehati.
''Hemppt. Iya Mah, Juna ngerti kok. Cuma becanda,'' Arjun tersenyum menampilkan barisan gigi putihnya.
.
Suasana sudah gelap saat Citra terbangun dari tidurnya, rumah terasa sepi. Lampu-lampu sudah menyala terlalu lama menangis membuat kepalanya terasa pening dan berkunang-kunang. Citra meraih benda pipih yang tergeletak di samping bantal matanya melebar mendapati banyak pesan dan panggilan masuk dari Panji.
Krocok ... krocok ....!
Cacing di perutnya mulai demo karena sedari siang belum sempat memasukkan sesuatu ke dalam perutnya.
Ingin keluar kamar tapi gengsi bagaimana kalo ada Om Juna, aku, 'kan lagi marah, tapi aku lapar gumam Citra dalam, hati sambil mondar-mandir dikamarnya.
''Non ... Non Citra makan dulu, yuk? Buka pintunnya, Non,'' ucap Bik Sumi dari balik pintu. Pucuk di Cinta ulam pun tiba, disaat lapar begini ada yang nawarin makanan. Perlahan Citra membuka pintunya memasang wajah datar, menyembul, 'kan kepala.
''Iya, Bik ada apa?''
''Makan dulu, yuk Non, udah Bibik siapin makan malam. Bibik liat Non Citra dari siang belum makan, kasihan perutnya nanti sakit gimana?''
Citra berjalan menuju meja makan, matanya mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan, rumah terasa sepi. Jam segini biasanya Om Juna udah pulang dan nonton televisi bersama, kemana orang itu? Citra penasaran. Namun rasanya gengsi untuk bertanya gara-gara kejadian tadi siang membuat enggan untuk bertanya. Takut besar kepala deh tuh orang.
Seperti ada yang kosong dalam hatinya, tak ada suara dan tingkah Arjuna yang selalu jahil dan menggodanya. Ada apa dengannya dirinya. Harusnya aku seneng karena udah bertemu sama Panji, tapi kenapa seperti ini rasanya?
''Non kok bengong, engga enak ya? Masakkan Bibik,'' ucap Bik Sumi membuyarkan lamunan Citra.
''Enak kok enak.'' Citra melanjutkan sesi makanya menelan begitu saja, tanpa dikunyah karena mendadak selera makannya terasa hilang bahkan untuk menelan pun terasa susah, seperti menala biji kedondong yang menyangkut di tenggorokan.
Setelah makan, Citra memutuskan untuk menemani Bik Sumi menonton sintron favoritnya, sendirian di dalam kamar membuat hatinya makin tak karuan. Citra duduk dengan gelisah di liriknya jam yang terpasang di dinding menunjukkan pukul 23.00 WIB, tapi tak ada tanda-tanda kepulangan Arjuna sedangkan Bik Sumi sudah masuk kedalam kamar satu jam yang lalu.
Citra memutuskan untuk masuk kedalam kamarnya mencari ponselnya berharap ada kabar dari Arjuna, Citra mengigit ujung jemari, menghembuskan napas ternyata hasilnya masih sama tak ada kabar.
Di pukul-pukul bantalnya seperti samsak seolah bisa menghapus rasa kesal dan membayangkan wajah Arjuna yang sedang di pukul, lelah. Citra merebahkan tubuhnya menghadap langit-langit kamarnya hingga kantuk datang menyapa.
Di tempat berbeda Arjuna duduk bersandar diruang serba putih menatap benda pipih di tangannya yang terasa kosong seperti hatinya, tak ada satu pesan pun dari Citra. Apa dia masih marah dasar bocah, pikirnya.
Arjuna memilih merebahkan tubuhnya dikursi ruang tunggu dengan tangan terlipat menutupi wajahnya karena lelah seharian dan belum sempat beristirahat akhirnya matanya terpejam hingga pagi menyapa. Devan membangunkan untuk pulang berganti baju karena dari kemaren sepertinya masih memakai pakain yang sama.
Bukan tak menyadari ada gelagat aneh dari Kakanya yang berusaha disembunyikan tapi Devan tak berani bertanya, takut menyinggung perasaannya. Bisa membuat datang kerumah dan menjenguk Mamahnya pun itu sebuah keajaiban.
''Kaka bangun, udah pagi. Gantian Kak biar aku yang jaga, Mamah. Kaka pulang gih ganti baju dari kemaran bajunya enggak ganti, bau.'' Arjuna terbangun dari tidurnya menegakkan tubuhnya bersandar dikursi.
Tanpa banyak kata Arjuna bangun dari duduknya benar kata Devan penampilan nya sangat kacau dan belum sempat ganti baju.
''Nitip Mamah Dev kalo ada apa-apa cepat kabari, ya?'' Arjuna menepuk bahu Devan pelan dan tak lupa berpamitan pada Laras sebelum pergi. ''Mah, Juna pulang dulu, ya? Nanti pulang kerja, Juna kesini lagi.''
Citra bangun dari tidurnya dan bersiap membantu di dapur sebenarnya ingin bertanya tetang Arjuna pada Bik Sumi yang sepertinya tadi malam tak pulang, tapi rasa gengsi mendominasi dan lebih memilih diam tapi pandangan nya tak lepas dari pintu utama membuat Bik Sumi heran karena Citra terlihat banyak melamun dan tidak fokus bahkan air yang direbusnya nyaris kering gara-gara ditinggal melamun.
***
